Puncak Kemarau Diprediksi Juli-Agustus
Memasuki musim kemarau, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai mendeteksi titik panas (hotspot) di sejumlah wilayah. Dalam sepuluh hari terakhir, sudah 34 hotspot yang sudah terekam sensor MODIS.
Hotspot tersebut tersebar di Aceh 7, Sumatera Barat 5, Riau 2, Jambi 5, Sumatera Selatan 4, Sumatera Selatan 1, Bengkulu 1, Kalimantan Tengah 1, Kalimantan Selatan 1, Jawa Timur 2, NTB 2, dan NTT 4 buah.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Yunus Subagyo menuturkan, hotspot tersebut sejatinya sudah terdeteksi mulai bulan lalu. Tapi, belum signifikan ke arah kebakarannya karena curah hujan masih tinggi di berbagai wilayah.
”Prinsipnya makin tidak ada hujan, hotspot makin tampak. Artinya, kalau suatu wilayah yang biasa ada hotspot, masih tampak kosong maka di situ masuk hujan,” jelasnya kemarin.
Yunus menjelaskan, kemarau tahun ini tidak separah dua tahun lalu. Namun, lebih kering dibanding 2016. Sehingga potensi kebakaran hutan pun diprediksi tinggi. ”Untuk puncak musim kemarau diprediksi Juli-Agustus nanti,” ungkapnya.
Kepala Humas BMKG Hary T Djatmiko menambahkan, titik panas yang dideteksi itu diinformasikan kepada tim di darat seperti kepolisian dan BNPB. Mereka akan mengecek langsung lokasi untuk mengecek ada kebakaran atau tidak. ”Ada tim udara yang juga mengantisipasi untuk memodifikasi cuaca. Saat ini sudah bekerja di Sumatera Utara dan Riau,” ujar dia.
Di samping itu, mereka terus mengalakkan sosialisasi untuk mengantisipasi titik panas itu. Menurut Hary, titik panas itu bila diusik dengan pembakaran, misalnya, bisa memicu bencana kebakaran yang lebih besar lagi. ”Kami suplai data atau informasi kondisi cuaca terkini. Sosialisasinya dibantu rekan-rekan dari TNI,” jelas Hary.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, pada umumnya cuaca di wilayah Riau cerah berawan. Potensi hujan dengan intensitas ringan tidak merata masih terjadi pada malam hari/dini hari di wilayah Riau bagian Tengah dan Pesisir Timur.
Pada kondisi ini, prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran pada umumnya dalam kategori aman. Hanya sebagian kecil di wilayah utara dan barat dalam kategori tidak mudah-sangat mudah terbakar.
Meski begitu, seluruh pihak sudah melakukan langkah antisipasi sejak dini. BNPB sudah menempatkan 10 heli di Sumatera, yang terbagi menjadi dua titik. Enam heli di Riau dan empat lainnya di Sumatera Selatan. ”Juga ada 2 pesawat CASA untuk hujan buatan di Sumatera Selatan,” ujarnya.
Sejak 14 Januari hingga 10 Juni lalu, lahan hutan yang terbakar 356,40 hektare. Jumlah tersebut termasuk kebakaran yang terjadi di Desa Mengkikip, Kecamatan Tebing Tinggi Barat di Kabupaten Kepulauan Meranti. (*)
LOGIN untuk mengomentari.