Pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Terbuka Dies Natalis ke-60 Institut Pertanian Bogor (IPB), 15 September 2023
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju, hadir bersama saya, banyak sekali pada pagi hari ini menteri yang hadir, Pak Mendikbud, Pak Menteri Pertanian, Bu Bu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pak Menteri Koperasi dan UKM, Pak Mensesneg, Bu Menaker, tadi belum kelihatan sekarang udah hadir juga Pak Menteri Investasi. Enggak tahu, kelihatannya ini semua menteri lulusan IPB, enggak? Enggak, kalau anak saya dua lulusan IPB.
Yang saya hormati Gubernur Jawa Barat beserta Wali Kota dan Bupati Bogor;
Yang saya hormati Bapak Rektor IPB beserta para wakil rektor, seluruh senat akademik, dewan guru besar dan seluruh dosen tenaga pendidik, seluruh mahasiswa keluarga besar IPB yang saya hormati;
Hadirin dan undangan yang berbahagia.
Pertama-tama, saya ingin menyampaikan kepada keluarga besar Institut Pertanian Bogor, selamat Dies Natalis yang ke-60. Semoga IPB semakin jaya dan semakin kontributif untuk memecahkan permasalahan bangsa dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Saya tadi waktu masuk sudah ditunjukkan oleh Pak Rektor, banyak sekali inovasi-inovasi yang menghilirkan hilirisasi dari inovasi bisa masuk ke industri dan saya harus menyampaikan apa adanya, luar biasa. Ada cabai yang gede-gede merah, gitu. Ada beras yang khusus untuk lahan-lahan tandus, ada beras yang satu hektarenya bisa menghasilkan berapa tadi, 12 ton. Ada garam, rumput laut, ada macam-macam dengan kemasan-kemasan yang sudah sangat modern, dengan brand yang sangat kelihatan sekali digarap dengan sentuhan marketing yang sangat bagus. Ini Pak Menteri Pertanian yang beras tadi diambil itu, yang cabai gede-gede juga diambil, berikan ke petani sebanyak-banyaknya, wong barangnya jelas sekali.
Buat saya IPB sangat spesial, karena sebelum saya terima undangan untuk acara Dies Natalis IPB ini tanggal 1 September, kebetulan saya enggak bisa, sudah bertabrakan dengan jadwal yang sudah direncanakan. Saya diberi tahu, “Pak taping saja, kirim video.” Waduh, bisa dimarahi keluarga besar IPB saya kalau seperti itu. Karena memang sejak awal saya sudah disampaikan oleh Pak Rektor, “Pak nanti waktu Dies Natalis ke-60 hadir.” “Insyaallah, saya hadir,” saya sampaikan semangat, gitu, ternyata tanggalnya tadi, tanggal 1 September bertabrakan dengan jadwal lain. Dan, akhirnya pada pagi hari ini, kesampaian saya bisa hadir di sini.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Banyak orang bilang saya ini kalau cerita soal potensi tantangan-tantangan ke depan, soal krisis, baik krisis energi, krisis pangan, krisis ekonomi, soal disrupsi teknologi, banyak yang bilang, Presiden itu nakut-nakutin saja dan kelihatan Presiden itu terlalu khawatir. Ndak, enggak seperti itu. Saya tidak pernah takut dan saya tidak pernah khawatir mengenai yang tadi saya sampaikan, mengenai krisis energi, krisis pangan, mengenai disrupsi teknologi, ndak. Karena kalau saya khawatir, kita khawatir, disrupsi teknologi juga akan datang dan sudah datang. Kenapa kita harus takut? Kita juga tidak perlu khawatir, karena disrupsi teknologi juga tetap datang dan akan datang, setiap hari perubahannya begitu cepatnya. Jadi, apa gunanya kita khawatir? Apa gunanya kita takut? Banyak yang menyampaikan, ini nanti urusan ketenagakerjaan akan diambil alih oleh mesin-mesin cerdas. Enggak, enggak seperti itu. Jadi, tidak perlu takut dan tidak perlu khawatir.
Kalau saya lebih senang, lebih suka, iya kita tahu tantangan ke depan, iya kita paham sulitnya apa yang akan kita hadapi ke depan. Oleh sebab itu, kita lakukan ini, kita lakukan ini, kita lakukan ini, kita lakukan ini, solusinya begini, solusinya begini, solusinya begini. Jadi, sekali lagi kita tidak perlu khawatir dan kita tidak perlu takut. Kita songsong disrupsi teknologi dengan tadi yang sudah disampaikan oleh Prof. Arif tadi secara gamblang dan menumbuhkan optimisme kita bahwa kita mampu, kita bisa.
Saya berikan contoh, ancaman krisis pangan, ini yang relevan dengan IPB, ancaman krisis pangan. Kita tahu jumlah penduduk dunia semakin meningkat, kebutuhan pangan tentu saja akan naik, seperti di Indonesia ini kenaikan per tahun 1,25 persen penduduk kita. Kemudian, ada ancaman perubahan iklim, kemarau, seperti sekarang orang sudah mulai bingung karena ada super El Nino, kemudian juga kenaikan suhu, kenaikan air laut. Ya kalau kita pikirkan secara ini, ya khawatir, tapi saya kira tidak perlu khawatir, yang paling penting solusinya seperti apa. Kemudian juga, geopolitik yang semakin memanas, rivalitas antara negara-negara besar, perang Ukraina yang berkepanjangan tidak selesai-selesai. Saat itu saya ingat, saya bertemu dengan Presiden Zelenskyy di Kyiv, di Ukraina. Saya diskusi dua setengah jam, berbicara dua setengah jam dengan Zelenskyy. Beliau menyampaikan di Ukraina itu ada 77 juta wheat (gandum) yang tidak bisa keluar untuk diekspor, biasanya masuk ke Afrika dan masuk ke Asia, 77 juta ton berhenti karena Pelabuhan Odessa diblok oleh Rusia.
