in

Panjang Tol dan Laka Lantas Mudik

Meski belum diumumkan secara resmi oleh Polri, Operasi Ramadniya 2017 tampaknya akan mendapatkan apresiasi. Indikator yang utama adalah turunnya angka kecelakaan secara umum, turunnya jumlah korban meninggal, merosotnya jumlah korban luka berat dan luka ringan, juga turunnya total nilai kerugian materi yang menyertai kecelakaan secara keseluruhan. 

Jika statistik parameter mudik dibandingkan antara 2015 dan 2016, penurunan angka kecelakaan lalu lintas (laka lantas) sebetulnya sudah terjadi. Namun, pada 2017, berdasar laporan langsung beberapa media elektronik secara live, kejadian mencolok yang menimbulkan kecelakaan masif tampaknya tidak terjadi. Pada mudik tahun lalu, masih ingat betul bagaimana insiden yang terjadi di tol Brebes exit yang dikenal dengan Brexit menimbulkan korban tewas sam pai 17 orang.

Dari parameter jumlah pemudik yang menggunakan angkutan jalan di darat, angkutan udara, penyeberangan, moda laut, dan kereta api, terdapat peningkatan dari 2015 ke 2016 sebesar 4,75 persen. Pemudik yang menggunakan angkutan jalan darat turun 5,9 persen sehingga menjadi 4,4 juta orang. Namun, pemudik yang menggunakan angkutan udara naik 13,7 persen sehingga menjadi 4,9 juta orang. Pemudik yang melintasi penyeberangan naik 6,6 persen (menjadi 3,8 juta orang); menggunakan kapal laut naik 5,6 persen (menjadi 0,93 juta orang); dan pengguna kereta api mening kat 3,78 persen (menjadi 4,1 juta orang).

Kendati jumlah pemudik meningkat, total kecelakaan pada rentang H-6 sampai H+6 Lebaran berdasar data mudik 2015 dan 2016 justru menurun. Akumulasi laka lantas turun 8,6 persen (2.719 kecelakaan); korban meninggal turun 16,83 persen (504 orang); luka berat turun 13,73 persen (873 orang); luka ringan turun 1,06 persen (3.635 orang); dan kerugian materiil turun 5,09 persen (Rp 5,55 miliar). Secara keseluruhan, terdapat data menarik dari data mudik 2015 dan 2016 tersebut. Jumlah pemudik secara kumulatif meningkat 4,75 persen dari 17,4 juta orang (2015) menjadi 18,1 juta jiwa (2016); tapi laka lantas justru mampu ditekan oleh pemerintah sampai 9,06 persen.

Panjang Jalan Tol

Sebetulnya ada faktor enabler yang dirasakan pemudik tahun ini dan tahun lalu yang menimbulkan perbedaan mendasar. Faktor tersebut adalah panjang jalan tol. Pada 2017 total panjang jalan tol operasional mencapai 924,7 kilometer. Terdiri atas jalan tol pada era Presiden Soeharto sepanjang 490 kilometer (km); Habibie 7,2 km; Abdurrahman Wahid 5,5 km; Megawati 34 km; Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 212 km; dan kini Presiden Joko Widodo 176 km.

Betapapun, kenaikan panjang jalan tol tersebut sangat tidak berarti jika melihat laju kenaikan jumlah kendaraan bermotor baru setiap tahun. Saat ini panjang jalan di Indonesia terdiri atas jalan nasional, termasuk tol 38.500 km, jalan provinsi 25.000 km, jalan kabupaten/ kota 350.000 km, dan seluruh jembatan dengan panjang 9,5 km. Total panjang jalan di Indonesia mencapai 413.510 km.

Namun, sekali lagi, rekor panjang jalan di Indonesia tersebut sungguh tidak berarti jika kita menyaksikan jumlah kendaraan bermotor (ranmor) di Indonesia. Total ranmor pada 2012 mencapai 94.229.299 unit, terdiri atas mobil pribadi (9.524.666 unit), bus (1.945.288 unit), truk (4.723.315 unit), sepeda motor (77.755.658 unit), dan kendaraan khusus (280.372 unit).

Untuk penjualan mobil pribadi saja pada 2016 ada penambahan 1,150 juta unit; 2015 sebanyak 1,2 juta unit; 2014 sebesar 1,195 juta unit; dan 2013 sebanyak 1,218 juta unit. Tanpa memperhitungkan kenaikan jumlah bus, truk, kendaraan khusus, dan sepeda motor yang pertumbuhannya luar biasa di Indonesia, jumlah ranmor di Indonesia sudah mencapai minimal 98.992.299 unit pada 2016. Jika dirata-rata panjangnya 6,8 meter per unit; kebutuhan jalan seharusnya 673.147 km. Jika saat ini hanya tersedia 413.510 km, kemacetan parah memang akan terus berlangsung di Indonesia.

Tanpa bermaksud merendahkan target operasional tol baru pada akhir tahun ini sebesar 568 km dan masih dalam tender sepanjang 1.179,56 km; panjang jalan di Indonesia tetap bagai pungguk merindukan bulan. Bahkan, meski ditambah dengan target penyelesaian tol 2018 sepanjang 1.182,7 km dan target 2019 (1.851,4 km), angka ekuilibrium panjang jalan dan jumlah ranmor tetap belum imbang. Penambahannya tidak akan mampu mengejar pertumbuhan ranmor yang melejit bagai deret ukur, sementara penambahan panjang jalan beringsut pelan konstan hanya bagai deret hitung.

Kombinasi Strategi

Meskipun upaya Polri dan kementerian lain untuk menekan angka laka lantas pada setiap momen mudik demikian luar biasa, penyelesaian masalah hanya dengan jalan tol tetap tidak bisa diandalkan. Masih dibutuhkan kombinasi strategi dari pemerintah agar frekuensi lalu-lalang pemudik dan ranmor di jalan-jalan berkurang. Sebagai gantinya, digunakan alat transportasi masal yang aman dan nyaman. Di samping itu, pengadaan jalan bukan jalan tol di kabupaten/kota dan provinsi harus tetap ada serta ditambah.

Alasan klasik soal alotnya pembebasan lahan juga harus segera menemukan solusi. Saat ini 23 ruas tol masih tertahan, belum dapat dieksekusi karena lahan belum bebas. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) tidak bisa mengeksekusi proyek tol karena pengadaan lahan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) masih lamban. Sementara itu, LMAN tidak bisa bergerak karena berdasar Perpres 102/2016 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional dan PMK 21/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah, dokumendokumen tanah tersebut harus diverifikasi BPKP dengan disertai bukti berita acara (BA) pelepasan hak, bukti bayar, dan peta bidang.

Lihatlah, antarlembaga negara masih berkutat pada persoalan prosedural yang berdampak pada kecepatan penyelesaian masalah. Padahal, pemudik sudah bersabung nyawa dengan risiko kehilangan nyawa. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Stok Berkurang, Harga Cabai Mulai Naik

Sanksi THR Diputus Usai Lebaran