in

Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Melalui Pencatatan Informasi P3DN Mandatory

Oleh: Jamaludin Salim, PTPN Terampil KPPN Sungai Penuh

Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi saat ini, perdagangan bebas antar negara semakin mudah untuk dilakukan. Tentu saja hal ini membawa banyak dampak positif yang tentu diiringi juga dengan dampak negatifnya.

Dampak positif yang sangat terlihat adalah, siapapun bisa menjual dan membeli apapun, dimanapun, kapanpun dan dari atau kepada siapapun di seluruh dunia. Sehingga baik produsen dan konsumen memiliki fleksibilitas dalam menjual ataupun membeli produk yang dibutuhkan.

Di sisi lain, fenomena ini juga menyebabkan persaingan dagang yang begitu ketat antarprodusen dari berbagai negara, termasuk bagi para penyedia bahan baku.

Secara tidak langsung bagi negara seperti Indonesia, bukan hal yang mudah untuk menjaga permintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri sendiri, mengingat maraknya produk luar negeri seperti produk dari negara Cina yang membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang sangat murah dibanding produk dalam negeri.

Atas permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan permintaan atas produk dalam negeri melalui berbagai kebijakan seperti Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 yang mewajibkan pengadaan barang/jasa untuk menggunakan produk dalam negeri dan Surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nomor:B-5043/MENKO/MARVES/PE.05.00/X/2022 tentang Panduan Pencatatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa.

Kebijakan ini kemudian difasilitasi oleh Kementerian Keuangan dengan menjadikan pencatatan informasi P3DN sebagai mandatory pada aplikasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi). Tidak ada Surat Perintah Bayar (SPBy) atau Berita Acara Serah Terima (BAST) yang bisa dilanjutkan menjadi Surat Perintah Pembayaran SPP sebelum dilakukan pencatatan informasi P3DN. Informasi P3DN sendiri dapat diperoleh dari laman http://tkdn.kemenperin.go.id/.

Apabila suatu barang yang dibeli memiliki sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) maka barang tersebut dicatat sebagai TKDN. Apabila tidak memiliki sertifikat TKDN namun masuk dalam referensi Produk Dalam Negeri (PDN) maka dicatat sebagai PDN, dan jika tidak masuk ke dalam TKDN maupun PDN maka dicatat sebagai produk Impor.

Tidak ada yang sulit dalam proses pencatatan informasi P3DN pada aplikasi SAKTI, namun yang menjadi tantangan adalah mencari barang yang dibeli dalam daftar sertifikat TKDN dan dalam referensi PDN.

Sebagai contoh, apabila ada satuan kerja instansi pemerintah yang membeli air mineral galon dengan merk AQUA, bukan hal yang mudah untuk menemukan air mineral galon merk AQUA pada daftar sertifikat TKDN, setidaknya ada 123 item yang mengandung kata “aqua” dan tidak ada satupun yang merupakan produk Aqua dimaksud.

Begitu pula ketika merk Aqua ini dicari pada referensi PDN, ditemukan 18 item yang mengandung kata “aqua” dan tidak ada satupun yang merupakan produk Aqua dimaksud.

Apakah ini artinya air mineral galon Aqua bukan produk dalam negeri? Belum tentu. Karena pada saat dilakukan pencarian terhadap 3 perusahaan produsen air mineral galon Aqua yaitu, PT Aqua Golden Mississippi, PT Tirta Investama, dan PT Tirta Sibayakindo pada referensi PDN, ternyata ketiganya ditemukan.

Artinya, meskipun produknya belum terdaftar dalam TKDN dan PDN di Kementerian Perindustrian Kemenperin, namun produsennya sudah terdaftar sebagai produsen PDN, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh produknya merupakan PDN, termasuk air mineral galon Aqua yang dimaksud.

Dari contoh di atas, dapat kita pahami bahwa masih banyak produsen dengan produk-produk yang sebenarnya merupakan PDN, namun belum terdaftar atau memang belum mendaftarkan diri pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Hal ini tentu sangat disayangkan, karena dari sisi instansi pemerintah selaku konsumen produk, akan menyulitkan proses pengadaan barang/jasa karena disyaratkan untuk menggunakan PDN. Sedangkan dari sisi produsen yang belum mendaftarkan produk dan atau perusahaannya ke Kemenperin, akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan konsumen dari satuan kerja instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

Untuk pemerintah pusat saja, memiliki satuan kerja lebih dari 50 ribu unit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Belum lagi jika ditambahkan dengan satuan kerja pemerintah daerah dari 38 provinsi di Indonesia.

Semoga para produsen dalam negeri baik dari industri kecil, menengah, hingga besar terpacu untuk berlomba-lomba mendaftarkan perusahaan dan produk-produknya ke Kemenperin.

Semakin banyak instansi pemerintah yang menggunakan produk dalam negeri, maka akan semakin familiar produk dalam negeri di mata masyarakat umum. Dengan begitu, citra produk dalam negeri akan semakin baik dan semakin diminati serta dicintai oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. (***)

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan Institusi dimana penulis bekerja.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Andre Rosiade Salurkan Beasiswa PIP untuk Ratusan Siswa SD dan SMP di Kota Padang

Polisi Ungkap Empat Kasus TPPO di Sumbar, Korban Lima Pria dan Tiga Wanita