Dari Ukraina saya ke Rusia, bicara dengan Presiden Putin, tiga jam saya berbicara. Akhirnya keluar lagi angka, “Presiden Jokowi, di Rusia ini ada 130 juta ton gandum berhenti.” Artinya, ada total 207 juta ton gandum berhenti di Ukraina dan di Rusia. Terus kalau berhenti, yang biasanya diekspor, makan apa? Itulah konteks geopolitik yang berhubungan dengan krisis pangan. Di Eropa harga gandum naik, di Afrika harga gandum naik, di Asia gandum naik, kita semuanya rakyat lah yang dirugikan.
Lebih repotnya lagi, ditambah lagi kemudian 19 negara sudah membatasi ekspor pangan, menyelamatkan rakyatnya sendiri-sendiri. India baru saja setop ekspor beras, akibatnya harga beras naik di semua negara. Kita mau memperbesar cadangan strategis beras kita, mau impor juga barangnya sulit didapatkan. Tidak seperti yang lalu-lalu nyodorin barangnya, “Pak ini dibeli, Pak ini dibeli, Pak ini.” Sekarang mencarinya sangat sulit, karena ingin menyelamatkan rakyatnya sendiri-sendiri, memberi makan rakyatnya sendiri-sendiri.
Ini semua kenyataan yang harus kita hadapi, harus kita sadari, kita terima, dan yang paling penting kemudian kita antisipasi, apa yang harus kita kerjakan. Nah, ini tugasnya IPB, Pak Rektor. Urusan pangan ini, sudah serahkan ke IPB, insyaallah rampung. Saya tunggu apa antisipasi kita, rencana dan pelaksanaannya harus seperti apa.
Oleh sebab itu, dengan tantangan-tantangan yang ada tadi, kita perlu inovasi besar-besaran yang bisa menjadi terobosan, yang bisa menjadi langkah besar kita ke depan itu seperti apa, untuk menjadikan permasalahan pangan dunia sebagai peluang Indonesia untuk menjadi lumbung pangan. Ada kesulitan, ada krisis, tapi itu juga bisa menjadi sebuah peluang, bisa menjadi sebuah kesempatan. Sehingga, nantinya bisa justru meningkatkan kesejahteraan petani kita, menyejahterakan nelayan kita, karena ada kesulitan-kesulitan yang tadi saya sampaikan. Di mana, menurut saya, belum bisa dibilang inovasi jika belum kita ini rada-rada gila, gitu. Belum bisa dibilang inovasi, jika kita belum dibilang out of mind. Belum bisa dibilang inovasi, jika belum dibilang tidak mungkin, karena inovasi semestinya memang bukan hal yang biasa-biasa saja. Kalau menanam padi biasanya 1 hektare berapa, Pak Mentan? Rata-rata kita berapa, 5,9, 5,9 ton. Ada inovasi baru hanya enam [ton], bukan inovasi. Kalau tadi yang dibilang Pak Rektor, Prof. Arif, tadi 10 atau 12 [ton], itu baru inovasi.
Dan, saya setuju dengan konsep sustainable and inclusive agro-maritime yang dikembangkan oleh IPB University. Ini bisa menjadi bagian penting dalam inovasi ekosistem pangan kita. Namun, saya yakin upaya tersebut tidak bisa diselesaikan oleh satu disiplin ilmu saja, tidak bisa monodisipliner, tapi harus interdisipliner, dan bahkan trans disiplin ilmu, enggak bisa sekarang ini, semuanya saling kait-mengait.
Dan, saya menyambut baik perluasan disiplin ilmu IPB yang tadi disampaikan oleh Pak Rektor, karena memang kita butuh multidisiplin ilmu untuk mengembangkan ekosistem pangan kita, butuh manajemen dan pendekatan sosial, butuh intervensi advanced technology, butuh AI, stem cell, butuh biotechnology, butuh big data, butuh IOT, robotic system, semuanya kita butuhkan.
Ini saya minta sekali lagi, jangan alergi dengan teknologi. Jangan hindari perubahan teknologi. Jangan takut dengan mesin cerdas, dengan AI. Karena kemarin waktu di G7, waktu G20, waktu di ASEAN Summit, semuanya berbicara mengenai AI, takut sekali semua negara mengenai AI, regulasinya belum ada, aturan mainnya belum ada, AI-nya terus lari terus, berubah-ubah terus, semua dibicarakan. Artinya, memang ya kita harus mengantisipasi dan bersiap diri.
Sekali lagi, jangan takut dengan mesin cerdas, dengan AI. Teknologi tak akan bisa mengalahkan manusia, percaya itu. Teknologi tak akan bisa mengalahkan manusia karena mesin itu hanya punya chip, mesin itu hanya punya chip, tapi manusia punya hati, punya rasa, mesin enggak punya. Dan, saya percaya bahwa ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala akan selalu lebih unggul dan lebih mulia. Oleh sebab itu, saya ingin IPB jadi sasana untuk menghasilkan insan-insan unggul yang tidak hanya kompeten di akademik, tapi juga punya karakter yang baik, memiliki akhlak yang baik, yang cinta tanah air, yang punya optimisme tinggi, yang selalu ingin membantu sesama, dan saya yakin IPB University sangat bisa mengambil peran itu.
Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.