Palembang (Antarasumsel.com) – Perusahaan perkebunan Sinar Mas Group memasang kamera thermal di sejumlah titik di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan untuk mendeteksi dini kebakaran hutan dan lahan.
Staf Ahli Perubahan Iklim Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Najib Asmani di Palembang, Jumat, mengatakan, dengan kamera berteknologi canggih ini maka perusahaan perkebunan dapat memperoleh data yang akurat dan cepat dari lokasi karhutla sehingga bisa melahirkan keputusan yang tepat.
“Tidak hanya bisa dilihat. Kamera ini akan mengidentifikasi dan mendeteksi jika ada titik panas di lokasi terdekat. Sekarang kamera ini dipasang di Simpang Tiga Ogan Komering Ilir. Harapannya ke depan akan ditambah jumlahnya di Air Sugihan,” kata Najib usai kegiatan Focus Group Discussion mengenai manajemen terpadu lahan gambut.
Sejumlah perusahaan pemasok Asia Pulp & Paper yang beroperasi di OKI telah menggunakan teknologi geothermal untuk mendeteksi dini kebakaran lahan dan hutan ini sejak 2016.
General Manager Fire Management APP Sinar Mas Sujica Lusaka mengatakan, ide menggunakan teknologi geothermal muncul setelah menghadapi kejadian kebakaran lahan dan hutan yang hebat pada musim kemarau 2015.
“Sebelumnya perusahaan hanya menggunakan data hotspot dan peta lokasi tapi tetap saja hasil tidak maksimal karena tidak dapat mendeteksi dini, begitu juga dengan pemantauan dengan tower karena baru bisa melihat api di lahan gambut setelah apinya membesar,” kata dia.
Namun dengan teknologi terbaru ini maka deteksi titik api di lahan gambut dapat terlihat secara kasat mata karena alat dapat menangkap perbedaan suhu ekstrem di muka tanah.
“Rencananya alat thermal kamera ini akan dibawa dengan pesawat Cessna 206H Station Air dan bermarkas di Jambi karena dinilai dapat melingkupi wilayah lain. Setiap hari rute perjalanannya melintasi Jambi-Riau-Sumatera Selatan dalam waktu sekitar 2 jam,” kata Sujica.
Ia menerangkan begitu panas terdeteksi, maka sistem akan mengirimkan data serta mengoverlay ke dalam peta konsesi sehingga lokasi titik api akan langsung terlihat dalam sistem dalam waktu 50 menit. Informasi ini dapat cepat didapatkan karena di dalam pesawat ini terdapat monitor fire danger rating system (FDRS). Jika berwarna kuning atau merah maka frekuensi patroli di daerah tersebut akan di tingkatkan menjadi 2-3 kali lipat.
“Sistem ini terbilang baru di kembangkan dan akan siap beroperasi penuh pada akhir Maret tahun ini, setelah izin terbang diperoleh,” papar Sujica yang lulusan Queensland University of Technology Australia ini.
Pada 2016, kejadian karhutla di Sumsel menurun cukup tajam hingga mencapai 99,87 persen atau hanya 908 hektare saja dari total hampir 700.000 hektera pada 2015.
Keberhasilan ini salahs satunya karena iklim sepanjang 2016 yang dipayungi kemarau basah. Pada 2017, kewaspadaan harus ditingkatkan karena musim kemarau diperkirakan akan tiba pada Maret.
Editor: Dolly Rosana
COPYRIGHT © ANTARA 2017