in

Pliek U di Jangka, Boh Meuria di Meulaboh

Boh meuria (rumbia) dan pliek U, adalah dua barang yang paling sulit didapatkan bila musim hujan. Demikian penjelasan agen buah-buahan di pasar Matangglumpangdua dan Bireuen, Sabtu (12/11/2016. Dua komoditi ini sangat bergantung kepada terik matahari.

Siang itu,kami menelusuri berbagai lorong pasar Matanggglumpangdua, untuk membeli pliek U dan rumbia. Ada beberapa pedagang menjual pliek U. Setelah dicicipi sedikit, rasanya tidak cocok di lidah. Asam dan agak khie. Kondisinya memang masih baru. Si pedagang menjelaskan, pasokan pliek U dari Jangka –Jangka adslah kecamatan di Bireuen yang menjadi sentra pembuatan minyak kelapa yang juga menghasilkam plieuk U sebagai second produksi– kurang lancar. Musim hujan menjadi penghalang.

“Susah kalau mau yang rasanya stabil. Musim hujan seperti ini, pliek tidak bisa kering seperti hari- hari biasa. Kandungan minyak kelapa pun lebih banyak dari biasa,” ujar seorang pedagang.

Kami batal membeli. Setelah sekian lama berkeliling, tibalah pada satu toko penjual rempah-rempah. Setelah dicicip sedikit, rasanya lebih aman. Rasa asam tidak dominan.

“Harganya 25.000, bang. Itu harga pas, jangan ditawar lagi,” ujar anak muda berusia kira-kira 26 tahun ke atas, ysng berprofesi sebagai pedagang. Istri saya mengangguk tanda sepakat dengan harga tersebut. Kami membelinya dua kilogram.
img_20161112_154539

Setelah kami menemukan pliek U, selanjutnya kami hunting–memakai istilah kekinian– boh meuria. Dua hari kami menelusuri berbagai sudut pasar, buah yang berasa kelat itu tak kunjung terlihat. Semua agen dan penjual buah menggeleng ketika kami menanyakan buah itu.

“Lagi kosong, bang. Kalau pun ada, paling sangat sedikit dan harus dicari di pasar subuh. Barang dari Meulaboh tidak masuk. Kata agen di sana, belum mengkal. Kalau jam segini, satu juta rupiah pun, abang beli per kilo, sulit mencari barangnya,” ujar seorang penjual buah di los buah Bireuen.

Ismail (50) agen buah di pasar Matangglumpangdua, mengatakan, selama ini pasokan rumbia sangat bergantung kepada Meulaboh — Aceh Barat– karena di kawasan itu, pohon rumbia masih banyak. Sedangkan di Bireuen, Aceh Utara, Pidie, Pijay, jangankan untuk dijual ke luar, untuk kebutuhan lokal saja sudah tidak mencukupi.

“Selama ini kami andalkan pasokan dari Meulaboh, bila barang dari sana tidak masuk, maka rumbia bisa kosong di pantai timur utara,” terang Ismail.

Karena pada Sabtu kami gagal menemukan rumbia. Maka kami kembali lagi berburu buah rawa itu pada Minggu (13/11/2016). Setelah sekuan lama berkeliling, kami pun berhasil menemukannya di sudut pasar. Jumlahnya sangat terbatas. Hanya sekitar 10 kilogram. Kami membelinya dua kilogram.

“20.000 sagai bang. Rasa agak klat, karena kureueng tuha. Pohonnya kami tebang kemarin, padahal belum begitu mengkal. Tak bisa dipanjat karena musim hujan. Pasokan dari Meulaboh kosong,” ujar si pedagang menjelaskan. []

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Innalillahi, Wartawan aceHTrend Husniati Hasjal Meninggal Dunia

Penebang Kayu Tertimpa Pohon, Satu Orang Mawot