» Angka Kemiskinan pada Maret 2020 mencapai 26,42 juta jiwa atau 9,78 persen dari total penduduk.
» Ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan pokok harus dijaga.
JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang mulai terdeteksi di Indonesia pada pekan kedua Maret lalu menyebabkan pemerintah mengambil berbagai langkah antisipasi seperti pembatasan pergerakan manusia dan barang yang berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat. Langkah tersebut berkontribusi pada meningkatnya angka kemiskinan pada Maret menjadi 26,42 juta jiwa atau 9,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin itu bertambah 1,63 juta jiwa dibandingkan September 2019 yang tercatat 24,79 juta jiwa dan dibanding Maret tahun lalu bertambah 1,28 juta jiwa.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, dalam keterangan secara daring di Jakarta, Rabu (15/7), mengatakan meningkatnya angka kemiskinan tersebut jika dilihat dari hasil survei sosial demografi karena pandemi membatasi aktivitas semua lapisan masyarakat, sehingga pendapatan menurun.
Menurut dia, sejak pandemi Covid -19 di Indonesia, pihaknya melakukan survei dan hasilnya menunjukkan 70 persen masyarakat berpendapatan rendah atau kurang dari 1,8 juta rupiah per bulan mengaku pendapatanya menurun, sedangkan tiga dari 10 masyarakat dengan pendapatan di atas 7,2 juta rupiah per bulan juga mengaku pendapatannya turun.
“Artinya, pandemi menghantam seluruh lapisan masyarakat dengan catatan dampaknya jauh lebih dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah,” paparnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan penurunan pendapatan juga tecermin dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama (Q1-2020) di mana konsumsi melambat menjadi 2,8 persen dari biasanya 5 persen.
Menaggapi peningkatan kemiskinan itu, Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan, mengatakan kondisi itu sudah diprediksi sebelumnya karena perlambatan ekonomi sudah terjadi sejak 2018.
“Badai Covid-19 ini makin memperparah dan langsung berdampak ke kemiskinan dan pengangguran di Indonesia,” kata Fajar kepada Koran Jakarta.
Pelambatan ekonomi dan Covid-19, jelasnya, mengakibatkan penurunan pendapatan yang sangat signifikan, sehingga menarik kelompok masyarakat yang rentan miskin berubah status dari kelompok masyarakat berpendapatan menengah menjadi miskin.
Daya Beli
Selain itu, sektor informal yang banyak digeluti oleh mayoritas masyarakat kelompok rentan itu juga mulai bergejolak di awal 2020, khususnya sektor transportasi sehingga pendapatannya turun signifikan.
“Sementara bantuan sosial (Bansos) yang bisa jadi bantalan baru digelontorkan pada April 2020, jadi wajar ada peningkatan angka kemiskinan,” kata Fajar.
Untuk menahan angka kemiskinan tidak terus meningkat, pemerintah, jelas Fajar, harus mampu menjaga stabilitas harga, khususnya harga barang kebutuhan pokok atau pangan.
Selain itu, di sisi demand, perlu dijaga daya beli masyarakat dengan memberikan bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) ataupun paket sembako tanpa ada persyaratan khusus kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi.
“Penyaluran bantuan tersebut juga harus cepat dan tepat menyasar kelompok masyarakat yang terdampak tadi,” paparnya.
Dihubungi secara terpisah, pengamat ekonomi, Abdul Manap Pulungan, mengatakan selain disebabkan dampak Covid-19 meningkatnya angka kemiskinan juga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di dalam negeri yang belum cukup baik.
“Walaupun inflasi cenderung stabil, tetapi inflasi kita masih tinggi sementara orang yang berpenghasilan menegah ke bawah itu sangat sensitif terhadap harga pangan karena dua pertiga penghasilan mereka digunakan untuk membeli pangan,” kata Manap.
Dengan penanganan wabah yang belum bisa dipastikan kapan berakhir, dia yakin angka kemiskinan akan melonjak signifikan dibanding Maret 2020.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui kenaikan angka kemiskinan itu melampaui prediksi pemerintah pada kisaran 1,2 juta jiwa akibat kontraksi ekonomi seiring dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Memang yang terdampak banyak adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan kelompok paling bawah,” kata Menkeu. n uyo/E-9