Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto menyebut penahanan tersangka dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama kini menjadi kewenangan Kejaksaan Agung. Kamis (1/12), penyidik Badan Reserse Kriminal Polri akan melakukan pelimpahan tahap dua perkara yang menjerat calon gubernur DKI Jakarta itu kepada kejaksaan. “Tanggung jawab hukum sudah beralih ke pihak kejaksaan, Kalau di Bareskrim tidak dilakukan penahanan. Kejaksaan silakan memutuskan,” tutur Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis pagi, dilansir dari CNN Indonesia.
Rikwanto mengatakan, kepolisian dan kejaksaan akan menjadikan UU Pilkada sebagai salah satu dasar hukum penindakan dugaan pidana yang dilakukan Basuki alias Ahok. Ia berkata, beleid tersebut tak melarang proses hukum terhadap calon kepala daerah. “Kalau UU Pilkada, dalam status saat ini, proses penuntutan masih diperbolehkan. UU Pilkada yang membolehkan,” ucapnya. Ahok kini menjalani proses pelimpahan sebagai tersangka ke kejaksaan agung. Dia didampingi kuasa hukum dan tim pemenangannya turut mengantar Ahok ke kejaksaan.
Ahok dijerat pasal 156 dan pasal 156a KUHP. Aturan itu berisi larangan mengeluarkan pernyataan yang mengandung permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, di muka umum. Di tingkat penyidikan, kepolisian tak menahan Ahok. Meskipun syarat objektif terpenuhi, penyidik merasa tak mempunyai alasan subjektif untuk menahan gubernur petahana itu.
Adapun, kejaksaan menyatakan berkas penyidikan kasus Ahok telah lengkap atau P-21. Proses selanjutnya, kejaksaan akan melimpahkan perkara itu ke pengadilan. Merujuk lokasi terjadinya dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok (locus delicti), Pengadilan Negeri Jakarta Utara merupakan badan peradilan yang berwenang menangani perkara itu. Perkara Ahok bermula dari pernyataan yang menyitir Surat Al Maidah di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, 27 September lalu.
LOGIN untuk mengomentari.