in

Menuju Perbaikan Sistem Rekrutmen CPNS yang lebih Baik

Awas, Wawancara Rawan Kongkalikong

Semua berjalan baik-baik saja. Sampai muncul petir di ”siang bolong”. Pengumuman kelulusan seleksi kompetensi dasar (SKD) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memunculkkan polemik. Ternyata, di tengah reformasi tes CPNS, masih tersimpan banyak masalah. 

Ada sejumlah perubahan mendasar dalam pelaksanaan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2017. Khususnya jika dibandingkan dengan seleksi terakhir pada 2014. Perubahan terbesar adalah ujian tulis yang sepenuhnya digantikan dengan ujian berbasis komputer (computer assisted test/CAT). 

Selain itu, pengumuman peserta yang lulus SKD dilengkapi dengan skor atau nilai. Sehingga, lebih transparan. Secara umum, perubahan-perubahan yang dilakukan membuat pelaksanaan tes penerimaan CPNS berjalan lebih baik. Meski, beberapa kebijakan baru itu ada juga yang menimbulkan polemik. 

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan menuturkan, pencantuman nilai atau skor ujian adalah salah satu yang menimbulkan kontroversi. ”Seperti yang terjadi baru-baru ini di seleksi CPNS Kemenkeu,” katanya di Jakarta, kemarin.

Ridwan menjelaskan, polemik di Kemenkeu terjadi karena format pengumuman kelulusan tidak pas. Syarat latar belakang pendidikan yang sebelumnya tidak pernah diumumkan tiba-tiba muncul saat pengumuman. Tak pelak, muncul indikasi proses rekrutmen tidak fair, karena peserta nilainya tinggi ada yang dikalahkan oleh nilainya lebih rendah. 

”Asalkan formatnya benar dan terbuka sejak awal, tidak ada masalah di Kemenkeu. Karena itu, kami tetap meminta seluruh instansi mencantumkan nilai dalam pengumuman kelulusan SKD. Itu adalah salah satu tanda bahwa tes CPNS kali ini jauh lebih transparan,” papar Ridwan. 

Terkait pelaksanaan ujian berbasis komputer, Ridwan menegaskan hal itu mempersempit potensi kecurangan dalam ujian. 
Misalnya, adanya praktik soal ujian bocor, contekan dan sejenisnya. Dengan ujian berbasis komputer, setiap peserta mendapat formasi soal ujian berbeda-beda. Dia bersyukur selama pelaksanaan tes berbasis komputer, tidak ada persoalan berarti.

Persiapan Mepet

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Laode Ida menilai, tes CPNS tahun ini masih banyak indikasi kurang profesional para penyelenggara. Mulai CPNS tahap satu di Kementerian Hukum dan HAM, serta tahap kedua di 60 kementerian/lembaga. Salah satunya kesiapan penyelenggara dari BKN dan Kementerian PAN-RB yang dinilai minim.

”Kami terima laporan lokasi tes di Makassar sampai ada kebanjiran. Di lokasi lainnya bahkan tempat tes CPNS, juga dipakai pesta kawinan sebelumnya,” ungkap Laode kemarin.

Dari hasil klarifikasi yang dilakukan ORI pada Jumat (3/11), ternyata pihak BKN yang hadir saat itu mengakui persiapan mepet. Pemenang lelang baru didapatkan tiga hari sebelum pelaksanaan tes. ”Kalau persiapan mepet dan pelaksanaanya tidak bagus tentu yang dirugikan lagi-lagi peserta, masyarakat,” tambah mantan Wakil Ketua DPD itu.

Termasuk pula temuan data hasil tes CPNS Kemenkeu di Medan yang diikuti 1.775 peserta. Data hasil seleksi kompetensi dasar (SKD) itu tidak terkirim tepat waktu seperti hasil tes di daerah lainnya. Sehingga, pengumumannya pun disusulkan.

Selain itu, Laode juga menyoroti tentang syarat pelamar CPNS yang harus berasal dari kampus atau program studi terakreditasi A. 
Menurut dia, syarat tersebut salah satu bentuk diskriminasi terhadap hak seluruh warga Indonesia yang ingin menjadi PNS. 

Lantaran, akreditasi kampus atau progam studi itu lebih terkait syarat administrasi kampus tersebut. Bukan ukuran bagi tiap lulusannya. ”Termasuk formasi cum laude yang dibarengkan dengan tes CPNS sekarang ini. Kelak kampus bisa jadi akan mengobral nilai kalau begitu,” ujar dia.

