Tak terasa, seminggu sudah kita lewati Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah/ 2017 Masehi. Tahun ini, pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan dan Idul Fitri terasa bertambah istimewa. Sebab, setelah beberapa tahun sebelumnya sempat terjadi perbedaan, kali ini dirayakan secara serentak. Tidak ada lagi perbedaan. Kompak!
Seperti biasa, Idul Fitri identik dengan silaturahmi. Usai shalat Ied di lapangan, masjid dan tempat lainnya, umat muslim bersalam-salaman. Saling bermaaf-maafan. Saling mengunjungi satu sama lainnya.
Di Sumatera Barat, momentum Idul Fitri juga paling ditunggu tunggu oleh anak-anak. Mereka tak sabar saat Lebaran tiba. Anak-anak sudah mengagendakan pergi ‘manambang’. Mereka mendatangi satu rumah ke rumah lainnya. Tak peduli, apakah si pemilik rumah mereka kenal atau bukan.
Yang jelas, setiap pintu rumah terbuka anak-anak yang biasanya datang bergerombolan pasti singgah. Ucapkan salam begitu sampai di depan pintu.
Kedatangan mereka, jelas bukan sekadar silaturahmi seperti kita orang dewasa. Si empunya sudah maklum hal itu. Tuan rumah sudah siap menyambut kedatangan para bocah dengan lembaran uang kertas tegang yang memang sudah disediakan sejak jauh jauh hari. Begitu menerima uang, dari tuan rumah, gerombolan para bocah lalu pamit, dan pindah ke rumah lainnya.
Hanya saja, dewasa ini, ternyata tidak semua pemilik rumah yang welcome menerima kedatangan anak-anak yang datang ‘manambang’. Tak sedikit pemilik rumah yang sengaja menutup pintu rumah mereka. Seolah-olah rumah dalam keadaan kosong, tanpa berpenghuni. Padahal mereka ada di dalam rumah. Seakan-akan kedatangan anak-anak mengganggu kenyamanannya.
Lewat tradisi manambang, ternyata secara tak langsung anak-anak memberi penilaian tersendiri kepada kita, orang tua pemilik rumah. Dari sejumlah anak-anak yang sempat saya tanyai secara acak berkesimpulan, sebagian besar orang yang kelihatan kaya ternyata lebih pelit dibanding orang berpenampilan biasa-biasa saja. Ada beberapa alasan mereka. Selain kebanyakan pintu rumahnya tertutup, padahal dia ada di dalam rumah, orang kaya juga lebih pelit memberi uang ‘manambang’ dibanding orang yang kelihatan biasa-biasa saja.
“Padahal, sebelumnya kita sudah berharap orang kaya memberi lebih. Orang kaya kok banyak yang pelit ya,” ujar sejumlah anak-anak hampir senada. “Orang yang kelihatannya berpenampilam biasa saja memberi lima sampai sepuluh ribu. Sementara orang kaya hanya memberi dua ribu saja,” timpal anak yang lainnya.
Nah.
***
Selain manambang, perayaan Idul Fitri juga identik dengan wisata. Hampir semua objek wisata diserbu masyarakat. Tak terkecuali di Sumbar. Sejumlah objek wisata, seperti di Padang, Bukittinggi, Pesisir Selatan, Sawahlunto, Padangpariaman, Pariaman, Kabupaten dan Kota Solok, Solok Selatan, Tanahdatar dan sejumlah objek di daerah lainnya di Sumbar dipadati pengunjung.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Oni Yulfian menyebutkan, Pemprov Sumbar memperkirakan selama liburan Lebaran, peredaran uang di Sumbar sedikitnya Rp 700 Miliar. Jumlah itu tidak saja datang dari wisatawan dalam negeri tapi juga luar negeri.
Jumlah kunjungan wisatawan pada liburan Lebaran tahun ini diklaim meningkat dibanding sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari kesiapan destinasi wisata di Sumbar. Sejumlah objek wisata jauh lebih siap di banding tahun lalu. Aksi pemalakan terhadap wisatawan angkanya juga berhasil ditekan.
Tapi harus diakui (walau jumlahnya sedikit) masih ada saja keluhan wisatawan di tempat wisata, seperti akses jalan yang macet, WC kurang dan jorok, serta perilaku masyarakat di objek wisata yang masih perlu mendapat perhatian serius.
Khusus macet, agaknya pantas dipikirkan solusinya oleh aparat terkait. Bagaimana orang akan menikmati wisata dengan nyaman, jika menuju tempat wisata saja harus terjebak macet sampai berjam-jam.
Segala kelemahan dan kekurangan harus menjadi koreksi serius. Jangan sampai wisatawan kecewa, sehingga mereka enggan datang berkunjung pada kesempatan berikutnya.
Catatan lainnya, seperti disebutkan pengamat pariwisata asal Unand, Sari Lenggogeni, tidak bisa dipungkuri bahwa saat ini pergerakan ekonomi kreatif kurang bergeliat di sektor pariwisata. Belum berapa ditemukan produk wisata yang inovatif. Ingat, wisatawan mau berkunjung tidak hanya menikmati keindahan objek wisata semata, tapi juga ingin membawa oleh-oleh khas daerah bersangkutan. Semoga ke depan wisata Ranah Minag bisa lebih baik lagi. (*)
LOGIN untuk mengomentari.