>> Manfaatkan perang dagang, buat paket insentif untuk tarik relokasi industri dan ekspor.
>> Kualitas ekspor perlu ditingkatkan dengan memperbanyak komoditas bernilai tambah.
JAKARTA – Sejumlah kalangan mengemukakan pemerintah Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok untuk memacu kinerja ekspor, guna memperbaiki defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Sebab, buruknya nilai ekspor merupakan salah satu penyebab melebarnya CAD pada kuartal II-2019 hingga mencapai 8,4 miliar dollar AS atau 3,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal I-2019, CAD tercatat 6,97 miliar dollar AS atau 2,6 persen dari PDB.
Bank Indonesia (BI) menyatakan pembengkakan CAD itu dipengaruhi beberapa faktor seperti, repatriasi deviden dan pembayaran bunga utang luar negeri, dampak perlambatan ekonomi dunia, serta penurunan harga komoditas di pasar global.
Pakar statistik dari ITS, Kresnayana Yahya, mengatakan pelebaran CAD kuartal II-2019 hingga mencapai rekor terburuk dalam lima tahun terakhir, selain akibat lemahnya ekspor juga disebabkan impor yang kebablasan.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah harus mengendalikan impor dan meningkatkan industri dalam negeri untuk mendorong ekspor yang berkualitas agar dapat mengimbangi impor yang semakin besar. Industri dengan potensi ekspor harus cukup mendapat insentif, agar devisa yang dihasilkan tidak diparkir di luar negeri.
“Sudah tiga persen, balance of payment kita akan terganggu. Nanti selalu ada defisit yang besar sehingga menutupnya terlalu berisiko walaupun untuk jangka pendek. Kata kuncinya adalah pengendalian impor dan genjot ekspor,” ujar dia, ketika dihubungi, Jumat (9/8).
Akan tetapi, Kresnayana mengingatkan kemampuan ekspor RI bisa dikatakan stagnan. Padahal, saat ini tuntutan kualitas ekspor tinggi. Itulah sebabnya ekspor Indonesia kesulitan menembus pasar.
“Butuh pemikir-pemikir baru karena skema perdagangan global sekarang sudah banyak berubah. Kalau kita masih mengandalkan ekspor bahan baku, tidak ada added value maka perlu program untuk menggenjot ekspor agar lebih berkualitas,” tukas dia.
Strategi ekspor, imbuh Kresnayana, harus ditingkatkan dalam bentuk meningkatkan kualitas sektor manufaktur, terutama pada industri pertanian, peternakan, dan perikanan.
Peluang Ekspor
Secara terpisah, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengingatkan agar pemerintah menangkap peluang peningkatan volume dan nilai ekspor dari adanya perang dagang. Buruknya nilai ekspor memang menjadi salah satu sumber tekanan melebarnya CAD di kuartal II-2019. “Misi-misi dagang dari pemerintah, dunia usaha, bisa secara bilateral meningkatkan hubungan dagang ke AS. Kita juga perlu menangkap peluang relokasi investasi dari Tiongkok ke Indonesia,” ujar Perry.
Sebagai gambaran, dalam neraca transaksi berjalan, terdapat empat komponen pembentuk, yakni neraca transaksi perdagangan barang, neraca jasa, neraca pendapatan primer dan juga neraca pendapatan sekunder.
Jika membedah statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II 2019, dari keempat komponen tersebut pos pendapatan primer adalah komponen yang paling menekan transaksi berjalan, diikuti pos perdagangan barang migas. SB/YK/suh/ers/WP