Oleh: Tria Afifah Febrizal, Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas
Kata krisis berasal dari bahasa Yunani krisis (kpion), yang berarti “keputusan”. Ketika krisis terjadi, perusahaan harus memutuskan apa yang harus dilakukan bergerak ke kiri, atau bergeser ke kanan, ke bawah atau ke atas, bertarung atau melarikan diri.
Krisis Public Relations adalah peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas perusahaan.
Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tidak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul krisis yang dapat mengancam keberadaanya. Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali setelah itu.
Krisis juga dianggap sebagai “turning point in history life”, yaitu suatu titik balik dalam kehidupan yang dampaknya memberikan pengaruh signifikan, kearah negatif maupun positif, tergantung reaksi yang diperlihatkan oleh individu, kelompok masyarakat, atau suatu bangsa.
Pada lingkup instansi pemerintah, beragam sekali terjadi masalah yang berawal dari satu isu hingga terjadinya krisis dalam instansi-instansi pemerintahan yang pada umumnya beredar informasi di suatu media. Dengan demikian, perlu adanya praktisi humas untuk mengelola suatu krisis yang terjadi agar krisis tersebut segera teratasi.
Humas BPK RI mengungkapkan adanya tiga proses tahapan dalam penanganan krisis, yaitu pra-krisis, krisis, dan pasca krisis. Beliau mengatakan pada pra-krisis, praktisi humas dapat melakukan dua tahapan yaitu tahap monitoring media dan analisis berita.
Pada tahap monitoring berita, para humas memantau serta menilai hal yang berpotensi sebagai krisis di masa mendatang. Media yang dilakukan pengamatan pun beragam, mulai dari berita di media massa, seperti koran dan televisi, hingga media sosial. Adanya divisi khusus yang memantau secara harian yang fokus pada pemberitaan terhadap suatu instansi.
Selanjutnya pada analisis berita, setelah mendapatkan berita yang berpotensi terjadi krisis melanjutkan kepada analisis berita tersebut.
Di tahapan analisis, adanya beberapa teknis yang harus dilakukan. Yaitu dengan menilai pengaruh dari media yang mengeluarkan media tersebut, hingga isi berita dengan mencocokkan dengan data yang sebenarnya. Data-data tersebut dilakukan dengan beberapa metode yang bertujuan untuk mencocokkan data berita dengan data asli terhadap kenyataan suatu instansi.
Berikutnya, pada tahap krisis. Di mana tahap ini dimulai dengan respons awal, yang di mana setelah adanya prakrisis hasil serta data yang disiapkan dalam menghadapi krisis, dipublikasikan pada tahap ini.
Proses ini dilakukan dengan waktu yang relative singkat dengan tujuan agar dapat mencegah masalah selanjutnya yang mungkin akan timbul terjadi di masa mendatang. Proses ini dapat diartikan seperti melakukan klarifikasi terhadap krisis terkait. Namun hal yang disampaikan pada proses ini biasanya bersifat umum dan tidak mendetail. Lebih lanjut, proses strategi komunikasi krisis dengan tujuan menyebarluaskan tanggapan pimpinan terhadap krisis melalui berbagai media.
Pada tanggapan ini, pihak CSR harus menyajikan data-data jika krisis dari suatu isu tersebut terbukti salah atau hoax. Sehingga isu tersebut dapat dipatahkan. Jika sebuah isu yang menyebabkan krisis tersebut memang benar terjadi, maka praktisi humas dapat menyertakan alasan yang konkret atas suatu isu dan permintaan maaf.
Pada tahap terakhir, yaitu pasca-krisis hal ini terjadi jika tahap krisis sudah dilaksanakan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara monitoring media, bertujuan dalam mengevaluasi kegiatan pada tahap krisis yang sudah terjadi. Pada monitoring juga melihat bagaimana perkembangan isu tersebut, apakah sudah ke arah positif atau negatif.
Beralih dari Humas BPK RI yang sudah menjelaskan mengenai tahapan-tahapan mengenai penangan krisis. Maryulis Max SSos MIKom, selaku Bidang Diskominfo Penko Padangpanjang, menjelaskan mengenai tupoksi Diskominfo yang memiliki SOP Kehumasan yaitu seluruh publikasi hanya satu pintu yaitu dari Kominfo. Dalam menangani pemberitaan, ia hanya menjalankan peranan humas yaitu sebagai penasihat mengelola informasi, fasilitator komunikasi, proses pemecahan masalah dan menjadi teknisi komunikasi.
Sementara, Margono Benny Purwindra MIKom, selaku Humas Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Siak Provinsi Riau, menjelaskan bahwa humas merupakan sebuah proses komunikasi strategis dalam membangun hubungan antara organisasi dengan publik.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh tim humas yaitu, menjalin hubungan dengan media, mengelola media sosial, dan menjadi humas di era digital. Jika adanya pejabat OTT, maka itu akan merusak reputasi instansi. Usaha humas di sini harus berusaha menggunakan media relationsnya agar media tidak mem-blow up kasus itu, tidak menempatkannya pada headline agar berita itu tidak terkesan terlalu penting. Kedekatan dengan media dapat membuat berita itu dimuat di halaman belakang saja, atau diberitakan di berita tengah malam.
Dapat disimpulkan bahwa setiap praktisi humas akan selalu mengeluarkan strategi terbaik dalam mengelola krisis. Hal tersebut bertujuan agar pemberitaan negatif di media dapat berkurang. Dan juga sebagai seorang humas harus aware terhadap yang terjadi lingkungan internal maupun eksternal agar tidak terjadinya suatu krisis.(***)