Tidak ada yang bisa jadi parameter kebahagiaan hidup, kecuali kepuasan batin. Karena yang memuaskan hati itu hanyalah ilmu yang memiliki sistem sampai pada jalan sejati. Begitulah prinsip yang dipegang teguh oleh Yudarwan, guru SMPN 2 Padang.
Sepertinya istilah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” tidak salah jika disematkan pada Yudarwan salah satu guru olahraga yang mengajar di SMPN 2 Padang tersebut. Karena tanpa disadari, guru sekaligus pembina OSIS ini mengajarkan apa artinya tulus dan rasa syukur.
Dari dulu dia sangat menyukai olahraga. Salah satunya adalah renang. Merasa memiliki skill di bidang renang, saat remaja dia bersekolah di Sekolah Guru Olahraga (SGO). Lulus SGO dengan prestasinya, guru berusia 56 tahun ini melanjutkan studi untuk memfokuskan diri menjadi pelatih olahraga dan mengambil lisensinya pada tahun 1998.
Pria dengan panggilan Ayah ini sudah mulai melatih renang sejak di bangku sekolah. Hanya saja, karirnya sebagai pelatih renang menanjak saat dia menginjakkan kaki di sekolah tempat dia bekerja saat ini pada tahun 2012.
“Dulu saya masih melatih di kolam renang teratai. Takdir Tuhan membawa saya ke tempat latihan saat ini yaitu Gunung Sport Center (GSC) di tahun 2012 yang pemiliknya adalah alumni SMPN 2 Padang,” ungkapnya.
Sebagai pelatih, ada dua hal yang menjadi kunci keberhasilan anak didiknya. Pertama disiplin, yang kedua bersungguh-sungguh. Dengan kedua hal ini pulalah, Ayah mampu melahirkan altet-atlet berprestasi, baik di tingkat daerah, maupun nasional.
“Sudah banyak yang berhasil di luar sana. Mereka semua sudah mandiri, sudah bahagia dan pastinya sejahtera. Saat ini saya fokus membibit 13 calon atlet yang saya pegang. Tiga orang di antaranya bersekolah di sini,” kata ayah yang menyempatkan berbagi pengalaman di sela zoom meeting-nya.
Ayah mengungkapkan bahwa tak mudah menjadi pelatih. Apalagi yang dilatih adalah renang dan tujuannya memang untuk kejuaraan. Umpamanya, lelah dia dan anak didiknya hanya tidak berdarah saja.
Jenuh juga tak dapat dihindari. Ayah membayangkan, bagaimana tidak, harus latihan dua kali setiap harinya, sebelum subuh dan sore hari. Jika tanpa dukungan dari segala pihak dan kemauan dari diri sendiri. Ini tidak akan berhasil.
Sebelum pukul 05.00 subuh, ayah sudah harus berada di kolam sport center yang belokasi di Gunung Pangilun. Dengan kendaraannya, dia bersama ketiga murid SMPN 2 yang dilatihnya itu harus sampai di sekolah kembali selambat-lambatnya pukul 07.00.
Tak sampai di situ. Sorenya Ayah masih harus kembali melatih pukul 16.30 sampai waktu yang tak ditentukan. Waktu latihan sore lebih fleksibel karena tak terganggu kegiatan lain. Jika adapun, jam latihannya bisa menyesuaikan.
Jangan ditanya apa yang didapatkan Ayah dengan menjadi pelatih ini. Dengan lantang dia akan menjawab kepuasan batin yang tak terungkapkan oleh kata-kata.
“Banyak yang sudah berhasil dari renang ini. Setelah memenangi banyak kejuaraan, banyak yang dengan mudah menjadi ASN, polisi, polwan, juga TNI. Mereka sumua banyak yang masuk melalui jalur prestasi. Makanya saya sangat semangat membuat mereka berprestasi sebanyak mungkin karena prestasi itu sangat dilirik,” jawabnya.
“Saya melihat, dengan menjadi atlet, hidup mereka terjamin. Mereka bisa meningkatkan kualitas keluarga. Mereka juga bisa menghabiskan waktu dengan kegiatan yang postif, bukan sekadar membuang waktu bermain gadget seperti remaja saat ini,” tambah Ayah.
Tercatat, Ayah sudah melahirkan banyak atlet asal Sumbar. Daerah-daerah di Indonesia pun sudah banyak yang dia jelajahi saat membawa atletnya saat kejuaraan. “Tidak pernah terpikirkan oleh saya di umur 54 tahun bisa ke Tanah Papua. Melihat keindahan di sana, saya sangat bersyukur sudah sampai di titik ini,” cerita Ayah saat beberapa waktu lalu membawa atletnya mengikuti Pospenas di Papua.
Ayah juga pernah membawa atlet ke kejuaraan renang antar perkumpulan se-Indonesia dan se-Sumatera. Sebesar 80 persen atlet itu berasal dari SMPN 2 dan alumni-alumninya.
Menurutnya, dengan prestasi dunia akan kecil. Kita bisa saja pergi ke mana-mana dengan mudah. Selain itu juga bisa mensejahterakan diri sendiri bahkan lingkungan sekitar.
“Saya tidak ingin mereka merasakan apa yang dulu saya rasakan. Hidup bisa dibilang susah. Makanya saya sangat bersyukur dengan kehidupan saya saat ini,” ucapnya dengan berkaca-kaca. Ayah melanjutkan bahwa dia tak ingin apapun. Kepuasan batin yang dia dapatkan melebihi apapun termasuk materi.
Dia hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai pelatih dengan tujuan keberhasilan anak didiknya. Terbukti dengan perkumpulan yang dilatihnya saat ini menjadi perkumpulan yang banyak disegani perkumpulan lain saat mengikuti kejuaraan renang. “Setidaknya, anak didik saya minimal menjadi terbaik se-Sumbar,” harapnya. (***)