Prihatin membaca berita Padang Ekspres Sabtu 11 November 2017, 84 Persen Siswa Dibully di Sekolah, pelakunya guru dan petugas sekolah.
Pada berita tersebut juga dijelaskan, 75 persen siswa pernah melakukan kekerasan. Siswa juga menyebutkan 45 persen pelaku bully guru dan petugas sekolah pelaku kekerasan.
Guru seharusnya memiliki pribadi yang unggul, menjadi panutan dan teladan bagi peserta didik. Malah membully!
Potret suram dunia pendidikan ini menjadikan kita semakin pesimis akan keberhasilan pendidikan di tengah gencarnya pendidikan karakater.
Bahkan baru-baru ini, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 (Perpres RI 87/2017), PPK sebagai GNRM yang digadang-gadangkan Presiden untuk Indonesia bangkit dari keterpurukan.
Sayang seribu sayang, di hadapan gencarnya GNRM, perilaku bully dan kekerasan pada lembaga pendidikan masih tinggi.
Tegas pada Perpres RI 87/2017, bab I Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan PPK adalah gerakan pendidikan dibawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga…
Mencermati PPK Pasal 1 Ayat (1), tingginya kasus bully dan kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh guru, menandakan belum terjadi harmonisasi antara olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga, seperti yang diamanahkan oleh Perpres 87/2017.
Guru yang mampu melakukan olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga, hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen 14/2005). Pada BAB I Pasal 1 ayat (1): Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik.
Kemudian dipertegas Pasal 10 ayat (1). Pendidik wajib memiliki kompetensi. Salah satu kompetensi yang dimaksud adalah kepribadian. Pada penjelasan Pasal 10 ini. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Memaknai dengan baik, penjelasan Pasal 10 ayat (1) ini. Pendidik profesional memiliki kepribadian yang mantap, artinya guru sebagai pendidik, memiliki kendali diri yang jauh lebih tinggi, dari pribadi profesi yang lain.
Pribadi yang mantap itu akan melahirkan perilaku yang berkarakter dan berakhlak mulia sebagai pendidik. Pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia ini yang dibutuh untuk membangun pendidikan Indonesia agar lebih baik melalui GNRM.
Pendidik yang berakhlak mulia, tentu tidak melakukan perilaku bully dan kekerasan pada peserta didik. Pendidik yang berkarakter dan berakhlak mulia tentu akan mengayomi peserta didik dengan bijaksana bukan dengan kekerasan.
Sebenarnya mendidikan karakter, dapat belajar dari filosofis nilai-nilai budaya Minangkabau. Diantaranya, mendidikan karakter dapat tarik benang merahnnya dari nilai-nilai dan konsep “mamandian kambiang”. Pemilik kambing dulu yang masik ke air (sungai), baru diikuti oleh kambingnya. Artinya mendidikkan karakter sudah seharusnya datang dari pendidik, bukan dari peserta didik.
GNRM pada dunia pendidikan harus datang dari guru, dengan konsep “mendidik”. Mendidik dapat dilakukan oleh pendidik profesional dengan kepribadian yang arif.
Kepribadian yang arif akan melahirkan sikap dan perilaku yang bijak, cerdik dalam berbuat, pandai dalam memposisikan diri, berilmu dan berwawasan tinggi. Pendidik yang seperti ini akan menjadi pendidik yang bijaksana.
Pendidik yang bijaksana yang akan memapu melakukan harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga seperti amah Perpres di atas.
Pada akhirnya di tangan pendidik yang bijaksana inilah tertumpang harapan besar untuk Indonesia, agar keluar dari keterpurukan karakter mulia dan mental. Semoga bersama kita menjadi pendidik yang bijaksana itu! bukan yang membully. Salam Pendidikan. (*)
LOGIN untuk mengomentari.