Setelah melalui wacana yang panas, terutama sejak tiga bulan ini, akhirnya pemerintah resmi membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Alasan utama pembubaran ormas ini adalah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila. Pembubaran itu diumumkan oleh Dirjen Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris dan dinyatakan sebagai tindak lanjut dari penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Sekitar tiga bulan lalu pada 8 Mei, lewat Menko Polhukkam Wiranto, nama HTI sudah disebut akan dibubarkan. Tapi rupanya pemerintah “lupa” bahwa membubarkan ormas ternyata tidak gampang. Berdasarkan UU No 17/2003 tentang Ormas, harus ada keputusan pengadilan terlebih dahulu, sebelum ormas dibubarkan. Sidang yang panjang, proses yang berliku, dan syarat lainnya membuat pemerintah tak sabar. Akhirnya, dikeluarkanlah Perppu 2/2017. Sepekan setelahnya, HTI pun dibubarkan.
Banyak kritik yang dialamatkan kepada pemerintah. Beberapa pakar hukum tata negara menilai, proses pembubaran HTI melanggar mekanisme hukum. Salah satunya Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, yang juga menjadi kuasa hukum HTI. Yusril menganggap, keluarnya Perppu terlalu dipaksakan. Kegentingan yang memaksa —yang menjadi prasyarat dikeluarkannya Perrpu pun— dinilai tak ada. Pemerintah dinilai terlalu prematur dan terburu-buru melakukan tindakan. Makanya, Yusril pun akan menggugat Perppu ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak hanya Yusril. Pakar hukum tata negara lainnya, Prof Dr Refly Harun. Refly yang notabene “orang pemerintah”, menilai keluarnya Perppu Ormas ini juga tidak tepat. Sebab, Perppu meniadakan pengadilan dalam mengambil putusan ini. Perppu ini juga dinilai melanggar kebebasan berserikat. Sebab, pemerintah dengan mudah mencap, memberi penilaian, melabelkan anti-Pancasila dan lainnya, dan kemudian membuat keputusan. Bahkan Perppu ini, dengan ganas bisa mempidanakan pengurus dan anggota ormas yang bersangkutan.
Sejauh ini, pemerintah kukuh dengan rencana ini. Bahkan Presiden Joko Widodo langsung berbicara soal pembubaran HTI ini. Jokowi juga memberi isyarat, pembubaran ormas tak hanya pada HTI saja. Satu per satu ormas akan dikaji, lalu mungkin diberangus. Lalu ormas mana yang ditarget pemerintah selanjutnya?
Kita tidak tahu, ormas mana yang ditarget pemerintah setelah ini. Tapi, ini tentu akan menjadi pola. Jika setelah HTI, lalu ormas Islam lain menyusul, maka akan tampak polanya dengan jelas. Tidak tertutup juga ormas-ormas besar akan terkena dampak Perppu ini, seperti NU dan Muhammadiyah. Tapi tentu saja pemerintah harus berpikir seribu kali untuk berani melakukan itu. Tapi yang jelas, alat untuk pemberangusan ormas itu sudah ada. Paling tidak, Perppu ini bisa menakut-nakuti para petinggi ormas atau menjinakkan mereka.
Sebenarnya, cukup banyak ormas yang bisa teridentifikasi tak sesuai Pancasila. Di antaranya yang berafiliasi dengan komunis, berpola separatis, dan lainnya. Pemerintah di satu sisi, dinilai mengabaikan ormas, gerakan dan pola kelompok seperti ini. Mereka seakan dibiarkan. Pemerintah justru galak pada ormas agama tertentu. Setidaknya, ini yang sedang terlihat sekarang. Sejarah sedang melihat, ke arah mana palu putusan pemerintah ini nantinya mengarah. (*)
LOGIN untuk mengomentari.