in

Menyorot Aktivitas SPBU di Kota Padang

Waspadai Kecurangan saat Pengisian BBM

Sejak tahun 2017 ini, tercatat tiga stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Padang disegel oleh Dinas Perdagangan Kota Padang. Penyegelan yang dilakukan pada sejumlah nozzle (selang) pompa BBM itu dikarenakan tidak sesuai dengan takaran atau volume melebihi batas kesalahan yang diizinkan (BKD). 

Dalam persoalan ini, ternyata banyak masyarakat yang bertanya-tanya soal akurasi mesin pompa SPBU. Bahkan muncul berbagai kecurigaan adanya dugaan permainan pihak SPBU. Seperti sisa minyak yang ada dalam nozzle pompa, pengembalian uang setelah mengisi bahan bakar, dan lainnya.

Seperti yang disampaikan salah seorang warga Padang, Feni. Dia sering bertanya soal penghitungan bahan bakar yang dibelinya. Apakah dihitung saat BBM keluar dari slang pompa atau bagaimana. Pasalnya, dia banyak melihat petugas SPBU seakan hati-hati menekan katup yang ada pada ujung slang.

“Terkadang saat tengah mengisi, lalu tiba-tiba berhenti saja. Saya sering melihat petugas mengangkat-angkat ujung slang ketika memasukkan bensin ke tangki pada motor,” kata ibu satu anak ini.

Pengalaman lainnya, Wawan, juga merasa tak yakin dengan keakuratan nozzle pompa di sejumlah SPBU di Padang. Mahasiswa UBH ini sering menguji dengan mengisi bensin mobil kakaknya.

“Saya sering melihat indikator tanda bensin di mobil kakak saya. Terkadang ketika mengisi Rp 100 ribu, ada yang mencapai empat kotak. Ada juga yang hanya tiga kotak. Padahal, posisi sebelum mengisi bensin sama-sama satu petak,” katanya.

Terkait pengembalian uang, juga disesali Indriani. Warga Alai ini menilai seakan petugas memperlama untuk mengembalikan uang. Apalagi jumlah pengembaliannya kurang dari Rp 1.000. “Ada kesan melambat-lambatkan. Akhirnya ya, saya pergi saja,” ujarnya.

Hal ini juga dibenarkan Nita. Wanita yang ditemui saat mengisi BBM di SPBU Lolong ini, mengaku jika kembaliannya kurang dari Rp 1.000, dia memang tak meminta kembalian. “Kalau kembaliannya cuma Rp 500 atau kurang dari Rp 1.000. Biasanya saya biarkan saja, malas nunggu lama,” ujar Nita.

Sementara, dari data UPTD Metrologi Kota Padang, penyegelan dilakukan pada SPBU milik PT Hulia Migas di Sawahan. Dinas Perdagangan Kota Padang menyegel salah satu pompa BBM jenis Pertalite, pada 24 Februari 2017. Ini karena ada laporan dari masyarakat ke wali kota Padang terkait adanya kecurangan pada salah satu pompa.

Disperindag Padang saat itu, menemukan pada pompa minyak nomor 9 ditemukan masalah pada alat justir yang sudah haus, sehingga mudah diutak-atik. Akibatnya, dengan kondisi tersebut dilakukan penyegelan pada pompa tersebut.  

Dinas Perindag menyarankan untuk segera membuat surat untuk melakukan tera ulang kembali. Esok harinya pada 25 Februari 2017, dilakukan pencabutan segel pada mesin pompa yang bermasalah dan pompa tersebut sudah dapat beroperasi kembali.

Lalu, pada 27 Februari 2017, SPBU milik PT Petro Niaga Jaya yang terletak di Bypass, Tanjungaua Padang, juga disegel salah satu mesin pompa. Pada mesin pompa nomor 10 setelah diperiksa, melebihi batas kesalahan  diizinkan (BKD). Lalu, tanda tera sudah mati (habis masa berlaku) yakni pada tahun 2014.

Pompa ukur juga bermasalah dari segi display yang tidak baik lagi. Sehingga berpotensi untuk melakukan kecurangan. Maka diminta SPBU sesegera mungkin melakukan perbaikan dan pembuatan permintaan tera ulang kembali ke UPTD Metrologi Kota Padang. Pengukuran baru dilaksanakan pada 16 Maret 2017.

Sedangkan SPBU yang dikelola Puskopolda yang terletak di Lolong, mendapatkan pengawasan berkala yang dilakukan langsung oleh Pusat Metrologi Bandung. SPBU ini dipilih secara random dan pengawasan diserahkan ke Seksi Pengawasan Dinas Perdagangan Kota Padang. 

Operasi pemeriksaan dilakukan pada 21 Maret 2017 yang dilakukan Direktur Metrologi Bandung. Dua pompa mesin disegel karena melebihi BKD. Direkomendasikan untuk memperbaiki dan diminta melakukan penetaan ulang kembali. Pemutusan segel dan peneraan ulang baru dilakukan 21  Maret 2017.

Tak hanya itu, sejumlah kejanggalan juga ditemukan Padang Ekspres. Seperti pada, Kamis (6/4), Padang Ekspres memantau di dua SPBU di Kota Padang.

Pertama, SPBU milik PT Hulia Migas yang berada di Sawahan. Sekitar pukul 12.00, tampak seorang wanita bertubuh tambun membawa beberapa botol bekas minuman mineral ukuran 1,5 liter.

