Berbicara mengenai filsafat progresivisme dan merdeka belajar, maka perlu pendalaman lebih lanjut dan telaah mendalam terhadap dua kata ini. Ketika ada yang menyebutkan kata filsafat, banyak yang mengeluarkan pendapat tentang kata tersebut.
Pro dan kontra bermunculan ketika mendengar kata filsafat, namun apa yang dimaksud dengan “filsafat?, apa itu filsafat progresivisme?, dan apa itu merdeka belajar?”. Dalam artikel ini akan kita bahas mengenai filsafat progresivisme dan merdeka belajar. Apakah ada kaitan antara keduanya atau kata ini memiliki perbedaan yang sangat jauh.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Arab “falsafah” yang diarabisasi dari kata Yunani, philosphia. Kata ini terdiri atas dua kata, philo (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi) (Nunu Burhanuddin, 2020).
Filsafat Progresivisme merupakan Aliran filsafat pendidikan yang menekankan kepada peningkatan kemampuan peserta didik melalui pengalaman kemampuan diri peserta didik atau kemandirian dan selalu menunjukkan perubahan dari masing-masing peserta didik (Kompasiana, 2023).
Filsafat progresivisme dalam pendidikan memberikan pandangan bahwa, praktik pendidikan harus diubah ke arah progresif atau berkemajuan yang selama ini terkesan otoriter dan indoktrinasi menjadi demokratis dan lebih menghargai kemampuan dan potensi kemampuan anak, sehingga dapat mendorong peserta didik untuk lebih banyak aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran dan guru berfungsi sebagai fasilitator (Matusov, 2020).
Pandangan tersebut tentunya berkaitan dengan konsep pendidikan belajar mandiri yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan. Filsafat progresivisme memiliki keterkaitan dengan konsep pendidikan merdeka belajar yang telah dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, kebijakan ini tentu akan merubah cara pandang masyarakat, sehingga perlu memahami dari sudut pandang progresivisme.
Pendidikan merdeka belajar sangat cocok sekali jika ditelaah dari kacamata progresivisme, karena progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang mengasumsikan bahwa setiap manusia mempunyai kemampuannya masing-masing yang luar biasa dan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang mengancam manusia itu sendiri (Mualifah, 2016).
Pendidikan progresivisme menekankan kepada konsep “progres” dengan maksud bahwa manusia sudah memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dan disempurnakan melalui lingkungan dan pengalamannya dengan menerapkan kecerdasan yang dimilikinya menggunakan metode ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul baik dalam kehidupan personal maupun sosialnya (Wikandaru, 2012).
Pendidikan dapat berhasil manakala mampu melibatkan secara aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga akan mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman untuk bekal kehidupannya.
Konsep pendidikan merdeka belajar merupakan program kebijakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dicanangkan oleh Nadiem Makarim. Merdeka belajar hanya digunakan sebagai filosofi perubahan dari permasalahan dalam metode pembelajaran yang terjadi selama ini (Abidah et al., 2020).
Dalam konsep merdeka belajar terdapat aspek kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan dalam menentukan sendiri metode terbaik dalam proses pembelajaran. Kemerdekaan berpikir didahului oleh guru sebelum melakukan pembelajaran pada peserta didik (Yamin & Syahrir, 2020).
Artinya, dalam kompetensi guru di level apapun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi tanpa adanya merdeka berpikir. Merdeka belajar merupakan kemerdekaan dalam berpikir, yang bertujuan agar guru dan peserta didik serta orang tua mendapatkan suasana yang menyenangkan.
Harapan dari konsep merdeka belajar, guru dan peserta didik mampu merdeka dalam berpikir sehingga dapat diimplementasikan sebagai inovasi guru ketika menyampaikan materi kepada peserta didik, tidak hanya itu peserta didik diberikan kemudahan dalam merdeka belajar karena peserta didik diberikan keleluasaan dalam berinovasi dan berkreativitas dalam belajar (Hendri, 2020).
