in

Menuju Banda Aceh Sebagai Kota Wisata Situs dan Tamaddun

Oleh : Tuanku Warul Waliddin, SE,Ak*

Pariwisata adalah sektor industri terdepan penyumbang devisa nasional pada 2016. Tercatat sebesar US$ 13,568 Miliar berada diposisi kedua setelah CPO US$ 15,965 Miliar. Pada 2015, devisa dari sektor pariwisata sebesar 12,225 Miliar masih diposisi keempat dibawah Migas US$ 18,574 Miliar, CPO US$ 16,427 Miliar, dan batu bara US$ 14,717 Miliar.

Diperkirakan sektor pariwisata nasional akan terus meningkat pada 2019 dan mampu mengalahkan pemasukan devisa dari industri kelapa sawit (CPO). Hal ini disampikan langsung oleh menteri pariwisata Arief Yahya di kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat selasa 17 Oktober 2017 yang lalu.

World Bank mencatat investasi di pariwsata sebesar US$ 1 juta mampu mendorong 170% dari PDB. Ini merupakan dampak ikutan tertinggi suatu industri kepada negaranya. Sebab industri pariwisata mampu menggerakkan usaha kecil menengah seperti kuliner, cinderamata, transportasi dan lainnya.

Indonesia juga dinilai sebagai salah satu dari 20 negara dalam pertumbuhan paling cepat di sektor pariwisata. Pertumbuhan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir meningkat 25,68 %. Disaat pertumbuhan pariwisata di Asia Tenggara hanya tumbuh 7% sementara dunia hanya berkembang 6%.

Pariwisata dunia

Di belahan dunia lainnya seperti Dubai sebagai kawasan elit kunjungan wisata hari ini telah mampu mengubah wilayah ini yang sebelum tahun 1971 hanyalah kawasan padang pasir tandus tanpa daya tarik.

Pada tahun 1971, enam dari negara-negara bagian yaitu Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Dubai, dan Umm Al Qaiwain bergabung mendirikan Uni Emirat Arab. Pada Tahun 1972, ras Alkhaimah menyertai mereka. Dan persatuan federasi ini menyulap kawasan tandus ini dengan investasi besar-besaran sebagai pusat kunjungan wisata paling elit saat ini. Hal ini tidak terlepas dari pemerintah dan masyarakatnya yang berpandangan kuat kedepan, toleran tanpa meninggalkan tradisi. Namun memiliki standard hidup yang tinggi.

Demikian juga dengan pariwisata di eropa seperti paris, Amsterdam, London Bahkan Istanbul sebagai bekas pusat imperium Turki Utsmani yang masyhur. Hampir diseluruh kawasan wisata nomor wahid dunia ini memiliki identitas dan karakter yang kuat dari masa lalu yang punya nilai jual yang tinggi dimasa kini maupun dimasa depan. Mengingat pariwisata yang merupakan indsutri tanpa batas sumber daya yang tidak akan habis-habisnya maka sektor ini haruslah menjadi perhatian khusus pemerintah di Aceh khusunya kota Banda Aceh sebagai bekas pusat peradaban Islam Bermula di Asia Tenggara.

Banda Aceh, apa yang mau dijual?

Ungkapan sederhana yang sangat menohok ini kerap kali muncul di lisan para pengambil kebijkan di kota Banda Aceh. Disaat bangsa lain dibelahan dunia antah berantah lainnya sudah mampu menjual daya tarik sejarah dan situs peradabannya yang membanggakan, kita di banda aceh malah melumuri situs yang tak ternilai harganya dengan sampah dan lumpur tinja. Inilah kesalahan dan dosa terbesar kita warga banda aceh bertahun-tahun membiarkan fenomena elit tak kenal diri terus melumuri tubuh dan jiwanya dengan dosa terhadap para ulama dan umara pendiri tanah ini.

Sebagai kota tua yang didirikan pada 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 dengan didirikannya Istana Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Johansyah yang berlokasi di Gampong Pande saat ini sebagaimana ditetapkan dalam seminar hari jadi Kota Banda Aceh pada 28 maret 1988, yang berarti usia kota ini telah mencapai 812 tahun.

Sudah selayaknya pemerintah kota hari ini menyadari akan keberadaan situs-situs yang ada didalam kawasan kota banda aceh. Beberapa situs yang dikelompokkan kedalam beberapa periode zaman, antara lain pra-kesultanan, era-kesultanan, era-kolonial, era-NKRI, era pasca-tsunami. Memugar dan merekonstruksi kembali beberapa kawasan situs seperti di gampong pande dan gampong jawa sekitarnya adalah langkah penting yang harus diprioritaskan dengan melibatkan para pihak. Sehingga kasus penyalahgunaan kawasan seperti yang telah terjadi kemarin dapat dihindari.

Tanpa kita sadari kota tua ini dengan rentang usia hampir seribu tahun pastinya ada banyak hal menarik yang mampu di ekspost dan mampu memberikan daya tarik yang mumpuni sebagai kota wisata bersejarah.

