Jakarta (ANTARA) – Wayang golek adalah salah satu kesenian tradisional khas Indonesia yang berasal dan berkembang dari wilayah Jawa Barat.
Kesenian ini menggunakan boneka kayu sebagai media utama dan biasanya menceritakan kisah-kisah epik dari sejarah, mitologi, serta cerita-cerita yang mengandung nilai moral dan budaya.
Wayang golek memiliki daya tarik tersendiri karena gerakan yang dikendalikan oleh seorang dalang cenderung lebih lincah dan ekspresif.
Sejarah wayang golek
Wayang golek memiliki akar sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Jawa. Sejarahnya dimulai pada masa Kerajaan Demak di bawah pemerintahan Raden Patah, di mana para wali menggunakan wayang kulit sebagai sarana dakwah.
Salah satu Wali Songo, yaitu Sunan Gunung Jati, berperan penting dalam menyebarkan kesenian wayang di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya pada tahun 1568.
Barulah pada tahun 1584, Sunan Kudus menciptakan wayang golek pertama yang terbuat dari kayu, memungkinkan pertunjukan digelar di siang hari tanpa memerlukan layar (kelir) seperti dalam pertunjukan wayang kulit.
Awalnya, pertunjukan wayang golek hanya diadakan oleh kaum bangsawan Sunda, terutama para bupati yang menyelenggarakan pertunjukan ini di lingkungan istana atau kabupaten untuk kepentingan pribadi maupun untuk keperluan umum.
Di Cirebon, wayang golek dikenal sebagai wayang golek papak atau wayang cepak yang memiliki karakteristik bentuk kepala datar. Tokoh-tokohnya diambil dari cerita panji dan legenda babad tanah Jawa.
Pada zaman Pangeran Girilaya (1650-1662), kisah yang dimainkan berkembang dengan memasukkan unsur sejarah lokal dan agama Islam.
Wayang golek berbahasa Sunda mulai populer sejak abad ke-17 saat ekspansi Kesultanan Mataram ke wilayah Jawa Barat. Para seniman wayang saat itu mulai mengembangkan versi lokal dengan menggunakan bahasa Sunda yang dikenal sebagai wayang golek purwa.
Peran pemerintah kolonial Belanda, terutama dengan dibukanya Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) yang menghubungkan daerah-daerah di Jawa Barat, turut mempercepat penyebaran wayang golek di seluruh wilayah Parahyangan.
Jenis-jenis wayang golek
Wayang golek memiliki beberapa jenis yang berbeda berdasarkan asal cerita dan wilayah pertunjukannya:
1. Wayang golek cepak (papak)
Populer di wilayah Cirebon dengan cerita yang diambil dari legenda dan sejarah lokal. Bahasa yang digunakan biasanya bahasa Cirebon.
2. Wayang golek purwa
Mengangkat kisah-kisah klasik Ramayana dan Mahabharata. Umumnya dipertunjukkan di wilayah Sunda.
3. Wayang golek menak
Berasal dari cerita Amir Hamzah, seorang pahlawan Islam, dan lebih banyak digunakan di wilayah Kudus dan Cirebon.
4. Wayang golek modern
Wayang ini merupakan inovasi baru yang menggabungkan teknologi modern seperti pencahayaan warna-warni dan efek asap dalam pertunjukannya.
Di tanah Parahyangan, wayang golek purwa menggunakan campuran bahasa Sunda dan Jawa, sementara di Cirebon wayang golek menampilkan cerita dalam bahasa Cirebon.
Pembuatan wayang golek
Pembuatan wayang golek membutuhkan keterampilan khusus karena bentuknya yang tiga dimensi. Kayu yang digunakan umumnya adalah kayu albasia atau lame yang kemudian diukir dan dibentuk sesuai karakter yang diinginkan.
Untuk mewarnai dan menggambar wajah wayang, digunakan cat khusus seperti duko agar warna lebih cerah dan tahan lama.
Pewarnaan ini sangat penting karena mencerminkan kepribadian tokoh wayang. Warna merah, putih, prada, dan hitam adalah warna dasar yang umum digunakan.
Fungsi dan nilai budaya wayang golek
Wayang golek bukan sekadar tontonan, ia menyimpan berbagai nilai yang tercermin dalam kode etik pedalangan yang dikenal sebagai “Sapta Sila Kehormatan Seniman Seniwati Pedalangan Jawa Barat.”
Kode etik ini ditetapkan pada tahun 1964 di Bandung, meliputi tujuh prinsip yang menekankan tanggung jawab sosial, nilai etika, dan pengabdian para dalang dan seniman pewayangan.
Wayang golek memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Sunda, seperti pada acara ruwatan untuk membersihkan diri dari hal-hal negatif.
Lakon yang dimainkan pun bisa berupa cerita rakyat atau kisah dari epik besar seperti Ramayana dan Mahabharata yang semuanya diiringi oleh gamelan Sunda sebagai musik pengiring.
Tokoh wayang golek yang berpengaruh
Salah satu dalang wayang golek terkenal adalah Ki Asep Sunandar Sunarya. Dengan keahliannya dalam memainkan wayang kayu, Asep Sunandar telah mengharumkan nama wayang golek hingga ke mancanegara, termasuk Eropa dan Amerika.
Pada tahun 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai Warisan Budaya Dunia, sebuah penghargaan yang mengukuhkan posisi wayang sebagai salah satu bentuk seni budaya yang mengagumkan dari Indonesia.
Kini, wayang golek tidak hanya menjadi bagian dari pertunjukan seni tetapi juga populer sebagai kerajinan tangan. Tokoh-tokoh wayang seperti Rama dan Shinta, serta Punakawan seperti Semar dan Cepot, sering dijadikan cendera mata bagi wisatawan yang berkunjung ke Jawa Barat.
Wayang golek adalah warisan budaya yang memadukan seni, agama, dan cerita rakyat dalam bentuk pertunjukan yang menghibur sekaligus mendidik.
Dengan dukungan dari seniman-seniman pedalangan, wayang golek terus berkembang mengikuti zaman tanpa kehilangan esensinya sebagai medium penyampaian nilai-nilai luhur masyarakat Sunda.
Baca juga: Wayang potehi, bentuk alkulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia
Baca juga: Budayawan sebut wayang jadi representasi kehidupan manusia
Baca juga: Mengenal 5 dalang terpopuler yang melestarikan seni wayang Indonesia
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024