JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19 yang memengaruhi aktivitas perekonomian khususnya ekspor, maka pemerintah tidak punya pilihan selain menggairahkan pasar domestik dengan mendorong konsumsi masyarakat. Konsumsi tersebut akan memberi dampak berganda, jika produksi barang dan jasa lokal yang dimanfaatkan untuk menuju kemandirian ekonomi.
Salah satu produk lokal yang potensinya sangat besar, namun selama ini kalah bersaing dengan produk impor yaitu buah-buahan. Selama ini, petani sudah enggan meningkatkan produktivitasnya karena harga produk mereka selalu kalah bersaing dengan produk buah impor dari Tiongkok.
Seiring dengan ajakan Presiden Joko Widodo untuk membeli produk lokal petani, nelayan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), ketimbang impor, seharusnya menjadi titik balik untuk membangkitkan produksi dalam negeri termasuk buah-buahan.
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Karen Tambayong, dalam webinar bertajuk Pangan Nusantara, yang berlangsung di Jakarta, Senin (10/8), mengatakan konsumsi buah lokal harus didorong karena impor buah Indonesia lebih tinggi dibanding ekspor sehingga perdagangan buah tercatat defisit.
Dia menyebutkan nilai impor buah pada 2019 mencapai 20 triliun rupiah. “Jumlah yang sangat besar, kita patut wasapadai,” kata Karen.
Masih Rendah
Di sisi lain, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih rendah yakni rata-rata 31 kilogram (kg) per kapita per tahun, jauh dari standar Food Agriculture Organization (FAO) yang mencapai 146 kg per kapita per tahun. Kondisi yang sama juga terjadi pada sayur, konsumsi sayur masyarakat Indonesia hanya 52 kg per kapita per tahun, jauh dari standar FAO 146 kg per kapita per tahun.
“Kita kebanyakan konsumsi karbohidrat yakni 114 kg per kapita per tahun. Sementara standar FAO hanya 60–65 kg per kapita per tahun. Padahal bagusnya perbanyak konsumsi protein, mineral, dan serat yang banyak terdapat pada buah dan sayuran.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Karen meminta pemerintah untuk menggenjot produksi buah dalam negeri dengan memanfaatkan lahan yang akan menjadi lokasi food estate atau lumbung pangan. Perkebunan buah diharapkan dibangun di lokasi food estate di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Sumatera Utara dan Papua.
Direktur Utama Pasar Komoditi Indonesia (Paskomnas) Indonesia, Hartono menegaskan perdagangan yang baik ialah yang adil bagi semua stakeholder. Untuk itu, pola tanam di tingkat petani harus diatur, namun lebih baik dikoordinasi oleh korporasi, bukan tiap individu.
Setelah itu disinergikan ke pasar induk, untuk selanjutnya ke pasar-pasar lainnya. “Perdagangan buah harus terintegrasi dari hulu hingga hilir,” kata Hartono. n ers/E-9