Wacana Presiden ingin menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur merupakan langkah yang tidak tepat.
JAKARTA – Sebelum mengeluarkan wacana tentang penggunaan haji untuk investasi di infrastruktur, seharus Presiden melakukan survei kepada calon jemaah haji. Hal ini untuk mengetahui apakah calon jemaah haji setuju dananya digunakan untuk investasi.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menanggapi adanya pemanfaatan dana haji untuk investasi di infrastruktur di Tanah Air yang diwacanakan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
“Presiden harus bertanya kepada minimal 30 persen calon jemaah haji, apakah dananya rela dipakai untuk pembangunan infrastruktur,” kata Tulus, di Jakarta, Jumat (28/7).
Tulus sendiri tidak setuju dengan keinginan Persiden Jokowi tersebut. “Itu melanggar aturan (pemanfaatan dana haji). Makanya kami menolak untuk dipakai untuk infrastruktur.
Apalagi kita tahu jemaah haji itu kan ibadah yang uangnya nggak boleh dipakai untuk main-main karena menyangkut riba, dan lain-lain. Jadi harus dikelola secara syariah, bisa nggak infrastruktur itu masuk dalam kategori syariah tadi,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi II DPR, Yandri Susanto. Menurutnya, wacana tentang kebijakan yang ingin menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur merupakan langkah yang tidak tepat.
“Dana haji milik umat dan sebaiknya pemerintah mengajak umat menggunakan dana yang sejatinya dipergunakan untuk umat,” kata Yandri. Ia menambahkan, pemerintah seharusnya berbicara dan duduk bersama terlebih dahulu terhadap berbagai organisasi perwakilan umat yang representatif.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mencontohkan, ada Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan komponen umat Islam lainnya. Ini diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak kontradiktif atau kontroversial di tengah-tengah masyarakat.
Ada Kesalahpahaman
Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengatakan ada kesalahpahaman mengenai wacana penggunaan dana haji untuk infrastruktur. Padahal, sebenarnya adalah investasi dana haji di infrastruktur.
“Ada kesalahpahaman terhadap istilah penggunaan dana haji untuk infrastruktur. Karena kalau diartikan, misalnya dana haji 90 triliun rupiah, terus 10 triliun rupiah digunakan untuk belanja ke infrastruktur, ya, itu tidak boleh, karena itu uangnya pemilik calon haji tersebut. Yang betul adalah investasi dana haji di infrastruktur,” ujar Bambang.
Bambang menuturkan, investasi dana haji di proyek infrastruktur, sama dengan investasi dana haji yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Agama ke bank syariah maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk.
Menurut Bambang, investasi dana haji di infrastruktur lebih menjanjikan. Imbal hasil yang menjanjikan dan diharapkan pengelola dana haji dapat memanfaatkannya sehingga hasil dari investasi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan layanan ibadah haji itu sendiri.
“Jadi, sebenarnya niatnya adalah bukan sekadar infrastruktur, melainkan memberikan return yang bermanfaat bagi calon jemaah haji kita.
Dana haji itu harus dikelola dengan baik sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan haji menjadi lebih baik,” kata Bambang. cit/Ant/E-3