Ditegaskan dalam Permendagri 109/2016
Harapan siswa mengeyam pendidikan gratis di SMA dan SMK masih terbuka. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat aturan yang memungkinkan kabupaten/kota bisa membantu pembiayaan sekolah yang telah menjadi kewenangan pemerintah provinsi itu.
Mendagri Tjahjo Kumolo menuturkan sudah membuat Permendagri yang memungkinkan bantuan pembiayaan untuk SMA dan SMK tersebut. Kabupaten/kota yang ingin pendidikan di jenjang tersebut tetap gratis, bisa mengucurkan APBD-nya untuk membantu pemprov.
“Silakan saja (membantu pembiayaan). Kami sudah buat Permen (Permendagri, red) nya. Surabaya boleh saja,” ujar Tjahjo usai rapat terbatas di Kantor Presiden, kemarin (12/1).
Lampu hijau itu seolah menjadi jalan tengah untuk tetap menjamin pendidikan di SMA dan SMK yang sebelumnya telah dikelola dengan baik oleh pemkot/pemkab.
Sebab, dengan pindah pengelolaan ke pemprov, siswa SMA dan SMK yang semula tidak dipungut SPP harus membayarnya. “Bagi daerah kayak Surabaya yang tidak mau (alih kelola) ya tidak apa-apa. Jangan dipaksakan,” imbuh dia.
Protes alih kelola SMA/SMK itu sebenarnya sudah dilakukan sejak awal Maret 2016 ke Mahkamah Konstitusi oleh empat warga Surabaya. Yakni, Ketua Komite SMAN 4 Surabaya Bambang Soenarko, Ketua Komite SMPN 1 Surabaya yang juga wali murid SMAN 5 Surabaya Enny Ambarsari, Radian Jadid, dan Wiji Lestari.
Mereka melakukan uji materi Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang salah satunya mengatur pemindahan pengelolaan pendidikan menengah. Mereka menilai, pengalihan tersebut justru merugikan siswa-siswa di daerahnya.
Sebab, dengan pengalihan tersebut, mereka khawatir jika kualitas yang diterima siswa mengalami penurunan. Selain dari Surabaya, gugatan juga dilakukan wali murid asal Kota Blitar. Hingga kini, belum ada putusan akhir MK terkait gugatan tersebut.
“Di MK belum ada keputusan. Ya, tetap jalan (UU Pemda, red),” ujar Tjahjo. Khusus kasus di Surabaya, dia berharap ada koordinasi yang apik antara Pemko Surabaya dengan Pemprov Jatim terkait alih kelola tersebut.
Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek membenarkan jika pemerintah kabupaten/kota diperbolehkan membantu SMA/SMK. Hanya saja, hal tersebut sebatas pada urusan pembiayaan.
“Kalau struktur, otomatis sudah di provinsi semua sekarang,” ujar pria yang akrab disapa Doni itu saat dihubungi koran ini, kemarin (12/1). Dia menegaskan, pengelolaan itu merupakan amanat UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang disahkan rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketentuan tersebut, tertuang dalam Permendagri 109 Tahun 2016 yang menjadi pengganti Permendagri 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017. Pada Permendagri itu dijelaskan, diperbolehkan melakukan pembiayaan bagi SMA/SMK.
“Bagi pemko yang secara fiskal mampu seperti Surabaya, boleh membantu dan membiayai SMA/SMK,” imbuhnya. Dia mengakui selain kebutuhan operasional, pemprov juga berpotensi menanggung beban pembiayaan guru honorer yang sebelumnya direkrut pemkot.
“Sepanjang dibutuhkan, kan dia (guru honorer) dapat beralih,” imbuhnya. Oleh karenanya, Pemko/Pemkab juga bisa membiayai melalui anggaran program dan kegiatan.
Doni menambahkan, selain diatur dalam Permendagri, ketentuan tersebut juga sudah disosialisasikan melalui radiogram. “Perintah Mendagri melalui Radiogram sudah dikirim tanggal 30 Desember 2016 ke pemerintah provinsi,” imbuhnya.
Namun, keberadaan Permendagri itu tidak bisa berjalan efektif pada tahun ini. Sebab, APBD kabupaten/kota tentu sudah disahkan. Sehingga, tidak mungkin ada alokasi angaran untuk siswa SMA dan SMK pada APBD yang telah disahkan.
Lantaran, pendidikan menengah bukan menjadi kewenangan Pemko/Pemkab. Kecuali dibahas pada perubahan APBD tahun berjalan.
“Tahun ini tetap tidak bisa membantu SMA dan SMK. Karena, APBD sudah digedok,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia (Adkasi) Agus Sholihin kemarin.
Dia menganggap sejak awal UU 23/2014 tentang Pemda itu memang sudah bermasalah. Lantaran pembagian kewenangan itu banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Dia mencontohkan urusan pendidikan SMA dan SMK.
“Anggaran pemprov tentu terbatas kalau untuk mengurusi SMA dan SMK. Kami pun tidak bisa anggarkan, karena sudah bukan kewenangan kami,” ujar dia.
Plt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menuturkan, sejak awal alih kelola itu juga sarat persoalan. Seperti tarik menarik kewenangan yang belum semua pemkab dan pemko setuju. Sebab, mereka menganggap sudah membina, mengalokasikan dana, hingga mendirikan aset sekian tahun.
“Mereka merasa ini adalah milik pemkab/pemko jadi mungkin itu yang tarik menarik. Soal lain, yang berimplikasi baik politik dan sebagainya saya kira itu bagian dari implikasi logis,” ujar dia di Kantor Wakil Presiden, kemarin.
Dia menuturkan, semangat awal dalam alih kelola itu ditujukan untuk mendistribusikan guru di daerah. Sebab, masih daerah yang kekurangan guru. Sedangkan daerah lain berlebih jumlah gurunya.
“Tapi, proses belajar mengajar tidak terganggu mutasi karir dan lainnya. Karena, banyak laporan guru yang tiba-tiba sudah tidak lagi menjadi kepsek karena dipindahkan,” ujar dia.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Asman Abnur menuturkan, distribusi guru itu dilaksanakan tahun ini. Setidaknya pada tahun ajaran baru sudah ada redistribusi guru, sehingga kebutuhan di tiap daerah seimbang.
“Harus tahun ajaran baru semua sudah mulai perpindahan itu,” tegas dia. (*)
LOGIN untuk mengomentari.