Senin, 24 Juni 2019 10:18 WIB
RAISATUL Gebrina tampil cantik dan menarik dalam balutan busana islami. Jilbab yang terus membalut kepalanya saat berada di luar rumah tidak membuat dirinya merasa menjadi kolot. Sebaliknya, Raisa, begitu dia akrab disapa, merasa lebih nyaman dan percaya diri. Pakaian islami, kata Raisa tidak pula menghalangi dirinya untuk terus berprestasi.
Prestasi demi prestasi terus didulangnya sejak dia duduk di bangku SMA Modal Bangsa Arun Lhokseumawe. Kini, mahasiswi semester empat Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh ini sedang menyandang gelar ‘Puteri Kebuda- yaan Aceh 2019’. Raisa akan menjadi wakil Aceh pada Pemilihan Putera-Puteri Kebudayaan Indonesia 2019 yang dilaksanakan Yayasan Putera- Puteri Kebudayaan Indonesia pada Agustus mendatang.
“Insya Allah saya siap mengharumkan nama Aceh di pentas nasional, mohon doa dan dukungan,” ujar Raisa ketika bincang-bincang dengan Prohaba di Lhokseumawe, Kamis 20 Juni 2019.
Sepanjang wawancara, Raisa terdengar fasih melontarkan kalimat-kalimat bijak dengan pendekatan agama. Misalnya, ketika dia mengungkap tentang kunci sukses. “Kunci kesuksesan hanya satu, yakni miliki adab. Sia-sia kehebatan kita bila tidak beradab. Al-adabu fauqal ‘ilmi (adab di atas ilmu),” tandas dara cantik kelahiran 17 Desember 1998 ini. “Alhamdulillah, dengan berbagai prestasi yang telah saya raih tidak pernah membuat saya merasa hebat.
Karena saya merasa semua itu adalah rahmat yang telah Allah SWT berikan kepada saya. Apalagi keberhasilan yang saya raih selama ini tidak pernah lepas dari dukungan berbagai pihak, seperti orang tua, keluarga, guru, dan juga teman-teman,” ujarnya.
Kearifan lokal mulai tergerus
Terkait statusnya sekarang sebagai ‘Puteri Kebudayaan Aceh 2019’, anak dari pasangan Alm Muhammad Amin- Agustina ini merasa predikat tersebut berkonsekwensi pada tanggung jawab yang besar.
Di even Pemilihan Putera- Puteri Kebudayaan Indonesia 2019, Raisa harus mampu mempromosikan kebudayan Aceh di tingkat nasional. Tema yang diangkatnya adalah budaya Peuayon Aneuk (mengayun/ membuai/menidurkan anak di ayunan) sambil melantunkan syair islami berisi untaian shalawat dan doa untuk sang anak agar hidupnya berbahagia di dunia dan di akhirat.
Menurut Raisa, tema ini diangkat karena dia melihat realita semakin tergerusnya budaya menidurkan anak di Aceh yang sarat nilai-nilai religi bergeser ke syair-syair modern yang tidak sesuai dengan kearifan lokal. “Saya akan mendatangi posyandu-posyandu di Aceh, khususnya di Lhokseumawe untuk mempromosikan kembali budaya Peuayon Aneuk kepada kaum ibu. Saya berharap kaum ibu di Aceh kembali membudayakan syair-syair islami saat menidurkan anaknya, karena syair-syair tersebut terkandung shalawat dan doa yang merupakan harapan orang tua untuk masa depan sang anak,” kata Raisa.
Bukan hanya advokasi, Raisa juga sedang menggalang dukungan dari pemerintah, pegiat seni, dan berbagai elemen masyarakat lainnya agar kecenderungan tergerusnya budaya Peuayon Aneuk itu menjadi bentuk keprihatinan bersama sehingga secara bersamasama pula mengembalikan budaya yang berbalut nilailuhur tersebut. “Dengan dukungan dariberbagai pihak insya Allah akan lebih memuluskan perjuangan saya mengharumkan nama Aceh pada even Pemilihan Putera-Puteri Kebudayaan Indonesia 2019 sekaligus kita akan buktikan kalau Aceh bisa melestarikan nilai-nilai budaya luhurnya termasuk budaya Peuayon Aneuk,” demikian Raisatul Gebrina. (saiful bahri)