in

Program Guru Pembelajar Perlu Dievaluasi

Oknum guru SMKN 3 Padang Sidempuan, Sumatra Utara, diduga kembali melakukan pelecehan terhadap anak didiknya.

dinilai mengalami stagnasi, bahkan kemunduran. Pemerintah diminta mengevaluasi efektivitas program guru pembelajar karena tidak berdampak terhadap peningkatan kualitas guru.

Sejumlah kasus yang terjadi belakangan ini seperti tindakan kekerasan verbal terhadap siswa di SMKN 3 Padang Sidempuan, Sumatra Utara, merupakan salah satu indikasi bahwa kualitas guru mengalami stagnasi, bahkan kemunduran.

Program guru pembelajar yang digadang-gadang dapat meningkatkan kompetensi dan kualitas guru dengan berbagai metode, baik tatap muka maupun daring juga nampak sia-sia.

“Program guru pembelajar harus dievaluasi karena terlihat sekali belum dapat mengangkat kualitas guru seperti yang diharapkan,” kata Pengamat Pendidikan dari Eduspec Indonesia, Indra Charismiadji, di Jakarta, Jumat (14/4).

Pernyataan tersebut disampaikan Indra menanggapi laporan yang masuk ke Posko Pengaduan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) terkait tewasnya Amelya Nasution, SMKN 3 Padang Sidempuan, yang bunuh diri dengan cara minum racun tanaman. Amel nekat bunuh diri diduga karena ketakutan setelah dipanggil tiga oknum guru SMKN 3 tersebut.

Kemudian, kekerasan verbal yang dilakukan oknum guru terhadap siswa juga terjadi di sekolah yang sama, dan menimpa siswa yang berbeda.

Kali ini, kekerasan dilakukan oknum guru berinisial KS teradap lima siswi sekolah tersebut yang berinisial SY; IG; PNMM; KS, dan SA.

Sebelumnya, FSGI menerima laporan terjadinya kekerasan verbal yang dialami oleh lima siswi SMKN 3 Padang Sidempuan, Sumatra Utara, berinisial SY, IG, PNPM, KS, dan SA.

Sekjen FSGI, Retno Listyarti, menjelaskan, kelima siswi SMKN 3 Kota Padang Sidempuan tersebut dipanggil oleh pihak sekolah yang diwakili oleh oknum guru KS karena belum membayar iuran Pengelolaan Usaha (PU) sebesar 400 ribu rupiah. Oknum guru KS menyarankan para siswi yang menunggak iuran itu menjual diri agar bisa melunasi iuran PU.

“Oknum guru KS ini yang juga melakukan kekerasan verbal terhadap Amelya Nasution (Amel), yang diduga menjadi pemicu Amel bunuh diri dengan meminum racun,” papar Retno.

Ia menjelaskan kejadian yang menimpa lima siswi tersebut berawal pada Sabtu 1 April 2017. Saat itu, KS, oknum guru yang menyuruh para siswi menjual diri itu, mengumpulkan mereka di salah satu ruangan yang ada di sekolah tersebut.

Selanjutnya, KS menanyakan apakah iuran PU mereka sudah lunas atau belum. Spontan, lima siswi itu menjawab “belum”. Mendengar pengakuan dari siswi itu, KS langsung marah dengan nada suara tinggi.

Selanjutnya, KS bertanya mengapa iuran PU belum dibayar? Kelima siswi itu tidak bisa berkata-kata, mereka hanya bisa diam sembari mendengarkan ocehan dari oknum guru itu. “Jual saja diri kalian ke JB (nama salah satu tempat hiburan malam di Padang Sidempuan), supaya tunggakan kalian ini bisa lunas,” kata Retno menirukan penuturan para siswi.

Tak Dapat Ditolerir

Retno Listyarti menegaskan tindakan oknum guru SMKN 3 Padang Sidempuan terhadap siswinya tersebut tidak dapat ditolerir. “Terutama oknum guru KS menyarankan para siswi yang menunggak iuran itu menjual dirinya agar iuran PU tersebut bisa mereka lunasi,” katanya.

Retno menegaskan bahwa dirinya sangat prihatin atas kekerasan yang terus terjadi di dunia pendidikan. FSGI menolak segala bentuk kekerasan, baik fisik, mental maupun verbal di pendidikan dengan tujuan dan alasan apa pun.

“Mendisiplinkan anak tidak harus dengan kekerasan. Bersikap tegas tidak harus keras dan kasar,” tegasnya.

Retno mendesak kepada pemerintah, terutama dinas pendidikan setempat, untuk melakukan pengusutan terhadap dugaan kekerasan oknum guru tersebut.

“Jika terbukti, KS dapat dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 76 A dan Pasal 80 Undang-Undang No 35/2014 tentang Perlindungan Anak,” tegasnya. cit/E-3

What do you think?

Written by virgo

Paskah, Pengorbanan dan Teror

AS Siaga untuk Luncurkan Rudal Tomahawk ke Pyongyang