in

Mengunjungi Kampung yang Tenggelam Pascagempa 30 September 2009

Jadi Kampung Mati, Relokasi hanya Janji

Masih ingat tiga kampung di Kenagarian Tandikek, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padangpariaman yang tenggelam akibat gempa berkekuatan 7,6 SR pada 30 September 2009 lalu?

Kini detak kehidupan dan ekonomi masyarakat di Korong Cumanak, Lubuaklaweh dan Pulauayia itu masih tak berdenyut. Delapan tahun gempa berlalu, masih seperti kampung mati.

Sabtu (30/4) pukul 12.00, Padang Ekspres mendatangi tiga dusun yang tertimbun saat gempa 2009 silam itu. Untuk menuju Cumanak, hanya ada satu akses yakni melewati jalan setapak yang berbatu dan bertanah. Jika hujan, sangat sulit melewati jalan tersebut karena kondisinya licin.

Di sisi kiri badan jalan terdapat bekas bukit yang longsor tahun 2009 dan sudah mulai ditumbuhi tanaman liar. Sebelah kanan bukit, terlihat jurang cukup dalam dan dipenuhi belukar yang merambat.

Suasana sepi dan hawa dingin terasa menusuk tulang saat Padang Ekspres memacu kendaraan roda dua menuju kampung Cumanak. Tak terdengar suara burung berkicau sepanjang perjalanan. Suasana begitu hening dan bahkan tiupan angin pun tak  begitu terasa saat menyusuri jalan setapak itu.

Setelah berjalan setengah kilo meter, baru dijumpai satu rumah penduduk. Rumah tua yang dihuni enam jiwa itu berdinding kayu. Rumah tersebut terlihat baru direnovasi seadanya. Pada bagian belakang rumah, terdapat jejak bangunan yang dibongkar paksa.

Narun adalah orang pertama yang dijumpai Padang Ekspres saat menuju Cumanak. Saat dijumpai, ia tengah duduk di depan pintu rumahnya dan ditemani seekor anjing berwarna hitam yang terikat di tiang rumah.

Lelaki tua yang sudah mulai pikun tersebut bercerita, kalau rumah yang dia tempati dulu rusak parah dihantam longsor. Kini, telah diperbaiki putranya yang bekerja sebagai kuli bangunan.

Selang beberapa saat berbincang dengan pria yang mengaku berusia 100 tahun itu, datang seorang perempuan tua, Samsiar, 80. Ia adik Narun dan bekerja sebagai petani. Dia berkeluh-kesah tentang jalan satu-satunya yang menjadi akses ke tempat itu yang tak kunjung diperbaiki pemerintah.

Sampai saat ini, tak ada listrik yang masuk di daerahnya, namun sinyal handphone masih terjangkau. “Jalannya memang sudah seperti itu dari dulu. Pascagempa sampai kini belum ada bantuan pemerintah yang datang memperbaiki jalan. Padahal, itulah jalan satu-satunya menuju jalan utama yang bisa dilalui mobil untuk sampai ke sini,” jelas Samsiar sambil mengusap peluhnya dengan kain sarung yang dia gunakan.

Pascagempa 2009 yang mengubur kampung Cumanak Lubuaklaweh, dan Pulauayia, tempat tersebut seperti kampung mati. Hanya ada dua rumah yang masih dihuni pemiliknya. Selebihnya, hanya rumah-rumah tinggal dan puing-puing rumah yang menjadi saksi hebatnya kuasa Tuhan ketika tiga korong itu tenggelam.

Sekitar 500 meter dari rumah pertama, terdapat pondok kayu berukuran 5×3 meter persegi yang dihuni Kanilon, 42, beserta anak dan adiknya. Di pondok kecil yang dia bangun tersebut, Kanilon menghabiskan waktu sebagai petani pepaya di kawasan Cumanak, persis di tempat terkuburnya sanak familinya 2009 lalu.

