in

Sepotong Jalan Penyiksaan

Alkisah adalah sebuah jalan di daerah Ciledug–Cipulir di wilayah Jakarta Selatan yang memanjang dari daerah Kebayoran Lama menuju Tangerang dan sebaliknya.

Jalan panjang itu ada belokan ke kiri dan kanan yang jumlahnya banyak sekali. Salah satunya adalah yang ke kiri dan ke kanan nyaris berseberangan, di daerah yang yang dinamai Petukangan Selatan dan Petukangan Utara.Jalan yang menuju ke daerah Petukangan Selatan itu bernama jalan M Saidi.

Karena pembangunan jalan yang bergegas, di atas jalan itu berdiri jalan bertingkat khusus untuk Transjakarta sampai Jalan Tendean, juga jalan tol JORR yang bisa melesat sampai Bandung, atau Bawean, Jawa Tengah—saat Lebaran nanti.

Jalan M Saidi ini mempunyai adik baru bernama, tidak resmi “Arteri Saidi”, yang melingkar sepanjang lebih kurang dua km,sebelum menyambung lagi di jalan sebelumnya.

Celakanya, atau memang begitulah adanya, para pengendara motor memilih memotong jalan, yang akibatnya berarti melawan arus kendaraan yang akan masuk jalan tol. Terlalu riskan memang, baik yang melawan arus, atau mengikuti jalan secara baik dan benar.

Untuk mengetahui betapa ruwetnya, kalau kita dari Jalan M Saidi ingin menuju mana pun, ada papan petunjuknya. Ada satu petunjuk ke tiga jurusan: Veteran, Bintaro, dan Jagorawi.

Ada petunjuk kalau mengikuti petunjuk lurus: ke arah Joglo, Meruya, Tangerang, atau Soekarno Hatta. Di bawahnya ada lagi petunjuk lain, anak panah ke arah kanan:

ke Ulujami dan Kebayoran Lama. Masih ada lagi tanda panah ke arah Ciledug, juga Tangerang. Diperlukan navigator kelas langit untuk bisa membaca petunjuk. Karena petunjuk “lurus” dalam artian sebenarnya adalah “belok kiri”.

Dengan arah untuk 10 jurusan sekaligus tak mudah dipahami untuk pengendara yang baru mengenal. Ini pasti membuat kebi_ngungan atau keraguan jalur mana yang dipilih.

Paling kiri, paling kanan, atau di tengah, mau terus, belok kiri, kanan, menerabas masuk tol bandara atau bertemu yang melawan arus masuk tol JORR.

Kalau setiap keraguan artinya memperlambat laju kendaraan, sempurnalah sudah kemacetan. Yang selalu dibiarkan karena tak ada petugas resmi yang mengatur. Artinya, pengaturan sepenuhnya masih di tangan “Pak Ogah” dan sepenuhnya kesabaran pemakai jalan.

Saya pernah menuliskan di rubrik ini ketika jalan di atas dibuat, namun tak membayangkan bahwa sepotong Jalan M Saidi akan begitu menyakitkan.

Begitu penuh penyiksaan. Belum lagi di sebelah kiri sedang dibangun kompleks pertokoan atau kantor, atau dua-duanya.

Saya tak tahu bagaimana kebijakan membuat jalan, makanya saya percaya kepada para arsitek, para perancang, para pembangun jalan, para pemborong, dan mereka yang terlibat.

Pastilah sudah diperhitungkan kemungkinan bertumpuknya kendaraan, atau juga penambahan jumlah kendaraan yang melalui, yang bisa tersalurkan.

Adalah salah besar bahwa jalan tol, atau jalan Transjakarta akan membuat terobosan. Justru di situ menjadi titik buntu. Bukan hanya ketika jalan itu sedang dibangun, melainkan adalah ketika jalan itu akan diresmikan—sebentar lagi.

Mudah-mudahan—ini hanya cara menghibur diri, semua ini sudah dipikirkan. Tinggal dilaksanakan dengan tegas. Misalnya sepeda motor, dilarang memotong jalur dan menjadi pelawan arah.

Dengan segala konsekuensinya; dijagai atau diberi pembatas. Karena rambu saja tak bakal dipatuhi, dan terutama karena yang dibiarkan bisa dianggap dibenarkan.

Dengan banyak persimpangan—sekali lagi bisa ada 10 pilihan jurusan, mustahil menjadi baik dan benar tanpa ketegasan dan kepastian arah yang dituju. Jalan yang menimbulkan penyiksaan pastilah tidak dibangun untuk tujuan menyakitkan.

Maka, layak dikembalikan ke tujuan semula: menjadikan lebih lancar, lebih nyaman, dan aman, tanpa menaikkan tekanan darah di pagi, siang, dan malam hari.

What do you think?

Written by virgo

Tren Ekspor Minyak Sawit Menurun

Bupati Buton Nonaktif, Samsu Umar Segera Disidang