Subuh, angin mendayu-dayu di luar. Air keran membasahi dua lengan nan putih milik Deisti Astriani. Seusai berwudhuk dan menunaikan shalat subuh, kedua tangannya menadah ke atas, dan bait-bait doapun dipanjatkan.
Dari sekian doa, ada satu doa yang tak lupa dia pinta, doa kepada leluhurnya, nenek Tjut Aminah. Doa itu pula yang kerap membuat dirinya rindu kepada tanah leluhur, Aceh.
Trumon, Aceh Selatan adalah negeri Tjut Aminah, nenek Deisti. Sedangkan Tjut Aminah adalah anak dari Teuku Batak. Bagi generasi Aceh terkini nama Teuku Batak agak asing. Tapi jika ditelusuri asal usul Aceh maka Batak juga bahagian dari suku-suku di Aceh.
“Nenek saya Tjut Aminah adalah anak dari Teuku Batak, mereka berasal dari Trumon, Aceh Selatan,” kata istri Setya Novanto, Ketua Umum Golkar.
Trumon dahulu kala adalah sebuah kerajaan yang sudah dikenal sejak
tahun abad ke 17. Kemasyuran rempah merica membuat Trumon telah dikenal oleh bangsa-bangsa Eropah, Asia kecil, India dan Cina. Kebutuhan akan merica inilah yang membentuk persekutuan dagang antar bangsa, dan dengan sendirinya membuat Trumon menjadi kerajaan yang makmur.
Teuku Raja Batak adalah salah satu raja dari Kerajaan Trumon. Ia mengantikan ayahnya, Teuku Raja Bujang yang meninggal dunia pada 1835. Namun, karena usia raja masih kecil (13) maka roda pemerintahan dikendalikan oleh pamannya, Teuku Raja Mak Areh hingga 1843.
Teuku Raja Batak atau lengkapnya Teuku Raja Fansuri Alamsyah mulai memimpin negerinya dalam usia muda, 19 tahun. Meski begitu, keuletannya memimpin roda pemerintahan membuat Kerajaan Trumon mencapai puncak kejayaannya.
Alkisah, menurut Mohammad Said dalam buku Aceh Sepanjang Abad, Kerajaan Trumon didirikan oleh Teuku Raja Djakfar yang berasal dari Aceh Besar. Kerajaan Trumon akhirnya mendapat pengakuan dari Kerajaan Aceh dengan diberikannya Cap Sikureueng, dan berhasil memiliki mata uang sendiri pada saat dipimpin oleh raja ketiga, yaitu Teuku Raja Batak. Dalam catatan lain juga disebut bahwa Raja Trumon pertama berasal dari Batak Singkil yang mendapat pengakuan dari Aceh.
“Bisa jadi nama ayah dari nenek saya, Tjut Aminah, terinspirasi dari Raja Trumon itu ya,” sebut Deisti sambil tersenyum. Rindunya makin menggebu-gebu untuk selalu bisa mengunjungi Aceh.
Deisti sendiri adalah anak Ismed Tagor Harahap atau cucu dari Sorip Tagor Harahap. Surip Tagor Harahap yang lahir di Padang Sidempuan pada 1888 adalah anak dari pasangan Radja Tagor Harahap dan Dorima Siregar. Surip adalah pendiri Sumatranen Bond di Belanda (1917).
Menurut catatan di De Sumatra Post edisi 31-07-1919, tujuan didirikan organisasi ini untuk meningkatkan tarap hidup penduduk di Sumatra, karena tampak ada kepincangan pembangunan antara Jawa dan Sumatra.
Mereka yang tergabung dalam himpunan ini menerbitkan majalah yang akan dikirim ke Sumatra dan mengumpulkan berbagai buku yang akan dikirimkan ke perpustakaan di Padang, Fort de Kock, Sibolga, Padang Sidempoean, Medan, termasuk ke Koeta Radja (Aceh).
“Kakek Sorip Tagor atau Haji Muhammad Sorip Tagor Harahap meninggal tanggal 21 Mei 1973 di Cisarua (Jalan Selabintana), Sukabumi, Jawa Barat,” kata Deisti mengenang sang kakek.
Kerinduan Deisti terkabulkan. Usai melakukan Roadshow Bakhti Sosial di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Ketua Umum Ikatan Istri Partai Golkar (IIPG) itu berserta rombongan mengunjungi kembali Aceh.
“Alhamdulillah ya, saya bisa kembali ke Aceh. Ini negeri leluhur saya, negeri yang selalu memanggil dengan panggian rindu,” sebutnya saat di Pidie Jaya, Kamis (18/5).
Kunjungan di Pidie Jaya ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Munawaroh. Di situ Deisti Novanto menyerahkan bantuan 300 paket sembako, Alquran, sarung dan mukena. Bakti sosial diakhiri dengan peresmian dan penandatanganan prasasti pembangunan fasilitas pesantren berupa 10 MCK. Pembangunan MCK ini sangat bermanfaat karena sebelumnya para santri harus mengantri panjang untuk keperluan mandi dan lainnya.
Deisti mengucapkan rasa syukur dapat kembali menginjakkan kakinya di tanah leluhurnya serta mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat masyarakat Pidie Jaya.
”Rasa syukur saya dapat kembali berada di Aceh. Nenek saya juga orang Aceh. Jadi ini merupakan tanah leluhur saya. Terima kasih juga atas sambutan dari masyarakat Pidie yang sangat meriah,” katanya dalam rilis yang diterima aceHTrend, Kamis (18/5/2017).
Kedatangan Deisti bersama IIPG ke Aceh bukan yang pertama, sebelumnya Deisti juga sudah pernah mengunjungi Pidie Jaya. Istri Ketua DPR RI itu datang ke Gampong Teungkluet, Trienggadeng, Pidie Jaya, Jumat, 27 Januari 2017 untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan meunasah desa Teungkluet.
Meunasah desa tersebut rusak parah akibat musibah gempa pada 7 Desember 2016 lalu. Deisti Setya Novanto bersama Ikatan Istri Partai Golkar (IIPG) berinisitaif mengumpulkan dana untuk membangun kembali meunasah itu.
“Saya ingin selalu bisa pulang ke Aceh, pingin juga keliling Aceh, hingga ke Trumon, Aceh Selatan, doakan ya,” sebutnya seraya memandang pepohonan di sekitarnya. Deisti sepertinya benar-benar jatuh hati dengan negeri leluhurnya, Aceh. []