in

Ribuan Hektare Lahan Gersang dan Mati Suri

EKSTAMBANG: Rusaknya alam di Pulau Koyang, Kecamatan Bintan Pesisir. Terlihat lahan ekstambang yang gersang. F-ADLY BARA HANANI/TANJUNGPINANG POS

Ribuan hektare lahan ekstambang di Kepri gersang dan terbengkalai seakan mengindahkan kegiatan revegetasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

Amanah undang-undang tersebut tampak diacuhkan dengan sengaja, meski beberapa poin dasar hukum sudah cukup kuat dalam mengatur lahan-lahan yang dimanfaatkan oleh perusahaan tambang, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang dan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan SumberDdaya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Direktur PT. Multi Coco Indonesia, Ady Indra Pawenari yang juga sekaligus sebagai pemerhati lahan kritis di Indonesia mengatakan bahwa sejauh pengamatannya, saat ini pemerintah sedang dilanda dilema.

”Kita tahu bersama sejumlah wewenang dari kabupaten/kota ke provinsi sudah ditetapkan sesuai Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Itu salah satu dilemanya, sebab uang jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang masih di tangan kabupaten kota, sementara kebijakannya sudah di tangan provinsi,” jelasnya kepada Tanjungpinang Pos, Minggu (27/11).

Pemicu dilema menurutnya, bukan dikarenakan terpisahnya antara posisi dana jaminan dengan kebijakan, melainkan pos-pos dana jaminan pascatambang tersebut berada di saku pemerintah melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

”Yang jelas uang itu ada, tapi di brankas BPR, kalau diambil, bisa-bisa BPR tamat nasibnya,” papar peraih gelar pahlawan teknologi inovatif ini.

Ady menduga, kuat skema kronologi berdirinya BPR di beberapa titik Kepri tidak terlepas dari peran serta dana jaminan pertambangan.

”Aturannya sudah jelas, ketika izin tambang keluar maka sebelum kegiatan pertambangan dimulai harus setor jaminan. Faktanya uang jaminan bukan disetor ke bank umum melainkan bank milik pemerintah,” jelasnya.

Bicara bank, tentu berbicara aturan-aturan yang diberlakukan pada sistem perbankan, satu diantaranya adalah bunga bank yang dihasilkan oleh dana miliaran dari setoran jaminan dana reklamasi.

”Kalau bunga bank itu diambil pemerintah, sudah jelas itu korupsi, namun kalau bunga bank di-serahkan kembali ke perusahaan tambang itu juga membuka celah baru untuk melakukan korupsi, indikasi ini sudah diendus KPK kok. Artinya pemerintah di posisi bimbang kan,” kata dia.

Lebih lanjut menurut inovator muda putra daerah ini, beberapa perusahaan tambang yang merasa sudah menyerahkan dana jaminan, terkesan lepas tangan terhadap tanggung jawab perbaikan lahan.

Padahal sudah diatur dengan jelas dan tegas dalam Permen ESDM No.7 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa penempatan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang tidak menghilangkan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk melaksanakan kegiatan revegetasi di lahan pascatambangnya.

”Artinya tanggung jawab pascatambang masih melekat di tubuh perusahaan tambang itu sendiri. Kecuali kalau sudah diperingati berkali-kali tetap ngeyel, maka pemerintah berhak menggunakan uang jaminan untuk perbaikan lahan melalui pihak ketiga. Tapi kenyataan sekarang lihatlah, masih terbengkalai dan mati suri,” tegasnya.

Bola panas kebijakan saat ini berada di tangan Kepri 1 yakni Gubernur Kepri H Nurdin Basirun untuk mengeksekusi uang yang diperkirakan mencapai angka triliunan yang mengendap di BPR dalam menjalankan amanah undang-undang untuk kembali menyelamatkan lahan pascatambang.

Ady juga merasa, ketidakseriusan pemerintah merupakan salah satu penyebab mangkraknya ribuah hektare lahan yang semakin hari semakin gersang.

”Sekarang kalau dipikir, apalagi masalahnya, aturannya sudah ada berdasarkan undang-undang, uangnya juga sudah ada, bahkan sejak awal disetorkan oleh perusahaan tambang. Kalau masalah siasat mengalahkan lahan gersang, saya siap membantu dengan karya inovatif saya ini,” ujar kreator Cocopit yang mampu merubah lahan mati kembali subur.

Bukan tanpa alasan Ady dengan berani mengatakan pemerintah tidak serius. Salah satu bukti yang disingkapnya kepada awak media adalah kejadian tahun 2013 silam.

”Cocopit saya ini ditantang Pak Lis untuk tanaman pangan, saya buktikan dengan menanam jagung di lahan mati Dompak, tanpa pupuk, hanya mengandalkan cocopit yang saya taburkan 20 ton gratis, bahkan sewa alat berat dan pembibitan juga dari uang saya, hingga masanya panen dan disaksikan langsung pihak pemerintah, nyatanya hingga sekarang respon kelanjutan masih nihil. Terus di lahan mati sungai Toca Dompak juga saya buktikan dengan menanam 500 batang kayu sengon yang sekarang sudah setinggi 5 meter. artinya tak ada yang mustahil, terlebih lagi negeri kita ini tanahnya masih banyak yang subur, tinggal niat mau apa tidak saja,” kesalnya.

Keseriusan pemerintah memang menjadi poin utama dalam menjalankan amanah undang-undang terkait lahan yang habis digerus, sisanya adalah kemantapan Gubernur Kepulauan Riau dalam mengelindingkan bola panas keputusan.

Apakah berani mengorbankan BPR yang sejatinya merupakan gudang dana jaminan, atau mengorbankan lahan yang luasnya ribuan hektar, tentu dengan tingkat risiko yang beragam. (cr33) 

What do you think?

Written by virgo

Melihat Sepak Terjang Satgas Saber Pungli

Tak Lelah Menebar Semangat Bercocok Tanam