Sepanjang bulan ini, dunia memperingati Bulan Peduli Autisme Sedunia. Pembukanya adalah kemarin, saat Hari Peduli Autisme Sedunia dimulai. Di berbagai media, juga media sosial, beredar lambang potongan puzzle berwarna-warni. Ini adalah simbol yang biasa dipakai untuk menggambarkan autisme: seperti kepingan misteri, dengan spektrum alias warna warni yang begitu luas.
Di dunia, pada 2011 lalu diperkirakan ada 35 juta penyandang autisme. Artinya, ada 6 penyandang autism per 1000 orang di berbagai negara. Di Indonesia, tidak mudah mendapat data penyandang autisme. Yayasan Autisme Indonesia menyebut, belum ada survei resmi sehingga tidak diketahui angka pasti dan perkembangan autisme di tanah air. Yang ada sebatas perkiraan dari Kementerian Kesehatan pada 2013 lalu, dengan dugaan jumlah anak autis di Indonesia sekitar 112 ribu.
Di Indonesia, autisme masih penuh misteri. Tidak banyak yang tahu persis apa dan mengapa autisme terjadi. Untungnya, sekarang kata ‘autisme’ tak lagi banyak sebagai bahan lelucon. Dulu, sangat sering kita mendengar kata ‘autis’ dipakai untuk menggambarkan mereka yang sibuk dengan dunianya sendiri. Seiring waktu, juga edukasi soal autisme, kata itu makin jarang dipakai sebagai bahan ledekan.
Ini bagus. Akan lebih bagus lagi jika ada langkah pemerintah yang konkrit dalam mengurus soal autisme – utamanya dari aspek pendidikan. Saat ini, sarana pendidikan bagi penyandang autisme lebih banyak berupa inisiatif pribadi. Sepertinya belum ada cetak biru dari pemerintah soal pendidikan penyandang autisme. Padahal ini wajib dilakukan pemerintah dalam memenuhi hak semua warga negara atas pendidikan.
Jika kita baru bisa bersandar pada banyak inisiatif pribadi soal autisme, maka kita mesti mendorong ada lebih banyak lagi inisiatif pribadi itu. Dengan bentangan Indonesia yang begitu luas, maka PR kita sangat besar. Di saat yang sama, kita dorong terus pemerintah berbuat lebih banyak bagi penyandang autisme, termasuk pada anak berkebutuhan khusus secara umum.