“Menghentikan perjuangan berarti penghianatan terhadap cita-cita semula dan terhadap korban-korban yang telah jatuh mati atau cacat di medan perjuangan”.
UNGKAPAN Mr Syafrruddin Prawiranegara, pahlawan nasional sekaligus “Presiden yang terlupakan” dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, terpampang di lantai dasar Monumen Nasional Bela Negara atau Museum Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Museum ini berada di Nagari Kototinggi, Kecamatan GunuangOmeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Sabtu lalu (17/12), Padang Ekspres mengunjungi museum yang sudah digagas sejak tahun 2010 tersebut.
Tepatnya, saat Menteri Pertahanan Republik Indonesia kala itu, Purnomo Yusgiantoro berkunjung ke Payakumbuh atas undangan dari pemerintah daerah setempat dan Yayasan Peduli Perjuangan (YPP) PDRI 1948-1949.
“Kita masih ingat. Monas Bela Negara atau Museum PDRI itu dirancang sejak 2010 silam. Pemilihan lokasinya sempat alot. Hingga akhirnya disepakati di Nagari Kototinggi, berdasarkan Keputusan Gubernur Sumbar No. 450-320-2011 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Monumen dan Tugu Bela Negara,” kata Ferizal Ridwan dan Nurberita Ben Yuza, dua aktivis YPP PDRI 1948-1949 yang dihubungi Padang Ekspres secara terpisah.
Meski sudah dirancang sejak 2010, namun pembangunan Monas Bela Negara atau Museum PDRI di Nagari Kototinggi, baru mulai dilaksanakan pada 2013.
Berdasarkan rencana awalnya, museum yang berdiri di atas lahan seluas 20 hektare, hibah dari masyarakat Nagari Kototinggi ini, tidak hanya terdiri museum dan monumen. Tapi, dilengkapi ruang pertemuan, masjid, penginapan, plaza, restauran, dan gerbang.
Semula, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan Monas Bela Negara diperkirakan Rp579 miliar. Namun kemudian disepakati menjadi Rp268 miliar. Sampai Desember 2022 ini, bangunan di kawasan Monas Bela Negara atau Museum PDRI, baru ruang pertemuan dan museum. Sedangkan bangunan lainnya belum berdiri.
Maklum saja, pembangunan museum ini sempat mangkrak. Dari enam Kementerian yang direncanakan akan “mengeroyok” pembangunannya, baru Kemendikbud dan Kemenhan yang memperlihatkan keseriusan. Sementara, Kemensos, Kementerian PUPR, Kemendagri, dan Kemenparekraf belum terlihat aksi nyatanya.
Padahal, pendirian Monas Bela Negara ini tidak hanya wujud penghargaan pemerintah kepada masyarakat Sumbar sebagai basis utama PDRI 1948-1949. Namun, juga penting bagi pembentukan Nationand Character Building‘ generasi muda. Paling tidak, dengan akan menjadi referensi bagi generasi muda, untuk meneladani nilai-nilai perjuangan para pendahulu.
Kembali kepada Kemendikbud, saking seriusnya mengurus Monumen Bela Negara, sejak 2013 sampai 2017 Kemendikbud sudah mengucurkan anggaran Rp42 miliar. Namun, pembangunan tak kunjung selesai. Bahkan sempat mangkrak pada 2017.
Membuat, Mendikbud kala itu, Muhadjir Efendi, yang kini menjabat Menko-PMK meradang. Muhadjir yang berkunjung ke Kototinggi, sempat menyetop proses pembangunan museum. Setelah dilakukan evaluasi, baru pembangunan dilanjutkan kembali pada 2018. Kini, empat tahun sudah berlalu.
Monas Bela Negara atau Monas PDRI di Nagari Kototinggi, mulai terlihat wujud dan rupanya. Ada dua bangunan besar yang terdapat di sana. Bangunan kanan dari jalan masuk utama, berfungsi sebagai ruang pertemuan atau auditorium.
Sedangkan bangunan kiri yang dindingnya dilengkapi lukisan Soekarno-Hatta dan Mr Syafruddin Prawiranegara, dijadikan sebagai Museum PDRI. Bangunan yang dijadikan sebagai Museum ini terdiri dari tiga lantai.
Di lantai dasarnya, terdapat kolam berbentuk oval dengan efek pencahayaan yang keren. Di belakang kolam atau di dinding lantai dasar, terpampang sejarah panjang perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari 1945 sampai 1948.
Sedangkan di lantai dua yang terhubung dengan jenjang di kanan dan kiri, terdapat pula rangkaian sejarah perjuangan PDRI yang disajikan dengan cukup menarik. Sehingga membuat cerita sejarah menjadi tidak menjemukan. Terdapat pula berbagi foto, lukisan, dan infografis yang menarik dipandang mata.
“Desain Museum PDRI ini menarik dan kekinian. Anak-anak muda, pasti suka melihatnya. Karena tidak hanya kaya pengetahuan sejarah, tapi juga Instagramable atau tempat yang bagus untuk berfoto,” kata seorang rekan arsitek jebolan Universitas Bung Hatta Padang yang menemani Padang Ekspres mengunjungi Monas Bela Negara atau Museum PDRI.
Sementara di lantai atas atau lantai tuga Museum PDRI ini, Padang Ekspres belum bisa melihat langsung kondisinya karena akses ke sana hanya bisa dilewati dengan menaiki lift. Saat Padang Ekspres datang, lift tersebut belum bisa digunakan. Namun dari lantai dua, terlihat jika desain museum di lantai tiga, tidak kalah keren dan kekinian.
Sayangnya, keindahan Museum PDRI di Nagari Kotinggi, masih sulit untuk dinikmati semua kalangan. Sebab akses jalan ke museum ini masih sangat memprihatinkan. Ruas jalan dari Nagari Suliki di Kecamatan Suliki menuju Nagari Kototinggi, Kecamatan GunuangOmeh, masih kecil, sempit, dan banyak berlubang-lubang.
Begitupula akses jalan dari pusat pemerintahan Nagari Kototinggi ke lokasi Museum PDRI yang berada di ketinggian bukit, masih terjal, berliku, dan sempit. Pada Desember 2022 ini, memang terpantau ada pembangunan jalan ke kawasan tersebut, namun jalan yang dibangun kecil, itupun belum keseluruhan.
Proses pengerjaanya juga terlihat kejar tayang, berpacu dengan pelaksanaan upacara peringatan Hari Bela Negara yang dihadiri Wagub Sumbar Audy Joinaldi.
Padahal, mengacu kepada hasil rapat koordinasi Pemprov Sumbar dengan stakholders terkait pada 2017 silam dan hasil rekomendasi Tim Fasilitasi Pembangunan Monumen Bela Negera pada tahun yang sama, pembangunan jalan sepanjang 6 km dari Kantor Camat Gunuangomeh menuju lokasi monumen, menjadi tanggung jawab Pemprov Sumbar dan Pemkab Limapuluh Kota, dengan target penyelesaian selama 2 tahun anggaran, dimulai tahun 2018-2019.
Banyak pihak mendorong Pemprov Sumbar dan Pemkab Limapuluh Kota, untuk segera menuntaskan pembangunan jalan dari Kantor Camat Gunuangomeh menuju lokasi Monumen Bela Negara atau Monas PDRI di Kototinggi.
Bila tidak, monumen atau museum ini dipastikan akan punya riwayat serupa dengan museum-museum lainnya di negeri ini yang sepi dari pengunjung. (***)