Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dijumpai orang–orang yang senang bercerita, terutama dalam proses berkomunikasi antar sesamanya. Bagi seorang penulis, menulis tidak ubahnya seperti berbicara.
Ketika seseorang mengeluarkan argumen dan opini dalam kegiatan berdiskusi, dia akan menyampaikan dengan lancar dan rutut sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Demikian juga dengan menulis, seorang penulis yang hebat adalah pembaca dan pendengar yang baik.
Semua argumen bisa disampaikan dengan lancar dan mengalir saja, seperti orang berbicara, apalagi bahan yang sedang ditulis sangat dikuasainya. Namun kenyataannya, seorang pembicara yang baik belum tentu seorang penulis yang baik. Karena pada hakikatnya menulis tidaklah semudah membaca.
Menulis adalah pembiayaan, banyak orang terselamatkan dengan menulis ini. Menulis adalah salah satu terapi bagi sebagian orang, salah satunya untuk menghambat kepikunan. Makanya banyak orang hebat bahkan prosesor yang masih produktif di masa pensiun karena masih aktif menulis.
Sangat banyak yang bisa dituliskan, apa saja yan dilihat, dijalani, dan dihadapi bisa dituliskan. Sangat banyak manfaat dalam menulis ini, karena dalam tulisan itu kita bisa memberikan informasi, mengabadikan sejarah, mencerahkan jiwa, bahkan untuk menghibur orang lain.
Alasan dan tujuan seorang penulis itu perlu digali secara dalam dan jelas, karena dapat menggerakkan penulis dalam kegiatan mengayunkan pena di atas kertas dan menghadapi rintangan selama proses menulis berlangsung.
Jadi, jika ditanya mengapa menulis, seorang penulis akan mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Bisa jadi karena uang, ketenaran, hobi, bahkan karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan.
Sebagai penulis, kita bisa berdakwah, menjadikan tulisan kita sebagai ladang dakwah dan kelak bisa menjadi amal jariah. Karena kita mengajak orang untuk bisa melakukan hal baik yang kita pinta melalui tulisan.
Ketika seorang penulis mengayunkan penanya, dia juga mengusung tujuan-tujuan tertentu, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Dibandingkan berbicara, menyimak, maupun membaca, menulis memang memiliki kelebihan tersendiri.
Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan sesuatu yang tak terucapkan, mencerminkan kedalaman pikiran, dapat dibaca berulang-ulang, mudah diduplikasi, berdaya sebar tinggi, dan abadi melampaui zaman.
Melihat hal-hal yang bisa dilakukan dengan menulis, seorang penulis dapat meraih manfaat dalam kegiatan menulis ini, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Benarkah menulis dapat menjadi terapi bagi sebagian orang, apa saja manfaat menulis itu, mari kita bahas. Menulis dapat menyelamatkan hidup.
Seseorang dapat mengambil keputusan-keputusan yang buruk bagi dirinya, seperti bunuh diri, ketika tidak sanggup lagi menahan geliat kesedihan maupun tekanan rasa kecewa yang begitu menyakitkan hatinya. Apalagi saat ia merasa bergumul sendirian dan tidak ada satu pun tempat untuk mencurahkan setiap rasa yang ada.
Menulis membuka pikirannya bahwa bunuh diri bukanlah keputusan yang benar dalam menghadapi kesulitan dan kesedihan yang melanda. Menulis juga membantunya memahami luka hati dan membuat hidupnya menjadi lebih berarti. Ya, dengan menulis kita dapat mengungkapkan perasaan kita tanpa batas.
Dengan itu, kita pun belajar untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, memberi harapan hidup, dan membuat kita merasa tidak sendiri. Berikutnya menulis itu menyehatkan. Menulis itu bisa mencarahkan wajah dan membuat kulit cerah dan segar kembali akibat menulis setiap hari.
Saat kita bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata akan segera lenyap dan kulit akan terasa segar kembali (Hernowo, 27). Mungkin terdengar lucu, namun hal ini telah diteliti dan dibuktikan bahwa menulis berdampak baik bagi kesehatan.
Menulis mampu menjernihkan pikiran, mengatasi trauma, dan dapat membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru. Menulis membantu memecahkan masalah, dan menulis-bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis. Menulis juga merupakan salah satu langkah menuju keabadian.
Orang hidup dibatasi oleh usia. Namun, sebuah tulisan hidup untuk selamanya. Banyak penulis yang sudah meninggal dunia, akan tetapi karyanya tetap hidup sampai sekarang dan menjadi bermanfaat bagi pembacanya. Tulisan bersifat lebih abadi daripada bahasa lisan. Setelah mendengar orang bicara, selang beberapa menit seseorang bisa lupa.
Berbeda dengan tulisan, ketika seseorang lupa tentang apa yang dibacanya, dia dapat membaca kemudian mengingatnya kembali. Selain itu, ketika tidak mengerti maksud sebuah tulisan, seseorang dapat mempelajarinya berulang-ulang sampai dia mengerti.
Fakta-fakta tersebut seharusnya dapat membuat kita semakin tergerak untuk lebih banyak lagi menuliskan hal-hal yang bermanfaat. Kelak, meskipun kita telah tiada, ide dan pikiran kita tetap ada. Orang lain pun tetap dapat belajar dan beroleh manfaat dari apa yang telah kita tulis.
Lihat saja penulis hebat masa lalu, yang sampai saat ini karyanya masih dibahas, digali dan dipelajari serta dijadikan pedoman dalam kehidupan. Itulah yang akan menjadi ladang amal dan amal jariah baginya kelak di akhirat.
Bukanlah salah satu amalan yang bisa menolong kita nanti di alam bawah adalah amal jariah atau ilmu yang bermanfaat. Ini saja sudah cukup bagi kita untuk menjadi alasan bagi kita untuk mulai menulis.(Dilla S.Pd, Guru SMP Islam Al Ishlah Bukittinggi)