Butuh waktu tiga tahun baginya untuk kembali beraktivitas seperti sedia kala, karena trauma yang dalam akibat bencana tersebut. Tak hanya itu, anaknya Muhammad Risky, 11, juga merasakan trauma tersebut sehingga butuh penyesuaian bagi Risky (panggilannya, red) untuk mau bersosialisasi kembali. Awalnya, anaknya tidak mau sekolah karena masih trauma dan takut kalau gempa susulan akan kembali terjadi. 

“Butuh waktu tiga tahun untuk meyakinkan diri untuk kembali ke tempat ini. Saya masih ingat betul, bagaimana kejadian tersebut terjadi. Saya mengangkat mayat-mayat sanak famili yang sudah tidak utuh lagi,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Selama tiga tahun, dia hanya mengandalkan hasil hutan atau tanaman di sekitar rumah yang didirikannya di atas tebing cukup tinggi. Saat ini, dia memilih menjadi petani pepaya untuk menghidupi keluarga kecilnya dengan memanfaatkan jejak rumah yang tertimbun longsor.

Baginya, tidak ada alasan menyerah, meski sanak family banyak yang tertimbun longsor. Dia masih punya Risky, sang buah hati yang membutuhkannya.

Tuanku Syukur, pria paruh baya pemilik warung satu-satunya di dekat sungai yang memisahkan Cumanak dan Lubuaklaweh mengatakan, dulu pemerintah pernah menjanjikan warga yang rumahnya terkena longsor untuk dipindahkan dan diberi lahan di Dharmasraya. Namun, hingga saat ini tidak ada realisasinya.

“Dulu, kami mau diungsikan ke Dharmasraya. Tempat kami ditetapkan sebagai kampung tak layak huni karena rawan longsor. Tapi sampai saat ini, tidak ada buktinya pemerintah mau merelokasi kami,” tuturnya saat ditemui di warung kecil miliknya.

Listrik dan jalan beraspal seolah hanya menjadi mimpi bagi warga Cumanak, Lubuaklaweh dan Pulauayia. Mereka hanya mengandalkan alam dan sisa-sisa longsor sebagi tempat mengais rezeki. 

Pj Wali Nagari Tandikek Barat, Saparijon mengaku, berdasarkan informasi yang dia terima belum ada warga yang menetap siang malam di Cumanak.

“Memang sudah ada warga yang mulai tinggal di Cumanak, tapi hanya untuk siang hari karena mereka berkebun di kawasan itu. Kalau malam mereka tidak di lokasi tersebut,” ujarnya. Biar begitu, pihaknya sekarang ini tengah mengajukan program pembenahan fasilitas di Cumanak. 

Dia juga menyebutkan bahwa rencana relokasi ke Dharmasraya gagal dilakukan. Pasalnya, banyak warga yang tidak ingin meninggalkan kampung halamannya. Hal itu menyangkut keluarga dan kelangsungan hidup mereka nantinya. “Sekarang, seluruh korban gempa 2009 sudah mendapat tempat baru tersebar di Kecamatan Patamuan,” tukas dia.

Sementara Kepala Bagian Kesejahteraan Masyarakat Pemkab Padangpariaman, Irsyaf Bujang mengatakan, sejauh ini dia belum mendapat laporan soal proposal atau surat permohonan dari warga Cumanak, terkait pembenahan infrastruktur.

“Saya memang baru di bidang Kesra ini. Cuma saja, sejauh ini saya pernah dapat laporan permohonan warga di Cumanak itu. Kalau warga mengajukan, pasti kami sampaikan ke dinas terkait untuk ditindaklanjuti,” tandas mantan Camat Enamlingkung itu.

Ketua Komisi II DPRD Padangpariaman, Munofestoni mengatakan, sekarang APBD 2017 sudah berjalan. Nah, apabila aspirasi itu diajukan, tentu dibahas di APBD Perubahan 2017.

“Jadi, saya akan sampaikan kepada teman-teman yang berasal dari dapil itu, sehingga mereka melakukan peninjauan dan mengajukan aspirasi terhadap warga di sana,” katanya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Kiai Sepuh Doakan Dahlan Iskan

Mi.Piel Body Scrub “Brightening”