in

Seperti Lembaran Kertas Putih Tak Bernoda

AKRAB: Para murid UPTD SDN 01 Batubalang
terlihat akrab dengan penulis, Aisyah Nova Rina, S.Pd SD.

Sebagai orang tua, kita tentunya merasa bahagia dikaruniakan buah hati. Karena belum semua orang mendapatkan kesempatan tersebut. Bahkan anehnya, ada juga orang tua yang sudah mendapatkan titipan ilahi, namun menyia-nyiakannya.

Ini jelas membuat kita cukup miris dan pilu melihatnya. Buktinya, tak sedikit anak yang mendapatkan kekerasan dari orang tuanya, ditelantarkan, dan sebagainya. Padahal, anak adalah karunia tuhan kepada setiap orang tua. Seorang anak boleh dikatakan bagaikan lembaran-lembaran kertas putih yang tak bernoda.

Demikian gambaran bagi seorang anak yang baru dilahirkan ke muka bumi. Dan beratus tahun yang lalu, hal ini sudah disebut oleh baginda nabi besar Muhammad SAW. Rasulullah mengatakan “seorang anak adalah suci, akan kah anak dijadikan Nasrani dan Majusi, semua terserah kepada kedua orang tuanya”.

Namun harus diingat, lembaran-lembaran kertas itu tentunya akan menjadi sebuah catatan bagi pemilik kertas nantinya. Catatan yang baik atau buruk tergantung si pemilik kertas untuk menuliskanya.

Jika seorang anak diibaratkan dengan sebuah buku yang berisi lembaran-lembaran kertas kosong, maka yang akan memenuhi buku tersebut dengan catatan-catatan tentulah si pemilik buku.

Sebuah buku tulis yang berisi lembaran kertas putih kosong, akan mendata segala ingatan yang mampir di otak sang pemilik buku. Dan jika sang pemilik ingin menggunakan buku tersebut untuk mencatat pelajaran Matematika misalnya, maka angka-angka akan memenuhi setiap lembaran kertas dari buku.

Tetapi jika sang pemilik buku ingin menggunakan buku tersebut untuk mencatat pelajaran Bahasa Indonesia, maka lembaran-lembaran kertas tersebut akan dipenuhi dengan untaian kata. Jadi jelas, baik buruknya nasib si buku tentu tergantung dari sang pemilik buku.

Begitu pula dengan pembentukan karakter seorang anak, baik buruk karakter anak tergantung dari pola asuh orang tua dan pengalaman hidup yang diperolehnya. Jika si pemilik kertas diibaratkan orangtua dan lembaran kertas putih diumpakan dengan sang anak, maka pola yang akan digoreskan dilembaran kertas tersebut adalah pola yang disebut dengan pola asuh.

Pola asuh dari kedua orangtua yang akan menentukan keberhasilan pembentukan karakter pada diri seorang anak. Hal ini selaras dengan pendapat Dorothy law nolte, seorang ahli pendidikan dan konseling dari negeri Paman Sam yang mengatakan “Jika anak belajar dengan celaan, anak akan belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, anak akan belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan ejekan, mereka tumbuh dengan rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian mereka akan belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, mereka akan belajar mencintai”.

Pada pembentukan karakter seorang anak, peran orang tua sangat penting. Karena orangtua dan guru adalah sebagai seorang yang mengarahkan sang anak untuk mencapai segala hasrat dan minat yang diingininya sesuai dengan kodrat dan potensi yang ada pada diri sang anak.

Sehingga potensi dan bakat anak yang telah diberikan oleh tuhan kepada dirinya dapat digali dan dikembangkan dengan baik, tanpa ada unsur paksaan. Sehingga anak akan mempunyai karakter yang kuat dan tangguh dalam jiwanya.

Untuk mendapatkan karakter anak yang kuat dan tangguh, seorang anak harus melalui pengalaman yang pertama yang berasal dari dalam keluarga. Yang pertama sekali untuk ditiru dan dicontoh tentulah berasal dari segala tingkah pola kedua orang tuanya.

Jika orang tua memberikan contoh yang baik, maka anak akan meniru dan mencontohnya. Begitu pula sebaliknya, jika orang tua memberikan contoh yang tidak baik maka dengan cepat pula anak untuk mencontohnya.

Dari pengalaman–pengalaman yang diterimanya menjadikan hal tersebut tersimpan didalam lembaran-lembaran otak dan membekas didalam jiwa sang anak. Sehingga pengalaman dan peristiwa yang sering dilihat dan didengar dan juga ditiru oleh anak, menjadikan hal tersebut sebuah kebiasan yang akan sulit untuk diubah.

Hal ini selaras dengan sebuah pepatah Minang yang mengatakan Ketek taraja-aja, gadang tabaok-baok, alah gaek ta ubah indak. Pepatah Minangkabau tersebut memang benar adanya. Karena jika dari kecil sudah diajari terus menenerus, maka hal itu dapat menjadi sebuah kebiasaan.

Dan dari suatu kebiasaan tersebut lambat laun pasti akan membentuk menjadi sebuah karakter yang sulit untuk diubah. Umpamakan kertas putih yang telah banyak coretan, maka akan susah untuk menghapusnya.

Jika kita coba menghapusnya mungkin saja kertas akan robek dan ujung-ujungnya singgah di tempat sampah, atau menjadi sebuah benda yang rusak dan tak bermanfaat lagi. Tapi kita tidak pula bisa beranggapan karena anak sebagai kertas putih, kita menulis, menggambar semaunya saja dan membentuk apa saja yang kita inginkan.

Kita harus ingat, karena pada hakikatnya seorang anak juga memiliki bakat, minat tersendiri yang disesuaikan dengan kodratnya. Hal ini selaras dengan ucapan bapak pendidikan Indonesia Kihadjar Dewantoro, yang mengatakan “Anak-anak hidup tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri, pendidik dan orangtua hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu”.

Kita sebagai tenaga pendidik dan orang tua tentu saja setuju dengan ucapan bapak pendidikan Indonesia tersebut, bahwa sebagai tenaga pendidik tugas kita hanya merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat.

Inilah yang disebut mendidik sejati. Karena mendidik sejati adalah mendidik dengan menumbuhkan dan membangkitkan potensi kebaikan atau karakter yang sudah dibawa sejak lahir. Agar anak mampu mencapai peran sejati dalam kehidupannya, maka jadikan kertas putih itu menjadi kertas yang penuh dengan goresan kata-kata yang indah dan gambar yang menarik.

Bukan hanya sekadar kertas putih yang berisi goresan yang sia-sia saja dan tak bermanfaat dan ujung-ujungnya hanya memenuhi onggokan kertas di tempat sampah.
Sebagai orang tua dan guru, tugas kita adalah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan dan akhlak yang mulia kepada anak.

Biarkan mereka berkembang sejalan bakat, minat dan kodrat nya. Agar anak mencapai kesuksesan yang hakiki, menjadi diri sejati dan tidak berjalan di bawah bayang-bayang orang lain.(***)

Oleh : Aisyah Nova Rina, S.Pd SD
(Guru UPTD SDN 01 Batubalang)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Belanja Daerah Terealisir 86,94 Persen

TOT Fasda Literasi, Lewat Media Guru