Waktu yang dimiliki Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan mukanya di PBB terkait dugaan kekerasan, diskriminasi, hingga pelanggaran HAM di Papua, tinggal sedikit. Tepatnya sebelum 14 November, Pemerintah Indonesia mesti menjawab segala tudingan itu pada Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD) PBB. Pasalnya dalam laporan setebal 18 halaman yang disodorkan Geneva for Human Rights (GHR) kepada CERD, telah terjadi 4000 kasus penangkapan sejak awal tahun 2016 hingga Juni lalu. Tak hanya itu, sebanyak 22 orang Papua mati dalam aksi demonstrasi rentang 2013-2014.
Melihat respon semacam ini sesungguhnya Indonesia tak bisa lagi berkelit dan berlagak angkuh, seperti yang dilakukan saat pertemuan di Majelis Umum PBB di New York, September lalu. Dimana diplomat muda Nara Masista dengan sangat lantang membaca salinan yang diberi padanya, tak peduli bahwa jawaban di lembaran kertas itu sebenarnya omong kosong dan mirip seperti ancaman pada tujuh negara Pasifik.
Sementara kalau Pemerintah Indonesia mau jujur, apa yang dilaporkan GHR kepada CERD adalah kebenaran. Dari sekian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Bumi Cendrawasih, tak ada satu pun yang selesai secara hukum. Bahkan Tim Terpadu yang dibentuk bekas Menkopolhukam Luhut Panjaitan, sudah tinggal nama alias bubar. Sebab Tim Terpadu bukanlah jalan keluar yang diinginkan masyarakat Papua. Toh kita sama-sama tahu, Tim Terpadu yang berisi jajaran pemerintahan itu justru berniat menggeser indikasi adanya pelanggaran HAM menjadi kriminal biasa. Itu mengapa para keluarga korban kekerasan seperti Biak Berdarah dan Paniai khususnya, meminta adanya Pelapor Khusus PBB agar turut campur.
Maka tak salah ketika seorang aktivis kemerdekaan Papua, Filep Karma, berkata; “Kalau kami rakyat Papua terus bersama Indonesia, maka generasi kami akan habis tak bersisa. Karena itulah, merdeka, menjadi jalan utama, tak ada lain”. Ucapannya itu merujuk pada rentetan kematian orang Papua di tanah lahirnya, setiap hari. Dan sial baginya, karena bagi orang di luar Papua, hal itu dianggap biasa.