Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyinggung soal ancaman kelompok teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada pidato penutupan Sidang Umum Interpol ke-85 di Bali. “Ancaman ini makin berbahaya. Terlebih ISIS sudah jadi ancaman yang menggunakan metode konvensional dan nonkonvensional. Teroris tidak beragama, teroris juga tidak mewakili agama,” kata Retno Kamis (10/11), dilansir dari CNN Indonesia.
Di hadapan delegasi 167 negara, Retno mengatakan, dunia tidak bisa menghadapi ancaman teror tanpa bekerja sama. Karena itu, dia berharap Interpol bisa mengoordinasikan kerja sama yang lebih erat antar negara anggotanya. Terlebih, perkembangan teknologi juga dia nilai menambah ancaman kelompok teror karena bisa membantu menyebarkan paham radikal. Meski mempunyai banyak nilai positif, internet juga perlu diwaspadai sebagai media propaganda kelompok ekstrimis.
Interpol memiliki peran yang penting dalam mempertahankan keamanan dunia, kata Retno. Dia berharap organisasi kepolisian internasional itu bisa terus menjaga stabilitas dunia. Dalam kesempatan ini, Retno juga menyinggung persoalan keamanan dan kesejahteraan dunia. Dua aspek tersebut dianggap tidak kunjung membaik.
Perbaikan soal ini bukanlah hal yang mudah. Bahkan perlu waktu panjang bagi setiap negara untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. “Tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat, dunia jauh dari kata sejahtera. Ekonomi tidak kembali membaik, kita dihadapkan sejumlah kejahatan transnasional terorganisir, terorisme dan lain-lain,” ujarnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang terancam oleh ISIS. Bahkan serangan kelompok teror itu sempat terealisasi di Jakarta, awal tahun ini. Selain itu, sejumlah warga Indonesia juga diketahui bergabung dengan ISIS untuk berperang di Timur Tengah. Kedua masalah ini dibahas mendalam di Sidang Umum yang kini telah berakhir.
Di dunia, serangan ISIS juga mewabah. Diketahui, di luar zona konflik, jaringan ini telah menyerang Turki, Perancis dan Amerika Serikat lewat aksi peledakan bom dan penembakan. Salah satu hasil Sidang Umum adalah wacana saling berbagi data biometrik untuk menangkal teroris di luar negeri (Foreign Terrorist Fighters/FTF) yang pulang ke negara asalnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan pembahasan ini didasari kesadaran para anggota Interpol akan potensi gangguan keamanan akibat FTF. “Untuk itu diperlukan sharing (berbagi) informasi melalui Interpol, terutama data biometric, untuk mengidentifikasi dan menghentikan ancaman potensial ini,” ujarnya di sela Sidang Umum.
Martinus mengatakan, hal ini akan dimasukkan dalam skema rencana atau roadmap global untuk kepolisian internasional. Tahun depan, Sidang Umum Interpol akan kembali digelar di Beijing, China dengan Presiden baru dari negara tersebut, Meng Hongwei.
LOGIN untuk mengomentari.