Meski dikisahkan sosok perkasa, Sungu Lembu sesungguhnya tak berdaya. Ia stereotipe seseorang yang berada dalam cengkeraman kuasa atau penjajahan dalam jangka waktu lama. Ia membenci Watugunung, tapi tak kuasa mencegah menyukai Raden Mandasia. Dia lalu kehilangan nafsu membunuh.
Novel Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi adalah sebuah ramuan dongeng. Maka, di dalamnya banyak cerita tak masuk akal, ajaib, atau janggal. Pembaca boleh percaya dan tidak. Dikisahkan seorang pria 19 tahun bernama Sungu Lembu, putra Banjaran Waru, kerajaan taklukan Gilingwesi. Ia dibesarkan pamannya seorang perwira tinggi Banjaran Waru bernama Banyak Wetan.
Hubungan Sungu Lembu dengan Lembu Kuning, ayahnya, dan kakak adik tak begitu akrab. Banyak Wetan memiliki tiga anak: Jengger Banyak, Tlapak Banyak, dan Wulu Banyak. Kelak, Sungu Lembu tahu bahwa paman dan anak-anaknya terlibat upaya memerdekakan diri dari Gilingwesi.
Dalam sebuah kekacauan, Jengger Banyak tertangkap dan Banyak Wetan dituduh berkomplot. Nyi Banyak, bibinya, terbunuh dan dalam jangka waktu satu tahun hukuman terhadap Banyak Wetan akan dijatuhkan. Sungu Lembu lantas menjadi buronan. Dalam pelarian, dia mencari cara untuk membebaskan pamannya.
Sungu Lembu kemudian terdampar di rumah hiburan bertemu Nyai Manggis yang kemudian menggerakkannya untuk membunuh Prabu Watugunung, Raja Gilingwesi. Ia kemudian berkelana bersama Raden Mandasia dan mengikuti menuju Kerajaan Gerbang Agung untuk mencegah peperangan dua negara.
Dalam perjalanan, Sungu Lembu mendapati kebiasaan aneh sang pangeran yang gemar mencuri sapi lalu menaruh uang emas sebagai ganti. Perangai Sungu Lembu semakin mendekatkan tujuan untuk menghabisi nyawa Watugunung.
Novel ini meramu mitos-mitos klasik dicampur dalam satu urutan peristiwa. Kisah-kisah yang diramu, misalnya, upaya penaklukan Gerbang Agung oleh Gilingwesi dibantu pasukan gabungan.
Kemudian, kisah Putri Tabassum yang cantik sekali dan begitu melegenda hingga tak seorang pun berhasil mempersunting. Lalu seorang anak yang dipukul dengan centong di kepalanya hingga kabur kemudian menikah dengan ibu kandungnya. Ada pula, kisah Dewi Sinta yang membakar diri.
Semuanya merujuk pada kisah-kisah yang sudah dikenal luas di kepala, kemudian dibaurkan sehingga membentuk kisah baru. Ada yang seolah nyata. Misalnya kisah Watugunung memperoleh kejayaan. Dia adalah pemuda yang tak diketahui asal-usulnya.
Ia kemudian datang ke Medang Kamulan karena diminta untuk membasmi pemberontakan kecil di negeri-negeri jajahan. Pemuda sakti ini menumpas sang raja lalim. Dia mengambil-alih kerajaan dan mengubah namanya menjadi Gilingwesi.
Dia memperisti dua permaisuri Dewi Sinta dan Dewi Landep. Dari Dewi Sinta lahir 27 anak. Sementara dengan Landep, tak berputra. Gilingwesi semakin jaya dan nyaplok wilayah-wilayah.
Kisah penaklukan semacam ini tentu tidak asing dalam pelajaran sejarah kejayaan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Meski dikisahkan sosok perkasa, Sungu Lembu sesungguhnya tak berdaya. Ia stereotipe seseorang yang berada dalam cengkeraman kuasa atau penjajahan dalam jangka waktu lama. Ia membenci Watugunung, tapi tak kuasa mencegah menyukai Raden Mandasia. Dia lalu kehilangan nafsu membunuh.
Nyai Manggis dan Dewi Sinta adalah tokoh-tokoh perempuan yang sangat menarik. Sebab, meski seolah-olah mereka tak punya pilihan dalam hidup, mampu menjadi pendorong pria mengikuti keinginan mereka.
Nyai Manggis mampu membujuk Sungu Lembu mengikuti Raden Mandasia. Seperti peramal dia berkata, “Tapi aku percaya Raden akan selamat setelah melihat Watugunung dan orang-orang Gilingwesi berkubang darah,” (hlm 167).
Sementara Dewi Sinta mendorong suaminya pergi merebut Putri Tabassum lantaran tak sanggup menanggung dosa. Ia kemudian memilih melakukan puja dan membakar diri untuk membersihkan dosa. Bagaimanapun, Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi seakan menampilkan tradisi sastra lisan masa lampau.
Novel ini memberi petunjuk untuk melihat ke dalam diri manusia. Sebab “Musuhnya sangat dekat. Ada di dalam diri, hawa nafsunya sendiri” (hlm 84). Diresensi Fadjriah Nurdiarsih,lulusan Sastra Indonesia UI.