in

Polio Tak Hentikan Cecilia Renny Padang, Bebaskan Biaya Berobat Guru dan Pemuka Agama

BERJUANG DAN BERUNTUNG: Orang tua dan lingkungan sekitar menjadi support system yang baik bagi Dokter Cecilia Renny Padang.(DOK. CECILIA RENNY PADANG)

Polio memang membuat kaki kiri dokter Cecilia Renny Padang mengecil, tapi tidak dengan semangatnya. Sampai kini dia tetap aktif berpraktik, berorganisasi, dan mendirikan yayasan untuk penyandang polio.

USIA Cecilia Renny Padang baru 1 tahun 9 bulan ketika tiba-tiba badannya panas tinggi. Buntut selanjutnya kian membuat orang tuanya panik: dia lumpuh. Cecilia dipastikan polio. Yang memicu kepanikan berikutnya: sepupu Cecilia meninggal karena penyakit tersebut.

“Waktu saya terkena polio, vaksin belum ada. Jadi mewabah,” kenang perempuan kelahiran 17 Juni 1955 itu ketika dihubungi Jawa Pos (grup Padang Ekspres) Senin (23/10) lalu.

Untung, orang tua dan lingkungan sekitar menjadi support system yang baik baginya. Tak hanya mengupayakan pengobatan ke Yayasan Penyandang Anak Cacat Surabaya dan Surakarta, mereka juga terus mendorong Cecilia untuk percaya diri.

Bekal itu yang kemudian menjadi pegangan kuat Cecilia mengarungi hidup. Kaki kirinya memang mengecil, tapi semangat hidupnya selalu besar. Perempuan yang kini berusia 68 tahun tersebut menjadi dokter, berlanjut spesialisasi di bidang reumatik.

Dia juga aktif berorganisasi, termasuk mewujudkan impian lamanya: mendirikan yayasan polio. Pada 25 Juli lalu Ditjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mengabulkan pematenan nama yayasan yang diimpikan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Barat itu: Peduli Penyandang Polio.

“Saya berharap semua penyandang polio dapat bergabung dalam Yayasan Peduli Penyandang Polio,” kata Cecilia. Yayasan tersebut cara perempuan kelahiran Manado, Sulawesi Utara, itu agar semua penyandang polio bisa mendapatkan lingkungan suportif seperti yang dia dapat dulu.

Ketika berkumpul, akan ada saling dukung antar penyandang yang siapa tahu dapat bermuara pada memunculkan potensi. “Polio tidak pernah mengganggu pekerjaan saya,” tuturnya dengan tegas.

Ibu dua anak itu bahkan juga sangat aktif berorganisasi. Selain mengetuai cabang Jakarta Barat, dia wakil ketua I IDI DKI Jakarta. Sekaligus pengurus di PB IDI. Cecilia merasa beruntung karena sejawatnya tidak melihat polionya sebagai kekurangan. “Sudah 27 tahun saya sebagai pengurus IDI dan teman-teman sangat memahami keadaan saya,” ungkapnya.

Itu yang membuat langkahnya tak pernah berhenti. Suatu ketika pernah ada kegiatan di lantai atas dan lift gedung mati. Alhasil, panitia dan peserta harus naik turun tangga. Apa itu membuat Cecilia mengurungkan niat? Sama sekali tidak.

Selain berorganisasi, Cecilia masih aktif berpraktik sebagai klinisi di beberapa rumah sakit di Jakarta. Ada satu nasihat dari ibunya yang selalu dipegang teguh: guru dan pemuka agama akan dibebaskan dari biaya pengobatan. Pasien yang tidak mampu pun tidak pernah dia tolak. Bagi dia, itu bagian dari janji pengabdian sebagai dokter.

Keahliannya adalah bidang reumatologi. Alumnus University of Melbourne, Australia, tersebut merasa terpanggil untuk menjadi ahli reumatik saat mengikuti program inpres di Manado pada awal menjadi dokter.

Manado adalah kampung halamannya dan entah kenapa saat itu banyak sekali pasien reumatik dengan kondisi yang sudah buruk. Karena itu, ketika ada tawaran beasiswa ke Australia dan ada pilihan bidang reumatik, dia mengambil kesempatan tersebut.

Untuk tesis, nenek satu cucu itu mengambil sampel darah dari 400 orang di Manado dan sekitarnya. Tujuan penelitian tersebut untuk melihat faktor penyebab gout artritis.
Tepat di peringatan Hari Dokter Nasional yang diperingati kemarin (24/10), Cecilia pun mengimbau agar semua anak di tanah air mendapatkan vaksin polio.

“Sebenarnya penanganan polio di Indonesia cukup baik. Buktinya, Indonesia pernah bebas polio dan program vaksinasi berjalan sukses,” katanya. (*/c9/ttg/jpg)

Cecilia menyadari bahwa dokter juga seorang manusia yang memiliki kekurangan. Namun, kekurangan itu tidak boleh menjadi alasan berhenti membantu masyarakat. “Jangan pernah merasa minder. Tak ada yang sempurna di dunia ini,” tuturnya. (*/c9/ttg/jpg)

What do you think?

Written by Julliana Elora

UPTD SD Negeri 08 Sarilamak, Ciptakan Lingkungan Sehat Via Sekolah Adiwiyata

Madonna pertahankan rekor dunia sebagai artis rekaman wanita terlaris