Pemerintah mempercepat fasilitasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang ditandai dengan penandatanganan nota kerja sama 10 pimpinan Kementerian dan Lembaga (K/L) Negara di Kementerian Agama, Provinsi DKI Jakarta, Kamis (13/8).
Sepuluh K/L dimaksud adalah Kementerian Agama, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah, Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Dalam Negeri, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, dan Komite Nasional Ekonomi Dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, percepatan sertifikasi halal untuk produk UMK menjadi komitmen pemerintah. Bahkan, Presiden juga memberi penekanan agar UMK tidak dibebani biaya alias Rp0.
“Untuk UMK, kami sepakati di kabinet bahwa pengurusan sertifikat halal itu gratis atau tanpa biaya. Kami sepakat bahwa kriteria UMK adalah usaha dengan omzet di bawah Rp1M,” tegas Menag di Jakarta, Kamis (13/8).
“Hari ini kita bertemu untuk menandatangani MoU terkait percepatan fasilitasi sertifikasi halal bagi pelaku UMK. Kita punya kepentingan yang sama, membangun masa depan yang baik dan beri kemudahan kepada UMK,” lanjutnya.
Menag menjelaskan, proses sertifikasi halal di Indonesia sudah berjalan sejak 1988 dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menag mengapresiasi kiprah yang selama ini dijalankan oleh MUI.
Proses sertifikasi halal kemudian mengalami babak baru sehubungan terbitnya UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Tindaklanjut dari terbitnya UU ini adalah pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Melalui UU itu, selain MUI, lembaga pemeriksa halal juga bisa dilakukan oleh lembaga dan universitas yang memenuhi syarat, serta masyarakat. Fatwa halal juga tidak hanya dapat dikeluarkan oleh MUI, tapi juga oleh ormas Islam yang berbadan hukum.
“Saya sudah mendapat arahan dari Wapres terkait ormas Islam bersama MUI bisa mengeluarkan fatwa halal. Dengan standar yang sama, dalam satu wadah MUI bersama elemen ormas” tutur Menag.
Menag berharap, perubahan proses ini akan berdampak pada percepatan sertifikasi halal. “Awalnya proses sertifikasi halal mencapai 93 hari. Ini terlalu lama sehingga dipercepat menjadi 21 hari, meski Singapura hanya 15 hari. Ini langkah maju. Semoga ke depan lebih cepat,” tegas Menag.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengapresiasi kebijakan sertifikasi halal Rp0 bagi UMK. Teten mengaku selama ini banyak menerima keluhan terkait biaya sertifikasi yang dinilai memberatkan.
Ia berharap, dengan adanya nota kesepahaman yang ditandatangani hari ini, keringanan biaya untuk UMK bisa segera diberlakukan. Hal itu, kata Teten, akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan UMK.
“Kemudahan dan fasilitasi sertifikasi halal dan pemberlakukan tarif afirmasi Rp0 untuk omzet di bawah 1M ini akan disambut pelaku UMK. Sebab, mereka juga ingin ikut sertifikasi halal. Kebijakan Rp0 ini akan menggembirakan UMK. Kami berterima kasih kepada Menag atas inisiatif ini,” ujar Menteri Koperasi dan UKM.
Menurut Teten, kerjasama ini diharapkan akan memperkuat UMK dalam menghadapi penurunan daya beli akibat covid. UMK butuh sertifikasi halal untuk mempercepat akses mereka terhadap pasar pengadaan barang melalui LKPP.
“Kami berharap kolaborasi ini terus berlanjut sehingga UMK mampu bertahan dan merajai pasar lokal di tengah pandemi. Mari promosikan UMK dan koperasi nasional sehingga mereka bisa terus tumbuh,” tegasnya.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso dalam laporannya menyampaikan bahwa sejak 17 Oktober 2019 hingga 12 Agustus 2020, ada 7.163 pendaftar sertifikasi halal. Jumlah itu terdiri atas 5.085 pendaftar pelaku UMK, 1.198 pelaku usaha menengah, dan 880 pendaftar usaha besar.
Sukoso berharap, penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Agama dengan sembilan K/L terkait ini akan mempercepat proses sertifikasi halal, khususnya bagi UMK. Jalinan kerja sama ini nantinya berbentuk dukungan kebijakan, program, dan anggaran, serta sosialisasi dan pendampingan sertifikasi halal. Termasuk dalam cakupan kerjasama lintas K/L ini adalah proses pembiayaan pengurusan sertifikasi halal, pendataan, koordinasi pembinaan pelaku UMK.
Selain fasilitasi sertifikasi halal UMK, kerja sama ini juga dijalin dalam fasilitasi penyelia halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Aspek kerja samanya mulai dari penyediaan calon penyelia halal, penyediaan data penyelia halal, pembiayaan keikutsertaan dalam diklat sertifikasi penyelia halal, pembiayaan keikutsertaan uji kompetensi sertifikasi penyelia halal; dan/atau sosialisasi, informasi, dan edukasi penyelia halal dalam rangka pendampingan pelaku usaha mikro dan kecil.
“Perlu adanya komitmen dan sinergi bersama antar lembaga-lembaga pemerintah dalam memberikan fasilitasi sertifikasi halal untuk usaha mikro dan kecil,” jelasnya.
Sukoso berharap, pelibatan lembaga penyelenggara negara di bidang perindustrian, perdagangan, pariwisata, ekonomi kreatif, badan usaha milik negara serta lembaga filantropi Islam, akan mempercepat dan mengakselerasi implementasi amanat penahapan kewajiban sertifikasi halal selama 5 (lima) tahun bagi produk makanan dan minuman sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019.
Turut hadir di kantor Kementerian Agama dalam penandatanganan kerja sama ini, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Sekjen Kemendagri Muhammad Hudori. Sementara Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Ketua Baznas Bambang Sudibyo, Ketua BWI Mohammad Nuh, dan Direktur Eksekutif KNEKS Ventje Rahadjo mengikuti secara daring melalui video conference. (Humas Kemenag/EN)