in

SMP Negeri 5 Padang, Hukuman Yang Mendidik

Pepi Susanti,S.Pd.I, M.Pd
Guru PAI SMPN 5 Padang

Interaksi guru dan peserta didik dalam pembelajaran tidak selalu berjalan mulus, ada saja peserta didik yang usil dan membuat ulah di kelas. Hampir setiap guru pasti pernah menghadapi perilaku negatif anak didiknya.

Disinilah emosi dan kesabaran seorang guru akan diuji. Pada masa penulis sekolah dulu, kondisi ini sering membuat guru menghukum peserta didik dengan lemparan kapur, penghapus, distrap di depan kelas bahkan diusir ke luar kelas.

Pada dasarnya hukuman bukanlah tujuan, namun hukuman merupakan wasilah (sarana) untuk mencapai tujuan. Tujuan utama seorang pendidik adalah mendidik, maka hukuman yang dilakukan adalah dalam rangka mendidik.

Hukuman diberikan bukan untuk melampiaskan kekesalan, amarah ataupun balas dendam. Seseorang yang menjatuhkan hukuman saat marah, maka seringkali hukumannya tidak akurat bahkan cendrung over dosis.

Sebagai manusia, merupakan hal yang lumrah jika guru emosi atau marah menghadapi beragam karakter peserta didik yang jumlahnya tidak sedikit. Namun apapun situasinya, guru harus bisa mengendalikan diri, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Pengendalian emosi merupakan hal penting ketika guru berhadapan dengan peserta didik yang berbuat kesalahan atau melanggar aturan di sekolah. Sebagai pendidik, guru tidak boleh menjadikan hukuman sebagai langkah yang utama.

Jangan sampai yang menjadi orientasi guru hanyalah menghukum dan menghukum. Seolah guru tidak menemukan cara yang tepat untuk menghentikan kesalahan peserta didik selain dengan menghukum. Penegakan disiplin memang penting dan harus dilakukan, namun itu dapat terlaksana tanpa harus menghukum.

Apalagi dengan hukuman fisik yang seringkali menyebabkan penderitaan fisik dan psikis pada anak didik. Proses menghukum seperti  ini hanya akan menghasilkan peserta didik yang tidak percaya diri dan bermental lemah.

Jika dalam pembelajaran guru sering menghadapi kelas yang tidak tertib dan meribut. Maka guru harus melakukan intropeksi, apakah metode pembelajaran yang digunakan sudah tepat? Apakah strategi pembelajaran yang diterapkan monoton dan membosankan?

Sejauh mana guru sudah menggunakan media pembelajaran sehingga suasana kelas bisa lebih hidup dan dinamis. Langkah refleksi tersebut tentu akan lebih efektif dari pada sekedar menghukum peserta didik.

Tidak semua perkara harus diselesaikan dengan memberi hukuman. Guru bisa melakukan langkah-langkah persuasif, melakukan pendekatan emosional. Sehingga guru bisa mengurai kenapa peserta didik melanggar aturan atau melakukan kesalahan.

Mungkin ada alasan-alasan subjektif yang sangat kondisional sehingga peserta didik melanggar aturan. Dengan menemukan akar masalah, maka guru bisa melakukan solusi yang tepat sehingga peserta didik tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.

Dalam Islam sendiri Nabi menyuruh orang tua untuk memerintahkan anak melakukan ibadah sholat 5 waktu pada saat anak berusia 7 tahun. Namun orang tua baru boleh memberikan sanksi atau hukuman ketika anak telah berusia 10 tahun.

Sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis: “Perintahkanlah anak-anakmu shalat di waktu mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka manakala mengabaikannya ketika mereka berumur sepuluh tahun” (H.R Abu Dawud).

Berdasarkan hadis di atas, kita melihat ada masa tarbiyah anak selama 3 tahun, yaitu pembiasaan anak untuk mengerjakan shalat 5 waktu sehari semalam sejak usia 7 tahun hingga 10 tahun. Dalam masa itu anak hanya diberi motivasi bukan sanksi.

Barulah ketika anak berusia 10 tahun dan anak tidak mau shalat, orang tua boleh memukul dengan pukulan yang tidak membekas. Maka seorang guru juga harus bisa bersikap bijak dan memberikan tenggang waktu kepada anak didik, tidak ujug-ujug memberikan hukuman tanpa suatu proses nasehat dan  tarbiyah.

Hukuman dalam pendidikan bukanlah hal yang tabu atau terlarang. Bahkan hukuman dalam konteks mendidik  bisa menjadi obat yang manjur jika dilakukan dengan cara, dosis dan waktu yang tepat. Pendidik yang baik dan profesional tentu tidak akan sembarangan menjatuhkan hukuman kepada peserta didik.

Apalagi hukuman yang merendahkan kehormatan dan martabat anak. Guru harus menghindari hukuman yang memberikan efek psikologis dan beban fisik bagi peserta didik. Guru harus bersikap bijak dan menjauhi setiap celah yang bisa menjurus pada perilaku pidana dan melanggar hukum negara.

Maka dapat dikatakan, bahwa memberikan hukuman atau sanksi hanyalah sebuah alternatif. Hukuman bukan satu-satunya cara dan seharusnya guru menjadikan  hukuman sebagai alternatif yang terakhir setelah mencoba berbagai macam cara yang lain.

Bagaimanapun peserta didik adalah asset yang harus dijaga fisik dan mentalnya. Selagi ada cara lain yang lebih baik, maka guru harus menempuh cara tersebut.(Pepi Susanti, S.Pd.I, M.Pd, Guru SMPN 5 Padang)

What do you think?

Written by Julliana Elora

189 Calon Guru PPPK Sijunjung Jalani Ujian 

Pemko Solok Garap Program Pertahankan Luas Lahan Sawah