in

Muliakan Guru, Hentikan Kekerasan

AF, 14, siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Al Karim Noer nekat menikam gurunya sendiri Kurniasih Awaliyah, 35, alias Asih menggunakan pisau sebanyak 13 kali. Dari informasi yang dihimpun, peristiwa berdarah tersebut terjadi sekitar pukul 08.15 di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Al Karim Noer yang berada di Jalan Kolonel Wahid Udi, Kelurahan Soak Baru, Kecamatan Sekayu, Selasa 8 November 2016.

Pendidikan saat ini lebih banyak mengajarkan aspek kognitif saja, dicekoki dengan Iptek. Kondisi ini, menurut Pengamat Kebijakan Publik UGM Agus Heruanto Hadna, mengakibatkan lemahnya aspek perilaku dalam pendidikan. Hal ini terjadi tidak hanya pada siswa, tetapi juga pihak guru. “Jadi, ada ketidakseimbangan antara pendidikan kognitif dengan perilaku,” ucapnya. 

Hadna menyampaikan, terjadinya kekerasan di sekolah menunjukkan tidak bekerjanya komunikasi yang baik antara sekolah dan orangtua murid. Meskipun sudah banyak dibentuk komite sekolah, namun belum banyak memanfaatkan wadah ini sebagai sarana menjalin komunikasi orangtua murid dengan pihak sekolah dengan baik. “Kalau komunikasinya efektif, maka tidak akan terjadi hal-hal seperti ini.”

Dua kutipan berita di atas adalah contoh berita di media cetak, elektronik dan media sosial akhir-akhir ini tentang kekerasan dan penganiayaan terhadap guru. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum maksimal. Guru sebagai sokoguru pendidikan tengah dihadapkan pada kondisi tidak aman. Guru dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai pendidik, mestinya berada dalam situasi yang bebas dan tidak berada tekanan sekecil apa pun. Perlindungan terhadap guru adalah keniscayaan dan kewajiban yang tak boleh terabaikan sedikit jua pun. 

Memuliakan Guru 

Jabatan guru dikatakan sebagai profesi, berarti pekerjaan. Profesional artinya orang yang ahli atau tenaga ahli. Professionalism artinya sifat profesional. Profesi biasa diartikan sebagai suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada keahlian tertentu. Hanya saja tidak semua orang yang mempunyai kapasitas dan keahlian tertentu sebagai buah pendidikan yang ditempuhnya dalam menempuh kehidupannya dengan keahlian tersebut, maka ada yang mensyaratkan suatu sikap bahwa pemilik keahlian tersebut akan mengabdikan dirinya pada jabatan tersebut.  

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 7 Ayat 1, prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut: (1) Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme. (2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. (3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. (4) Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi. (5) Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 
(6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai prestasi kerja. (7) Memiliki kesempatan mengembangkan profesi berkelanjutan. (8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan. (9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal berkaitan dengan keprofesian.

Idealisasi yang hendak dituju oleh guru presional adalah pada kualitas guru Indonesia. Guru profesional tercermin dalam penampilan pelaksanaan tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik materi maupun metode. Dengan keahliannya itu, seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik pribadi maupun pemangku profesinya. 

Di samping keahliannya, sosok profesional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya melaksanakan seluruh pengabdiannya profesional mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai sebagai guru kepada peserta didik, orangtua, masyarakat, bangsa negara dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab sosial, intelektual, moral dan spiritual.

Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya menghargai, serta mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial, serta memiliki kemampuan interaksi yang efektif. 

Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral. 

Hermawan Kertajaya mengemukakan, model pengembangan profesionalitas dengan pola growth with character 2, yaitu pengembangan profesionalitas berbasis karakter. Dengan menggunakan model tersebut, profesionalitas dapat dikembangkan dengan mendinamiskan tiga pilar utama karakter yaitu: keunggulan (excellence), kemauan kuat (passion) pada profesionalisme, dan etika (ethical). 

Dalam kasus guru mengalami kekerasan dari murid dan atau lalai melakukan tugasnya sehingga berakibat munculnya kekerasan anak, titik tekannya lebih pada kurang dipahami dan diamalkan etika profesi. Memang untuk pekerjaan tergolong profesional, biasanya dibuat kode etik profesi yang ditetapkan oleh masing-masing organisasinya. Pada hakikatnya, semua pekerja dan suatu lingkungan pekerjaan sejenis memerlukan perangkat kode etik yang dirumuskan dan disepakati semua anggotanya. 

Dalam hubungan inilah, guru, orangtua dan termasuk seharusnya memahami dasar-dasar kode etik guru sebagai landasan moral dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik profesi merupakan tatanan menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati setiap orang yang menjalankan profesi tersebut.

Sikap mental paling esensi dari seorang guru profesional adalah komitmen dirinya pada tugas pendidik. Komitmen sebagai pendidik profesional dapat menjadi modal bernilai tinggi untuk pencapaian makna keprofesionalan guru. Park menjelaskan, komitmen guru merupakan kekuatan batin yang datang dari dalam hati seorang guru dan kekuatan dari luar itu sendiri tentang tugasnya yang dapat memberi pengaruh besar terhadap sikap guru berupa tanggung jawab dan responsif (inavotif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Komitmen lebih luas dari kepedulian, sebab dalam pengertian komitmen tercakup arti usaha dan dorongan, serta waktu yang cukup banyak. Mulyasa berpendapat bahwa komitmen secara mandiri perlu dibangun pada setiap individu warga sekolah termasuk guru, terutama untuk menghilangkan setting pemikiran dan budaya kekakuan birokrasi, seperti harus menunggu petunjuk atasan dengan mengubahnya menjadi pemikiran yang kreatif dan inovatif.

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa menjadikan guru aman, nyaman dan tenang dalam melaksanakan tugas prefosionalnya, mengharuskan semua stakeholders pendidikan memiliki tanggung jawab sama. Orangtua, dan masyarakat tentu harus menyadari bahwa tanggung jawab mendidik anak yang diserahkan pada guru tentu harus dihargai. Artinya, orangtua dan masyarakat tidaklah melihat pelaksanaan pendidikan dalam batas-batas transaksional saja. 

Nilai, moral, adat dan kepatutan sosial adalah bagian paling penting yang harus diperkuat. Memuliakan guru dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan hukum, memudahkan urusan birokrasi tunjangan profesionalnya dan meningkatkan keprofesionalannya secara berkelanjutan. Dari sisi guru pemuliaan tugas mendidik, guru dituntut untuk melakukan tugas didasarkan pada keyakinan bahwa mengajar itu adalah ibadah dan jadi guru pekerjaan mulia, maka hasil kinerja guru tersebut lebih baik. Selamat Hari Guru. Selamat Pahlawan Pendidikan. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Memeras, Jaksa Ditangkap

Sumatera Barat Destinasi Wisata Halal Dunia