in

Memimpin dengan Ruhiyah

Pada hakikatnya kepemimpinan dan kekuasaan itu adalah untuk memudahkan jalan agar mengabdi kepada Allah Ta’alaa. Sebab, misi utama seorang mukmin adalah menyelamatkan manusia dari penyembahan kepada manusia, menuju penyembahan kepada Allah semata. Dan mengeluarkan mereka dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat.

Al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan Nihayah menyatakan: “Orang-orang menyebutkan bahwa Khalifah Al Walid itu obsesinya pembangunan. Sehingga, rakyatnya juga begitu. Setiap orang yang bertemu akan saling bertanya: “Apa yang sudah kamu bangun, berapa yang sudah kamu kembangkan?”

Saudaranya beliau, Khalifah Sulaiman, obsesinya adalah perempuan. Akibatnya, banyak rakyatnya juga sperti itu. Bila mereka bertemu, maka akan saling bertanya: “Sudah berapa istrimu? berapa budak perempuanmu?”

Sedangkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz obsesinya adalah tilawah Al Quran, menegakkan shalat dan beribadah kepada Allah. Akibatnya, rakyatnya juga lebih kurang seperti itu. Bila mereka bertemu, satu sama lain akan bertanya: “Sudah berapa wiridmu? berapa Al Quran yang kita baca? sudah berapa shalatmu kemarin?”

Begitulah, rakyat biasanya mengikuti “agama” raja (pemimpin) mereka. Bila rajanya pemabuk, maka bertebaranlah tuak. Bila dia seorang homoseksual, maka banyaklah rakyatnya begitu. Bila dia penipu, maka maraklah penipuan. Sebaliknya, bila rajanya baik, pemurah, dermawan, kuat agamanya, maka rakyatnya juga akan banyak yang baik, shaleh dan taat kepada Allah Ta’alaa.

Dr Thariq Suwaidan, seorang dai dan sejarawan dari Kuwait, dalam buku beliau “Al Andalus, At Taarikh Al Mushawwar”, menceritakan sekelumit kisah tentang Andalusia saat ditimpa kemarau dan paceklik: “Ketika terjadi kemarau yang panjang di Andalusia, Khalifah Abdurrahman Al Nashir mengirim utusan ke al-Mundzir ibn Sa’id, meminta beliau mengimami orang-orang sholat istisqa’.

Saat didatangi utusan itu, al-Mundzir berkata: “Bagaimana kabar Khalifah hari ini?”

Sang utusan menjawab: “Kami benar-benar tidak melihat satu orang pun yang khusyu’nya melebihi Khalifah hari ini. Ia menangis, bingung sendiri, mengakui dosa-dosanya, bermunajat pada Tuhannya,” Ya Allah, apakah engkau akan terus menyiksa rakyatku karena dosa-dosaku? Engkau adalah sebaik-baik pemberi keputusan. Tak satupun dosaku yang akan terlewatkan dari-Mu.”
Mendengar jawaban itu, wajah Al-Mundzir seketika berbinar. Lalu ia berkata kepada utusan tersebut: “Wahai anak muda, jika penguasa bumi telah tunduk, niscaya penguasa langit pasti akan merahmati”.

Sebelum orang-orang bubar dan pergi meninggalkan tempat sholat, hujan turun dengan sangat deras…
ASetiap kita adalah (sedang dan akan menjadi) pemimpin. Dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya. Mari kita mulai dari diri sendiri, bertaubat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni kita semua. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Registrasi SIM Card Rawan Manipulasi

Darurat! Anak Disasar jadi Bandar