Sebagai Waterfront city

Hampir diseluruh kota wisata dunia baik itu paris dengan sungai seine, london dengan sungai thames, amsterdam dengan sungai amstel dan Istanbul dengan selat bosphorus yang terkenal sepanjang zaman, maka kota banda aceh dengan sungai krueng aceh nya yang sangat indah dan bersih yang membelah wilayah darul kamal dan meukuta alam sebagai bandar pelabuhan yang permai yang menghadap selat malaka pada muaranya di kuta bugeh dan kuta bak mee di gp.pande, secara makna batin didalam buku Dr.Kamal Arief disebut kota Makmur dan indah serta ta’aruf dan Toleransi.

Dari sejak zaman kesultanan hingga era masuknya belanda dan sampai hari ini banda aceh masih mempertahankan fungsi sungai sebagai bagian depan dari sebuah bangunan ditepian sungai. Kita dapat melihat hari ini Makodam IM masih menghadap sungai, kantor BI, Polresta, dan sepanjang jalan Cut Meutia. Meskipun ada beberapa kawasan seperti pada jalan Ahmad Yani dari mulai hotel prapat, hotel medan, hingga ke pertokoan alat pancing di jln A. Yani yang membelakangi sungai.

Bila para pihak mampu mengambil kebijakan kawasan pertokoan yang membelakangi sungai mengubah arah depannya kearah sungai maka salah satu fungsi waterfront city yang dicita-citakan Sultan Iskandar Muda sebagai peletak konsep kota air (waterfront city) dapat terwujud dengan maksimal. Pengetahuan sejarah tentang konsep ini perlu didalami oleh para perencana kota ini guna menelurkan ide-ide kreatif yang tidak meninggalkan konsep aslinya namun dikemas dalam dimensi kekinian yang pada akhirnya akan menjadi maghnet wisatawan.

Heritage Trails City

Di dalam penelitiannya Dr.Kamal A.Arief didalam buku Ragam Citra Kota Banda Aceh, menyebutkan bahwa ada 100 titik lebih heritage trails (jejak budaya) yang ada didalam kota Bandar Aceh yang apabila mampu dikemas dengan maksimal akan menjadi spot penting yang sangat mahal nilainya apabila dijual sebagai objek pariwisata situs dan peradaban.

Beliau dan tim sudah pernah melakukan mapping terhadap titik-titik ini baik dalam bentuk soft copy maupun brosur dengan grafis estetisnya. Yang apabila di jadikan satu konsep yang terintegrasi antar titik dengan sistem transportasi yang unik dan etnik maka ini akan menjadi satu wahana baru bagi wisatawan yang sedang di Banda Aceh, bukan lagi sekedar kota transit bagi turis yang ingin ke sabang atau ke lhoknga dan tujuan lainnya seperti saat ini.

Didalam buku Ragam Citra Kota Banda Aceh juga disimpulkan bahwa ada 4 jalur heritage trails yang dapat dilakukan didalam kawasan Banda Aceh dan sekitarnya.

1. Jalur kota lama ; jalur yang berada didalam kota Banda Aceh, sebagian besar adalah titik-titik yang berada dilokasi kerajaan Aceh ditambah beberapa titik yang mempunyai nilai sejarah penting bagi Aceh, jalur ini bisa ditelusuri dengan sepeda.

2 .Jalur Krueng Aceh ; titik-titik dalam jalur ini seluruhnya terletak di sepanjang aliran Krueng Aceh, sehingga akan sangat menarik apabila ditelusuri dengan perahu atau boat, dimana dermaga-dermaga yang sudah pernah dikonsepkan pada Walikota pendahulu untuk konsep ini dapat dilanjutkan.

3. jalur Lini Konsentrasi (Concentrate Line) ; Jalur ini menghubungkan tempat-tempat yang di masa lalu adalah jalur Lini Konsentrasi Belanda melingkari kota Banda Aceh sebagai benteng pertahanan mereka menguasai kutaraja (benteng raja), tapi sebagian tempat masih berada didalam Banda Aceh. Jalur ini dapat ditelusuri dengan sepeda motor.

4. Jalur Aceh Lhee Sagoe. ; seluruh titik dalam jalur ini berada di Aceh Besar. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan 3 ( tiga) titik utama yaitu Indrapurwa, Indrapuri dan Indrapatra, tetapi ditambah beberapa titik yang termasuk didalam kawasan Banda Aceh sebagai Kawasan Dalam dari tiga sagi yang bernilai sejarah penting tentang Aceh.

Konsep wisata ini tentunya dapat terwujud dan sukses dengan kesiapan semua elemen di Banda Aceh, baik Pemerintah, Maysyarakat dan para stakeholder pariwisata lainnya Sehingga pertumbuhan pariwisata nasional yang konon sedang berlangsung saat ini diberbagai wilayah nusantara tidak sekedar penonton bagi masyarakat Banda Aceh yang seyogyanya jauh lebih tua kotanya dari Kota Jakarta dan Jogyakarta dari sisi usia awal mula peradabannya.[]

*Penulis adalah Penggiat Sejarah Dan Budaya Aceh.

Komentar

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pemerintah Kepri Telah Memberikan Bantuan Obat-Obatan

Aceh Barat Perlu Lahirkan Perbup Tentang Tuha Peut