Jakarta (ANTARA) – Pengamat Politik dari ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah, menyebutkan, tidak ada urgensinya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai hasil revisi UU KPK.
“Perppu tidak ada urgensinya hari ini,” kata Iskandarsyah, di Jakarta, Minggu, menanggapi sejumlah desakan publik agar Presiden mengeluarkan Perppu, sebab RUU yang disahkan DPR melalui rapat paripurna diklaim akan mengganggu jalannya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Iskandar pun mempertanyakan sikap Jokowi yang akan mempertimbangkan penerbitan Perppu. Iskandar mengingatkan agar dia mengambil posisi yang tepat dalam menyikapi pro-kontra UU KPK.
Juga baca: Pilih jalur konstitusi, BEM Jakarta tolak Perppu KPK
Juga baca: Praktisi sebut tiga syarat kegentingan dikeluarkannya Perppu KPK
“Padahal dengan membatalkan RUU KPK atau tetap meneruskan RUU KPK bukan masalah kan. Jadi kelihatan betul RUU KPK itu dikeluarkan tanpa perhitungan politik yang matang, ketika di luar mendapat tekanan publik yang begitu keras mereka (Presiden) kemudian berfikir ulang, tapi untuk membatalkannya takut kehilangan muka,” katanya.
Ia menegaskan, dalam sistem pemerintahan demokrasi, instrumen Perppu memang sah dikeluarkan oleh seorang Presiden.
“Perppu sah boleh dilakukan presiden, sama dengan Dekrit yang merupakan hak preogratif presiden. Tapi kapan dekrit itu dikeluarkan? Berdasarkan suasana subjektif presiden, kalau bangun tidur dia merasa terancam dia dapat mengeluarkan dekrit, itu benar dan sah secara konstitusional,” ucapnya.
Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, menyarankan gugatan yang dilakukan mahasiswa dan kalangan sipil terhadap UU KPK yang baru disahkan, ditempuh melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Juga baca: Antasari Azhar sarankan gugatan terhadap UU KPK melalui MK
Juga baca: Hanura ragukan kualitas survei LSI terkait Perppu KPK
Juga baca: Lakukan amendemen UUD 1945 jika masyarakat terus dorong Perppu
“Khan yang berkembang ada judicial review, legislative review, dan Perppu. Menurut saya judicial review saja di MK,” kata Antasari dalam diskusi publik bertajuk “KPK Mau Dibawa Ke Mana, Perlukah Presiden Mengeluarkan Perppu UU KPK” yang diselenggarakan Universitas 17 Agustus 1945, di Jakarta, Jumat (11/10).
Ia mengatakan, jika memang Presiden tetap mau mengeluarkan Perppu KPK, maka hal itu merupakan hak prerogatif presiden.
Namun, dia mengusulkan sebelum Perppu diterbitkan agar dirinci lebih dulu daftar inventarisasi masalah, terkait apa saja yang cocok dengan UU KPK yang baru.
Ia mengaku belum membaca secara utuh UU KPK yang baru saja disahkan. Namun, dia mengatakan mengikuti wacana terkait poin-poin yang dipersoalkan dalam UU KPK baru itu.
Dari banyaknya poin itu dia mengaku menyetujui banyak hal. “Saya soal Dewan Pengawas, SP3, penyadapan harus izin, soal ASN, setuju,” kata dia.