in

Payong On Pisang dan Raket Bak Pisang dalam Politik

Oleh: Nazarullah ZA, S. Ag, M. Pd *

Sore tadi, salah satu sudut desa Kota Banda Aceh diguyur hujan. Saat hujan turun, di jalan terlihat orang-orang yang berjalan kaki dengan menggunakan payung untuk melindungi diri agar tidak basah kuyup.

Namun ada pemandangan yang berbeda diantara penduduk yang berjalan kaki dalam hujan deras itu, diantara mereka ternyata ada dua anak kecil yang melindungi diri agar tidak basah, dengan menggunakan daun pisang.

Tiba-tiba, kedua anak itu masuk sebuah rumah, dan dicampakkanlah daun pisang yang dijadikan payung dalam hujan tadi di pekarangan rumah.

Dalam hati aku bergumam, ternyata benar kata orang tua: “Janganlah kamu hidup di dunia ini seperti payung daun pisang”. Artinya, saat hujan akan bermakna, tapi bila sudah tidak diperlukan, akan dicampakkan.

Nasib menjadi daun pisang dikala hujan memang tidak menyenangkan. Dia berguna hanya insidentil saja, dan setelah itu bakal tidak bermanfaat sama sekali, dicampakkan dan seterusnya akan diinjak-injak oleh siapa saja yang berlalu lalang.

Dalam kehidupan ini, kita suka atau tidak, perumpamaan seseorang seperti “Payong On Pisang” akan selalu kita dapati. Hal ini bisa saja terjadi dalam kehidupan masyarakat desa, masyarakat kota atau bahkan dalam kancah politik. Keberadaanya selalu akan bermakna di saat-saat genting dan penting, tapi dikala keberhasilan sudah digapai dan hajat sudah terpenuhi, orang yang diposisikan sebagai “payung daun pisang” itu dengan serta merta akan dilupakan.

Mental Hipokrit
Kalau dalam bidang politik, orang-orang yang berada seperti daun pisang akan sering kita jumpai pada kelompok relawan yang selalu berada di garda terdepan. Mereka sangat bermakna di berbagai lini masa kampanye sampai dengan memantau hasil pemungutan suara. Tapi setelah prosesi pelantikan, kebanyakan mereka tidak pernah muncul lagi atau malah tidak pernah jumpa lagi dengan pasangan calon yg dibelanya beberapa waktu yang lalu, atau bahkan jasa-jasa mereka akan terlupakan sama sekali.

Begitu pula halnya dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan orang-orang yang posisinya seperti payung daun pisang sangat sering kita jumpai. Jasa seseorang akan sering digunakan untuk maksud tertentu. Bila keinginannya sudah tercapai, maka orang-orang yang dulunya dianggap penting, lambat laun akan dikesampingkan atau pelan-pelan akan dilupakan.

Ironisnya lagi, orang-orang tertentu yang dulunya menjadi tempat dia menyampaikan hal, seiring waktu saat dia sudah berhasil dengan apa yang dia peroleh saat ini, maka jasa orang, teman, sahabat yang dulunya bermakna dan sangat penting akan dilupakan dan didelet dalam memory kehidupannya. Manusia yang semacam ini kalau boleh kita umpamakan adalah ibarat manusia yang bermental hipokrit dalam mewujudkan angan-angan dan cita-cita tertentu. Dia butuh untuk bernaung di “ketiak” seseorang, tapi mudah melupakan jasa dan keberadaannya saat keinginan sudah tercapai.

Menjadi Payong On Pisang memang sangat tidak enak. Tapi bila anda sudah terlanjur dan pernah diposisikan sebagai payung daun pisang yang digunakan dan sangat bermakna dikala hujan, nikamati dan ikhlas kan saja. Paling tidak, anda saat itu sudah pernah berbuat satu kebaikan, dengan kebaikan itu semoga saja akan menjadi sebuah pekerjaan yang bernilai sosial.

Ikhlaskan Saja
Banyak orang yang pernah menjadi payung daun pisang dalam kehidupan, menjadi sedih dan bahkan kadang-kadang stress. Hari-harinya selalu meradang dan kadang kala murung, saat tahu dirinya selama ini hanya dijadikan sebagai alat untuk menggapai keinginan orang lain. Saran saya, janganlah anda larut dengan permasalahan itu. Bila anda terus larut dan sedih, maka anda sebenarnya sedang mendhalimi diri sendiri.

Tapi bagaimana juga? Lupakan saja masalah tersebut, berusahalah untuk ikhlas, dan teruslah berbuat kebaikan kepada sesama, walau anda dijadikan sebagai Payong On Pisang. Payong On Pisang tidaklah hina, bila hina dimata manusia, tapi tidak pernah hina dalam pandangan Allah SWT. Berfikirlah positif, bila saat ini anda menjadi “on pisang” pengganti payung orang berjalan dalam hujan, insya Allah suatu saat nanti anda akan benar-benar menjadi payung beneran (Umbrella) di tempat lain dan di hati orang lain.

Move on-lah, dan lupakan kejadian masa lalu, teruslah beraktifitas yang positif dalam kehidupan ini. Yang namanya kebajikan itu pasti akan selalu mendapatkan ganjaran yang baik. Bila bukan anda yang akan menikmati hasil dari kebaikan yang anda perbuat selama ini, insya Allah, besar kemungkinan nantinya, anak dan cucu anda yang akan mewarisi kebaikan yang anda perbuat pada masa lalu. Payong On Pisang dan Raket Bak Pisang, adalah dua alat yang bernilai positif dalam menebarkan kebaikan dan kebajikan bagi sesama.

Semoga tulisan ini menjadi renungan bagi rekan-rekan yang membacanya dan akan terus menjadi motivasi bagi penulis untuk terus berbuat hal-hal yang positif dalam membantu dan memotivasi orang-orang yang berada di sekitar penulis. Wakuli’malu fasayarallahu amalakum warasaluhu wal mukminuun…

*Penulis adalah Alumnus Dayah Modern Al-Furqan Bambi, Sigli, dan Widiyaiswara Kemenag Aceh.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Presiden Ajak Ulama Jaga Keamanan Negara Dari Ormas Radikal

Komitmen, Fokus, dan Inovasi Kunci Sukses Koperasi