Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi aturan mengenai Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan. Revisi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 235/PMK.03/2016 pengganti PMK Nomor 87/PMK.03/2013 yang ditandatangani pada 30 Desember 2016 lalu.
“Untuk memberikan kepastian hukum serta mendorong percepatan dan meningkatkan efektifitas permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan, maka perlu mengubah ketentuan tentangtata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan,” mengutip Sri Mulyani dalam PMK235/2016, Kamis (12/1), dilansir dari CNN Indonesia.
Dalam beleid anyar tersebut, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu hanya merevisi Pasal 1 PMK87/2013 dengan mengubah sebagian isi dan menambah jumlah ayat dari empat menjadi tujuh ayat. Dalam revisi pasal tersebut, Sri Mulyani kembali menerangkan, dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penagihan pajak atau keberatan, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak dapat meminta keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak.
Pihak ketiga yang dimaksud meliputi bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, konsultan hukum, konsultan keuangan, pelanggan, pemasok, kantor administrasi dan pihak ketiga lainnya yang memiliki keterangan atau bukti yang ada hubungannya dengan tindakan Wajib Pajak, pekerjaan, kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak. Jika pihak ketiga terikat oleh kewajiban merahasiakan, kewajiban tersebut ditiadakan berdasarkan permintaan tertulis dari Dirjen Pajak.
Dalam hal keterangan atau bukti yang diminta terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang perbankan, permintaan tertulis itu disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Kepada Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini berbeda dari beleid pendahulu yang menyatakan permintaan tertulis itu disampaikan Menkeu kepada Gubernur Bank Indonesia.
Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (5), Sri Mulyani menegaskan bahwa permintaan tertulis Menkeu kepada Ketua OJK untuk meminta informasi yang dilindungi Undang-undang Perbankan berdasarkan usulan Dirjen Pajak. “Pengajuan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan melalui aplikasi secara elektronik,” demikian bunyi pasal 1 ayat (6) PMK 235/2016.
Penetapan aplikasi, prosedur pengajuan usulan melalui aplikasi secara elektronik, tata naskah dinas elektronik dan kode khusus naskah dinas usulan pembukaan rahasia bank secara elektronik ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Lebih lanjut ia menambahkan, beleid anyar ini mulai berlaku sejak diundangkan atau sejak 30 Desember 2016.
LOGIN untuk mengomentari.