Jakarta (ANTARA) – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengemukakan bahwa kenaikan kasus Omicron akan cepat mencapai puncak kasus, yakni dalam kisaran sejak 35-65 hari dari awal penularan.
“Di rapat terbatas tadi telah kami ‘update’ ke Presiden bahwa beberapa negara sudah mengalami puncak dari kasus Omicron dan puncak tersebut dicapai secara cepat dan tinggi, waktunya berkisar antara 35 sampai 65 hari,” katanya dalam keterangan pers terkait hasil rapat terbatas tentang Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Minggu.
Masyarakat, kata Menkes, diimbau untuk tidak panik menghadapi kemungkinan kondisi tersebut, tetapi lebih kepada melakukan protokol kesehatan dengan disiplin, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Ia menjelaskan kasus Omicron pertama kali teridentifikasi di Indonesia pada pertengahan Desember 2021, tapi kasus di Tanah Air mulai naik di awal Januari 2022.
“Antara 35 sampai 65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,” katanya.
Dalam rapat tersebut, Menkes juga menyampaikan di negara-negara yang sudah mengalami puncak kasus, teramati bahwa angka rawat di rumah sakit untuk penderita COVID-19 dengan varian Omicron berkisar 30-40 persen dari angka rawat inap yang disebabkan varian Delta.
Walaupun kenaikan kasusnya lebih cepat dan tinggi, kata dia, jumlah kasus akan lebih banyak dan penularan lebih cepat, tapi angka rawat inap di rumah sakit untuk penderita COVID-19 dengan varian Omicron lebih rendah dibanding dengan yang disebabkan varian Delta.
“Sehingga minta tolong dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh rakyat bahwa nanti kalau ada kenaikan jumlah kasus yang cepat dan banyak tidak usah panik, kita terus waspada kita monitor ketat hospitalisasinya, artinya yang masuk rumah sakitnya seperti apa,” katanya.
Sampai saat ini, kata dia, sudah lebih dari 500 orang yang terkena Omicron yang dirawat di rumah sakit, dan yang pulang sudah mencapai tiga ratusan orang.
Sementara, yang butuh oksigen hanya tiga orang, mereka masuk dalam kategori ringan sehingga tidak sampai membutuhkan pemasangan ventilator.
“Jadi masih oksigen biasa yang dipasang di mulut tidak dimasukkan ke dalam,” katanya.
Dua dari tiga orang yang diberikan oksigen tersebut sudah sembuh dan pulang ke rumah, demikian Budi Gunawan Sadikin.