Laode menuturkan, ORI akan terus memantau tes CPNS itu hingga selesai. Mereka pun menerima laporan dari masyarakat atau peserta yang merasa dirugikan. ORI siap memfasilitasi dengan cepat semua keluhan peserta. ”ORI juga akan memberikan saran-saran kebijakan agar tes CPNS bisa lebih baik lagi, lebih profesional,” imbuh dia.

Pengamat kebijakan pelayanan publik Universitas Indonesia (UI), Lina Miftahul Jannah mengakui, pelaksanaan CPNS tahun ini lebih baik ketimbang periode-periode berikutnya. ”Satu insiden di Kemenkeu itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika panitianya lebih teliti,” tuturnya. Seperti teliti menyajikan data kelulusan yang tidak didasarkan urut abjad nama, tetapi skor ujian.

Kepala Unit Penjaminan Mutu dan Satuan Pengawas Internal Fakultas Ilmu Administrasi UI itu mengatakan setiap digelar seleksi CPNS, selalu muncul dugaan kecurangan, suap, atau jual beli kursi. Menurutnya, potensi seperti ini masih ada di tes CPNS 2017. ”Bedanya kalau dahulu banyak pintu yang berpotensi untuk praktik curang, sekarang ini semakin sedikit,” jelasnya.

Dia menuturkan dengan digelar berbasis komputer, kecurangan saat ujian tulis hampir kecil terjadi. Sebab tidak ada lagi isu jual beli kunci jawaban, lembar soal ujian, dan sejenisnya.

Yang perlu diantisipasi oleh panita, menurut Lina adalah, pelaksanaan tes wawancara. Dia mengatakan seleksi wawancara itu sangat didominasi unsur subjektif ketimbang objektifnya. Sehingga tes wawancara sampai saat ini masih menjadi pintu potensi terjadinya kecurangan, kongkalikong dan sejenisnya.

Untuk itu, dia berharap panitia seleksi memilih pewawawancara yang benar-benar bebas dari konflik kepentingan. ”Tetapi mencari orang seperti itu susah,” jelasnya. Menurutnya, perlu ada pengawasan ekstra dalam proses seleksi CPNS berbasis wawancara itu.
Terkait banyaknya pelamar CPNS, Lina menuturkan, sebuah hal yang lumrah. Apalagi tes CPNS terakhir digelar 2014 lalu. Selain itu, tahun ini tes CPNS digelar untuk instansi pusat. Hanya ada satu pemda, yakni Pemprov Kalimantan Utara yang juga membuka lowongan CPNS baru. Dengan instansi terbatas itu, Lina menuturkan, otomatis jumlah pelamar tahun ini membludak.

Lina juga menyinggung soal integritas dan komitmen melayani masyarakat dengan baik oleh para CPNS baru. Dia menegaskan, lulus menjadi CPNS bukan berarti sudah mencapai titik aman. Lina berharap proses prajabatan dari CPNS menjadi PNS, benar-benar dilakukan dengan standar khusus. ”Sehingga, prajabatan untuk menjadi PNS tidak sekedar formalitas,” tuturnya.

Selama satu tahun sebelum mengikuti prajabatan, pimpinan instansi atau unit, sebaiknya mengawasi kinerja CPNS dengan maksimal. Sehingga, nanti bisa keluar penilaian yang bisa mengukur standar kompetensinya. Apakah seseorang yang lolos menjadi CPNS itu layak untuk diangkat menjadi PNS. Lina juga mengatakan di setiap jenjang kenaikan pangkat, juga harus berbasis kinerja.

Di dalam tes CPNS tahun ini pemerintah juga membuka jalur khusus. Yakni untuk pelamar dari Papua dan Papua Barat, lulusan cumlaude, serta penyandang disabilitas. Menurut Lina, kebijakan afirmasi seperti itu tidak menyalahi aturan. Sebab, sudah diatur dalam UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

”Bahkan menurut saya, afirmasinya tidak hanya untuk Papua dan Papua Barat,” jelasnya. Lina mengatakan anak-anak dari Aceh yang juga jauh dari Jakarta atau Jawa, bisa diusulkan juga dibuka formasi khusus. Namun sebelum ditetapkan, harus diawali kajian yang matang. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Gadis tercantik

Mendesak, Aturan Ritel Online