JAKARTA – Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar, meminta para orang tua atau pengawas tidak gagap teknologi (Gaptek). Hal ini diperlukan karena jika anak lebih terbiasa menggunakan gadget, berpotensi terperangkap tindakan menyimpang.
“Ketika anak ada stimulus menyimpang dan pengawasannya lemah atau bahkan Gaptek, ini juga perlu menjadi catatan,” ujar Nahar dalam seminar bertema Lindungi Anak dari Perundungan di Media Daring Saat Pandemi Covid-19, di Jakarta, Selasa (7/7).
Nahar menyoroti tentang banyaknya kasus perundungan antar anak di media sosial. Beberapa kasus perundungan di media sosial dapat berkembang hingga terjadi kontak fisik yang berakibat anak berhadapan dengan hukum.
Ia menyebutkan perundungan anak di media sosial bisa ditemukan dalam bentuk pesan atau unggahan berbau kebencian yang dapat memengaruhi psikologis anak. Peran orang tua dan pengawas kerap terlambat memahami pesan-pesan tersebut sehingga ada anak yang akhirnya berhadapan dengan hukum.
“Ini jadi peringatan untuk semua bahwa internet dan gadget ada sisi baik dan buruk,” jelasnya.
Nahar mengatakan Kemen PPPA terus berupaya menciptakan keamanan dan menggunakan internet secara positif untuk meminimalisir dampak negatif dari konten digital dan media sosial bagi tumbuh kembang anak. Kemen PPPA juga bekerja sama dengan platform-platform media sosial untuk menciptakan internet ramah anak.
“Hari Anak Nasional 2020 dapat jadi momentum edukasi orang tua melindungi anak khususnya dari perundungan di media daring,” katanya.
Manajer Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Dessy Sukendar, menyebut perlu ada batasan interaksi pengguna media sosial terutama dengan orang yang tidak dikenal. Pengguna media sosial tidak perlu ragu untuk menghapus atau memblokir pertemanan jika ada interaksi dari orang yang mencurigakan.
Berdasarkan data Facebook sendiri, hingga kini sudah ada 2,3 juta konten terkait perundungan yang mana jumlah tersebut tidak sedikit. Untuk itu, ia berpesan untuk menjadi warga digital yang baik, harus memiliki kemampuan lebih memperlakukan satu sama lain.
“Jadi, untuk bermain media sosial setiap orang harus pintar. Terutama ketika mengalami perundungan, lakukan hal di atas agar tetap nyaman,” katanya.
Sementara itu, Founder Bully.id, Agita Pasaribu, menilai perundungan daring lebih kejam dibanding perundungan fisik. Pasalnya, banyak kasus perundungan tidak dikenali siapa pelakunya, tidak mengenal waktu, dan mudah tersebar luas.
Agita mengimbau agar orang tua membantu mencegah anak dari berbagai risiko perundungan. Hal ini termasuk membatasi waktu penggunaan teknologi digital dan berani mengunci akun. “Anak-anak juga harus tegas dalam memblokir akun yang memiliki niatan tidak baik,” tandasnya. ruf/N-3