Dengan santainya, ia langsung mengisi sendiri botol-botol tersebut dengan bahan bakar minyak jenis premium. Pahadal, seorang petugas terlihat berada didekatnya. Tak ada teguran ataupun larangan terhadap tindakan wanita tersebut.

Menyikapi itu, Pengawas SPBU milik PT Hulia Migas, Dasfitrian menyebutkan untuk penyegelan, SPBU tempatnya bekerja sudah melakukan tera ulang.

Seperti yang diinformasikan oleh UPTD Metrologi Kota Padang. Juga selama penyegelan sampai saat segel dicabut tidak ada keluhan maupun komplen dari masyarakat terkait masalah tersebut.

Katanya, beberapa pengendara merasa bingung kenapa salah satu mesin pompa untuk bahan bakar jenis Pertalite disegel. Ia menjawab adanya masalah pada mesin namun hal tersebut segera dipebaiki.

“Beberapa pengendara malah bingung dan bertanya kenapa disegel. Ya, kami jawab ada kerusakan mesin sementara, dan akan diperbaiki,” jelasnya saat ditemui di SPBU ini, Jumat, (7/4).

Terkait adanya masyarakat yang melakukan pengisian jeriken, dia menyebutkan bahan bakar jenis Premium sudah dilarang diperjual belikan oleh pedagang eceran. Namun dia mengaku tak ingat betul aturannya. 

Dia juga membantah adanya masyarakat yang bisa mengisi sendiri bahan bakar di SPBU yang diawasinya. Katanya, yang boleh melakukan pengisian adalah petugas SPBU.

Di sisi lain, untuk industri kecil maupun besar, bisa dengan syarat memiliki surat izin dari dinas terkait. Misalnya, indutri rumah tangga dalam skala besar harus mengantongi izin dari Dinas Perdagangan. 

Sementara, Bendahara Puskopolda yang mengelola SPBU di Lolong, Padang, Joko Sutopo menyatakan mengenai penyegelan yang terjadi pada bulan Maret lalu, masalah tersebut sudah teratasi. Memang ada mesin pompa yang rusak namun itu sudah diperbaiki dengan segera. 

Terkait bahan bakar yang diperuntukan bagi nelayan, ia menjawab, SPBU tidak berhak dalam urusan tersebut. Karena sudah ada ketentuan dari PT Pertamina sendiri menunjuk SPBU khus bagi nelayan. Kecuali jika nelayan menyertakan surat izin dari Dinas Perikanan terkait ini sudah pernah ia usulkan kepada para nelayan agar mengurus surat izin tersebut.

Selanjutnya akan diteruskan kepada PT Pertamina namun hingga saat ini tidak ada tindakan dari nelayan itu sendiri. “Kami suda memberitahu kepada nelayan tentang cara-caranya, namun hingga saat ini tidak ada tindakan dari nelayan itu sendiri,” katanya.

Pernah ada nelayan yang komplen tentang adanya larangan untuk membeli bahan bakar jenis premium dengan jeriken. Mereka marah-marah kepada operator dan sampai mengancam, namun tidak sempat terjadi aksi premanisme karena segera dihentikan oleh polisi yang kantornya berdampingan dengan SPBU tersebut.

Terkait, pengembalian uang pengisian bahan bakar, Joko menegaskan petugasnya wajib mengembalikan uang tersebut ke konsumen. Misalnya, konsumen membeli bahan bakar seharga Rp 20.000, namun tangki bahan bakar kendaraanya hanya memuat minyak senilai Rp 19.100. Petugas wajib mengembalikan Rp 900 ribu.

Tetapi yang tak mau mengambil kembalian adalah masyarakat. “Jarang ada pengendara yang minta dikembalikan, kalau uang yang berlebih kurang dari seribu rupiah, kalaupun ada petugas kami pasti memberitahukan,” terangnya.

Dia juga menegaskan jumlah minyak keluar dihitung secara otomatis. Penghitungan dihitung ketika bahan bakar keluar dari bagian ujung slang. 

Di sisi lain, SPBU ini melayani pembelian bahan bakar jeriken di bawah lima liter. Karena menurutnya hal tersebut masih dapat ditoleransi. Misalnya kendaraan mogok kehabisan BBM sebelum sampai SPBU, tentu akan dibantu. 

Sedangkan pemilik SPBU PT Petro Niaga Jaya, Zul (dia tak mau menyebutkan nama lengkapnya) yang dihubungi kemarin (8/4) melalui selulernya tak bersedia berkomentar.

Sementara itu, salah seorang pedagang pengecer BBM di kawasan Gunungpangilun Padang mengaku BBM yang dijualnya ia peroleh dari salah satu SPBU di Padang. Ia mengatakan kalau yang membeli BBM bukan warga setempat akan diminta uang basa-basi untuk operator. 

“Biasanya saya beli di SPBU itu karena saya kenal sama operatornya. Dia ga minta uang lebih,” ujarnya.

Ditanya mengenai larangan bagi pedagang eceran menjual BBM bersubsidi, ia mengaku mengetahui hal tersebut. Namun tetap menjual BBM tersebut. “Kami di sini sudah biasa, tidak pernah ada razia atau semacamnya disini,” tutupnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Empat Rumah Hangus Terbakar

Pernikahan Dini