in

Presiden Minta Tiga Menteri Bangun “Food Estate” di Kalteng

Ketahanan Pangan I Tanah Sawah dari Endapan Aluvial Tersebar di Seluruh Indonesia

» Proyek bakal dikerjakan di sekitar Sungai Barito seluas 165 ribu hektare dari potensi pembukaan lahan seluas 295.500 hektare.

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan tiga men­teri untuk bersama-sama membangun kawasan food estate di Kalimantan Te­ngah (Kalteng). Ketiga menteri yang di­tugaskan itu, yakni Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rak­yat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Hal itu diungkapkan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR, di Jakarta, Rabu (24/6).

Menurut Basuki, semula ada tiga al­ternatif yang diajukan, yaitu Sumate­ra Selatan, Merauke, dan Kalimantan Tengah. Namun Presiden, kata Basuki, memutuskan memilih lokasi di Kalteng. “Ini tidak ada gambutnya. Ini adalah ta­nah aluvial,” kata Basuki.

Menurut hasil penelitian BH Prasetyo dan D Setyorini dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor, menyebutkan tanah sawah dari endap­an aluvial tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia, karena bahan pe­nyusunnya merupakan hasil pengenda­pan dari proses-proses erosi maupun pelapukan di daerah hulu sungai atau daerah yang posisinya lebih tinggi, pada jarak jauh maupun dekat.

Pada umumnya, semakin jauh po­sisi endapan aluvial dari sumber bahan yang tererosi, sifat dari tanah sawah yang terbentuk akan semakin bervariasi, sedangkan semakin dekat dengan sum­ber bahan tererosi sifat tanah sawahnya semakin homogen. Kandungan dan je­nis mineral mudah lapuk yang merupa­kan sumber hara penting pada tanah sawah ini dipengaruhi oleh bahan asal dari endapan aluvial.

Di antara bahan asal endapan alu­vial tersebut, hasil rombakan dari bahan volkan yang bersifat intermediat hingga basis merupakan bahan yang paling ba­nyak menghasilkan hara. Kendala yang banyak dijumpai pada tanah sawah alu­vial adalah kemasaman dan miskin kan­dungan hara atau sumber hara tanah.

Pemupukan berimbang yang dida­sarkan pada uji tanah merupakan cara terbaik mengelola tanah sawah aluvial. Untuk daerah yang sudah mempunyai peta status hara P dan K pada skala 1:50.000, rekomendasi pemupukan hara makroprimer dapat mengacu pada peta tersebut, sedangkan untuk daerah yang belum dipetakan harus dilakukan ana­lisis uji tanah. Pengembalian jerami ke petak sawah sangat direkomendasikan karena pengembalian jerami dapat menghemat penggunaan pupuk, teruta­ma kalium (K).

Sungai Barito

Lebih lanjut, Menteri PUPR menje­laskan bahwa proyek yang bakal dikerja­kan di sekitar Sungai Barito itu meliputi lahan seluas 165 ribu hektare. Di kawas­an tersebut, paparnya, sebenarnya ter­dapat potensi pembukaan lahan seluas 295.500 hektare. Namun untuk saat ini masih fokus di 165 ribu hektare.

Lahan seluas 165 ribu hektare itu, tambahnya, sudah pernah dibuka seba­gai persawahan dan ada jaringan irigas­inya, namun tidak terawat dengan baik.

Soal keterlibatan menteri BUMN dan Menteri Pertahanan, Basuki mengata­kan BUMN diharapkan bisa berperan lebih luas. Demikian juga dengan Men­teri Pertahanan yang dianggap penting membuat ketahanan negara tidak hanya dari sisi militer, tetapi juga dari nonmili­ter khususnya ketahanan pangan.

“Dengan menggerakkan BUMN, Menhan juga termasuk untuk bisa ikut karena menurut beliau, ini adalah program keta­hanan nonmiliter,” kata Basuki.

Menanggapi keikutsertaan Menteri Pertahanan, Penasihat Senior Indo­nesian Human Rights Committee for Social Justice, Gunawan, mengatakan keamanan pangan sangat berkaitan de­ngan keamanan nasional, malah lebih utama dibanding dengan alutsista.

“Strategi Presiden Jokowi sudah ba­gus, keamanan pangan itu utama sebe­lum persenjataan itu tak terpisah dari keamanan nasional. Kalau perut lapar bagaimana bisa aman,” kata Gunawan.

Demikian juga dengan Menteri PUPR, untuk membangun infrastruktur pendu­kung seperti irigasi. “Kalau tidak ada in­frastruktur, bagaimana bisa bangun per­tanian di lahan baru,” kata Gunawan.

Presiden juga melibatkan menteri BUMN karena perusahaan yang berada di bawah naungannya diharapkan bisa mengerjakan lahan tersebut dan sesuai dengan amanat UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang BUMN yang memprioritas­kan kelas bawah dan perdesaaan.

Tiga kombinasi menteri itu dinilai te­pat, namun yang menimbulkan banyak pertanyaan adalah tidak dilibatkannya Menteri Pertanian.

Sebelumnya, Menteri Pertanian me­nyampaikan data bahwa cadangan beras nasional sebanyak 6,1 juta ton. “Enam juta ton itu dari mana? Bisa saja itu dari impor. Kalau impor, itu bukan tugas Menteri Pertanian. Tugas Mentan utamanya me­ningkatkan produksi pangan nasional se­suai amanat UU Pangan,” katanya.

Dia pun menyoroti peran Menteri Perdagangan yang seharusnya tahu per­sis kebutuhan pasar, kemudian meng­ganti (substitusi) impor menjadi pro­duksi nasional dan mendorong ekspor untuk menghasilkan devisa.

“Kalau tugas Mendag seharusnya meningkatkan ekspor, bukan malah menghabiskan devisa dengan impor. Kalau tidak dilaksanakan kan bertolak belakang dengan UU, berarti tidak se­suai dengan tugas,” tegas Gunawan.

Sebab itu, dia mengimbau agar Men­tan dan Mendag mendukung kebijakan Presiden Jokowi mengupayakan keta­hanan pangan dengan membangun food estate. n SB/ers/uyo/E-9

What do you think?

Written by Julliana Elora

KPK Perkuat Sinergi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Daerah

Penempatan Dana di Bank BUMN untuk “Bailout” Kredit Macet