Merdeka belajar bisa dikatakan adopsi dari tokoh pendidikan Indonesia, yakni Ki Hadjar Dewantara, yang telah memberikan pendidikan secara terarah dan memiliki pondasi yang lebih jelas (Istiq’faroh, 2020). Esensi dari merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir para pendidik, begitu pula pada peserta didik.
Pendidikan Indonesia selama ini, peserta didik belajar hanya di dalam kelas, dan ke depannya peserta didik dapat belajar juga di luar kelas (outing class) sehingga peserta didik dapat berdiskusi dengan guru yang tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru, namun harus mendorong peserta didik menjadi lebih berani tampil di depan umum, cerdas dalam bergaul, kreatif, dan inovatif (Noventari, 2020).
Kemendikbud memberanikan mengambil kebijakan merdeka belajar, karena melihat dari Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada peserta didik Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk matematika dan literasi Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 negara (Ainia, 2020). Menindaki hal tersebut, Kemendikbud memberikan tindakan gebrakan terkait penilaian dalam kemampuan minimum, yang meliputi literasi, numerik, dan survei karakter.
Ada beberapa pembaharuan kebijakan yang diperbaharui oleh menteri pendidikan kita terkait proses belajar dan merdeka belajar, diantaranya yaitu, UN (Ujian Nasional) akan diganti oleh ANBK, USBN (Ujian Sekolah Berbasis Nasional) akan diserahkan ke sekolah, Penyerdehanaan RPP menjadi satu halaman saja, Sistem zona yang diterapkan dalam PPDB.
Berdasarkan konsep kebijakan kemandirian belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat persamaan antara konsep kemandirian belajar dengan konsep pendidikan dalam perspektif filsafat pendidikan progresivisme (Mustaghfiroh, 2020).
Kedua konsep tersebut menekankan pada kemandirian lembaga pendidikan dan kebebasan untuk menggali potensi dan kemampuan peserta didik yang berbeda kepribadian secara komprehensif. Apabila kedua istilah tersebut dirumuskan mempunyai arti yang sama.
Siswa hendaknya diberi kebebasan untuk berkembang secara alami, guru hendaknya membimbing/mendorong kebebasan itu agar lebih terarah dan pengalaman siswa yang terbaik. motivasi belajar.
Merdeka belajar memiliki basis paradigma seperti filsafat pendidikan progresivisme yang menginginkan proses pendidikan harus lebih progresif atau berkemajuan sehingga pendidikan lebih berkualitas. Pendidikan merdeka belajar dapat dikatakan telah mengacu pada filsafat progresevisme yang sejalan dengan pertumbuhan manusia itu sendiri.
Manusia akan terus mengikuti perkembangan secara dinamis sepanjang manusia itu sendiri tumbuh dan berkembang di zamannya, sehingga pendidikan harus menyesuaikan hal tersebut (Mustaghfiroh, 2020).
Selain itu, sejalan juga dengan konsep live long education (pendidikan seumur hidup) yang menekankan pendidikan harus menyesuaikan dengan kondisi zaman (Widiani, 2020). Konsep merdeka belajar dengan filsafat progresivisme memiliki keterkaitan, di mana memberikan kebebasan di bidang pendidikan.
Ternyata konsep pendidikan merdeka belajar dari sudut pandang filsafat progresivisme mempunyai konsep dan tujuan yang sama yaitu menginginkan perubahan yang jauh lebih baik dalam penyelenggaraan pendidikan. Filsafat progresivisme mengatakan bahwa peserta didik hendaknya selalu progresif atau progresif, bertindak konstruktif, berpikir kritis-inventif-inovatif, dan bergerak aktif.
Hal ini tentu saja penting mengingat konsep merdeka belajar yang saat ini diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menjamin kemandirian pendidikan bagi siswa, guru, dan lembaga pendidikan.(Novia Lisliningsih, S.Pd.I, GURU SMPN 1 BUKITTINGGI)