in

Palestina Tuntut lebih dari Pencopotan Detektor

Syekh Raed Saleh, salah seorang takmir Masjidilaqsa, menyamakan kelakuan Israel dengan kelelawar. Keluar di malam hari, mencopoti detektor logam di tengah kegelapan. ”Segalanya belum jelas saat ini. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan kami hadapi begitu bangun di pagi hari,” kata Saleh kepada Al Jazeera, kemarin (25/7).  

Di tengah tekanan keras internasional, Israel memang akhirnya mencopoti detektor logam yang mereka pasang di pintu masuk kompleks Haram Al Sharif, tempat Masjidilaqsa berada, sejak 16 Juli lalu. Atau dua hari setelah dua tentara mereka tewas ditembak tiga warga Palestina. Tiga warga Palestina itu juga akhirnya tewas ditembak serdadu Negeri Yahudi.

Pemasangan detektor itulah, ditambah dengan kamera pengawas, yang membuat situasi di Jerusalem memanas selama dua pekan terakhir. Juga, pencopotan detektor metal pada Senin malam waktu setempat (24/7) atau Selasa dini hari WIB (25/7) tersebut hampir pasti tak akan mereduksi tensi. 

Sebab, masih ada kamera pengawas yang terpasang. Apalagi, enam bulan dari sekarang, Israel akan memasang kamera CCTV yang lebih canggih dan memiliki sensor pengenal. Anggaran yang disiapkan mencapai USD 28 juta atau setara dengan Rp 373,04 miliar. 

Pilar-pilar besi untuk tempat CCTV itu juga sudah dipasang di berbagai sudut. Juga, sampai menunggu peranti keamanan baru tersebut terpasang, Israel akan menambah jumlah aparat keamanan di sekitar Haram Al Sharif. 

Karena itulah, Syekh Najeh Bakirat, direktur Masjidilaqsa, menyebut pencopotan detektor sama sekali belum memenuhi tuntutan kaum muslim. Sikap serupa ditunjukkan pemerintah Palestina. 

“Kami menolak semua hambatan yang menghalangi kebebasan beribadah dan kami menuntut situasi kembali seperti sebelum 14 Juli,” tegas Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah. 

Waqf, pengelola Masjidilaqsa, juga tetap menyerukan agar umat muslim tak beribadah di dalam Masjidilaqsa lebih dulu. Melainkan di luar gerbang Haram Al Sharif hingga Israel menghilangkan seluruh pengamanan berlebihan di kompleks tersebut. 

Dari Turki, Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa Israel-lah yang bakal menjadi pihak yang paling merugi jika tak menunjukkan rasa hormat akan tempat suci ketiga umat muslim tersebut. Dia menyerukan kepada seluruh umat muslim untuk berbondong-bondong pergi ke Masjidilaqsa. 

“Siapa saja yang memiliki kesempatan mengunjungi Jerusalem, Masjidilaqsa, mari semuanya melindungi Jerusalem,” seru Erdogan. 
Menurut Khaled El Gindy, pakar Timur Tengah dari Brookings Institution, pemasangan detektor dan kamera tak boleh semata dipandang dari perspektif keamanan. Di baliknya, ada pesan politik yang memicu kemarahan warga Palestina dan muslim pada umumnya. 

“Kalau pemasangan detektor tersebut tak dilawan, itu sama saja membiarkan Israel menginjak-injak kedaulatan atas tempat suci tersebut dan Jerusalem secara umum,” kata El Gindy kepada Al Jazeera. 

Berdasar kesepakatan antara Israel dan Jordania seusai Perang Arab II pada 1967, pengelolaan Haram Al Sharif akan ditangani Waqf. Warga nonmuslim diperkenankan masuk kompleks itu, tapi tak boleh beribadah di sana. Tapi, Israel berkali-kali melanggar kesepakatan tersebut.  

Di Jerusalem, saat ini ada 400 ribu warga Palestina yang hanya berstatus permanent resident. Sejak 1967, Israel juga terus mendeportasi warga Palestina dengan cara mempersulit perpanjangan status permanent resident. 

Di sisi lain, Negeri Zionis itu telah membangun 12 perumahan ilegal yang dipagari dengan pengamanan sangat ketat bagi warga Yahudi. Sedangkan warga Palestina dilarang membangun rumah atau gedung. Jika ada yang nekat, bakal langsung dihancurkan. 
Keputusan pencopotan pendeteksi logam kemarin diambil setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggelar rapat dengan menteri-menteri senior di bidang keamanan. Hasil voting menunjukkan bahwa para menteri itu menginginkan alat pendeteksi logam tersebut dicopot saja. 

Tidak diketahui apa yang membuat mereka berubah pikiran. Sebab, sebelumnya, Netanyahu juga menggelar rapat dengan berbagai pihak dan hasilnya adalah mendukung pemasangan pendeteksi logam itu. Bentrokan terus-menerus yang menelan korban jiwa, serangan di Jordania, tekanan PBB dan negara-negara Islam, serta kemungkinan meningkatnya kasus penusukan di Israel mungkin menjadi pertimbangan. 

Hubungan Israel dan Jordania memang menegang setelah tragedi penembakan di kantor Kedutaan Besar Israel di Amman pada Minggu malam (23/7). Remaja Jordania yang bernama Mohammed Jawawdeh ditembak mati setelah berusaha menyerang petugas keamanan di gedung itu dengan obeng. Tembakan tersebut juga menewaskan pemilik gedung yang berada di lokasi kejadian. 
Kemarin seluruh staf Kedutaan Besar Israel sudah ditarik pulang. Termasuk si petugas keamanan yang menembak dua warga Jordania itu. Kantor Kedutaan Besar Israel ditutup. Entah untuk sementara atau selamanya. 

Pada hari sama, ribuan orang menghadiri pemakaman Jawawdeh di Kota Wihdat. Mereka membawa foto pemuda itu bersama dengan bendera Palestina dan Jordania.  Mayoritas penduduk Wihdat adalah pengungsi Palestina yang melarikan diri saat pendudukan Israel. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

200 Pejabat Pemko Bergeser

Bikin Rupiah Makin Ramping