in

Penyederhanaan Golongan Pelanggan Listrik

Pemerintah menegaskan bahwa dalam rencana penyederhanaan kelas golongan pelanggan listrik, rumah tangga non-subsidi tidak akan mengalami perubahan harga tarif listrik, seluruh golongan pelanggan masih akan tetap mendapatkan harga tarif listrik sesuai dengan harga saat ini. Pemerintah berharap dengan penyederhanaan golongan pelanggan listrik tersebut, tenaga listrik lebih bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kebijakan penyederhanaan hanya berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA (nonsubsidi), akan didorong menjadi 1.300 VA, kemudian untuk yang 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA akan naik menjadi 5.500 VA dan tarifnya tetap. Untuk tarif di atas 5.500 VA itu akan menjadi 13.200 VA, itu juga tarifnya sama (tidak berubah), kemudian di atas itu (13.200 VA) akan loss stroom.

Semua biaya penggantian MCB (Miniature Circuit Breaker) akan ditanggung oleh PLN, masyarakat tidak menanggung apa pun. Karena kebutuhan MCB yang sangat banyak, maka kebijakan ini akan berjalan secara bertahap.

Pemerintah secara tegas dan begitu semangat akan menjalankan program penyederhanaan kelas golongan listrik yang nonsubsidi, penjelasan yang kurang detail serta permasalahan di wilayah pelanggan belum terakomodir. Ada beberapa permasalahan yang tidak sederhana untuk program ini antara lain: 

Pertama, pemerintah sangat yakin bahwa kecukupan daya di daerah seluruh Indonesia, namun pemerintah tidak transparan dalam memberikan data daya seluruh Indonesia, khususnya Sumbar. Kita tahu penambahan daya ditopang dari Sumatera Selatan dan pembangkit baru PLTU Teluk Sirih. Ini juga belum mencukupi apabila terjadi kerusakan atau pemeliharaan salah satu pembangkit yang ada di Sumbar. Belum lagi alasan penyusutan air danau pada PLTA Maninjau dan PLTA Singkarak, agar menjadi kajian serius bagi pemerintah.   

Kedua, perlu dipahami bahwa masih ada kWh meter pada pelanggan yang menggunakan kWH meter konvensional yang masih dihitung biaya beban, baik digunakan maupun tidak digunakan. Artinya pada saat beban tidak dipakai atau 0 kWh maka biaya beban tetap jalan, biaya beban diatur oleh pihak pemerintah. Semakin besar daya yang diberikan maka semakin besar pula biaya beban yang akan ditanggung pelanggan, ini juga menjadi perhatian bagi pemerintah.

Ketiga, pemakaian minimal yang akan membuat tagihan listrik konsumen meningkat setelah kebijakan penyederhanaan tarif listrik diberlakukan. Contoh, pemakaian minimal listrik berdaya 1.300 VA adalah 88 kWh yang harus dibayar Rp 129.000. Bila harus naik menjadi 5.500 VA dengan pemakaian minimal 220 kWh, maka yang harus dibayar konsumen minimal Rp 320.000. Ini perlu kajian bagi pemerintah karena memberatkan masyarakat wajar bila wacana penyederhanaan sistem tarif listrik menjadi minimal 5.500 VA membuat masyarakat kebingungan dan marah karena mereka khawatir sistem baru tersebut akan membuat tagihan listrik melambung. Sangat meragukan jika perubahan tersebut tidak akan berdampak pada kenaikan tarif atau tagihan. Sebab, tarif listrik per kWh dan biaya abodemen masing-masing golongan berbeda-beda. Semakin besar golongan semakin mahal Rp per kWh-nya

Keempat, permasalahan instalasi pada pelanggan. Siapa yang bisa menjamin instalasi pada pelanggan adalah instalasi baru dengan peraturan baru. Perlu diketahui sampai saat ini masih ada pelanggan yang instalasinya hampir 20 tahun tidak pernah dicek sama sekali. Bahkan ada yang hampir 30 tahun tidak pernah diperiksa sama sekali. Ini perlu jadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk program diatas. Saya contohkan pelanggan 1.300 VA (6A) akan naik menjadi 5.500 VA (25 A) ini kenaikan sangat signifikan. Perlu adanya pemeriksaan instalasi secara akurat dan teliti tidak serta merta melakukan penggantian MCB (Miniature Circuit Breaker) secara serampangan. Pelanggan yang biasa dibatasi 6 A lalu tiba-tiba diberikan 25 A tanpa pemeriksaan instalasi oleh yang berwenang menambah beban dengan serampangan sehingga terjadi ketidak sesuaian kekuatan kabel dan komponen lainnya untuk mensuplay beban akan menjadi permasalahan sendiri bagi pelanggan dan akan berdampak repotnya pemerintah daerah dalam kasus kebakaran akibat listrik. Kecuali PLN bersedia melakukan penggantian seluruh instalasi yang belum layak (bisa kolaps PLN).

Kelima, biaya SLO untuk golongan 5.500 jauh lebih mahal. Apabila masyarakat tidak mengganti instalasi listrik di rumahnya, maka bisa ada risiko berbahaya yang harus ditanggung. Belum lagi Sertifikat Laik Operasi (SLO) yang harus dibayar konsumen sendiri. Ini juga menjadi kajian serius bagi pemerintah.

Keenam, pelanggan akan terbebani pada saat tagihan listrik karena pelanggan tidak dapat mengawasi mengontrol pemakaian daya yang digunakan (maaf masyarakat kita adalah masyarakat konsumtif) karena daya terpasang sudah tinggi sehingga konsumen akan semakin konsumtif listrik dan tidak bisa mengontrol pemakaiannya.

Ketujuh, tidak berlaku lagi semboyan “Hemat Listrik” yang selalu dikampanyekan pemerintah. Pertumbuhan daya listrik harus berbanding lurus dengan pertumbuhan insfrastruktur, pertumbuhan penduduk, namun sangat disayangkan malah berbanding terbalik dengan pertumbuhan sumber sumber bahan bakar untuk membuat energi listriknya. Seperti bahan bakar untuk pembangkit, yang saat ini masih dicari sumber sumber bahan bakar yang dapat diperbarui.

Apabila dengan semena-mena tidak dilakukan penghematan dari sekarang, maka sumber-sumber bahan bakar akan cepat habis. Sebaiknya pemerintah lebih fokus kepada pencanangan sumber- sumber bahan bakar yang dapat di perbarui dengan waktu yang tidak lama, sehingga pemakaian bahan bakar yang digunakan saat ini dapat dihemat untuk beberapa tahun yang akan datang. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Setnov Alami Gejala Gegar Otak

Jabatan KPU Tanjungpinang Berakhir Sehari Sebelum Pilkada