in

Taman Partisipatif

Oleh Miko Kamal
Pengamat Tata Kelola Kota

BEBERAPA waktu lalu, dalam perjalanan pendek, saya berdiskusi ringan dengan Gubernur Sumbar Buya M (Mahyeldi). Diskusi tentang banyak hal. Salah satunya terkait taman Masjid Raya Sumatera Barat (MRSB) arah kantor Telkom Padang Baru, Jalan KH Ahmad Dahlan.

Taman itu kelihatan dikonsep sebagai taman pasif. Taman yang hanya bisa dinikmati dari jauh saja. Beberapa pohon ditanam berjejer-jejer. Setiap pohon dibuatkan pembatas yang ditinggikan sekitar sebata. Dari atas masjid, kita serupa melihat jejeran kuburan saja.

Kepada Buya M saya katakan: taman ini kurang mantap dan minus manfaat. Kurang mendukung prinsip masjid sebagai pusat interaksi sosial. Beliau mengangguk-angguk. Sepertinya sependapat dengan yang saya sampaikan.

Dalam beberapa pidato beliau setelah pertemuan itu, saya mendengar Gubernur Buya M akan menata ulang taman itu agar lebih berdaya guna.

Semestinya taman itu dijadikan taman aktif. Taman yang menjadi pusat berbaurnya (intermingling) masyarakat dengan segala kepentingan dan kebutuhannya. Taman yang ketika waktu shalat masuk, semua aktivitas dihentikan.

Di hari-hari biasa, mahasiswa, pelajar, pekerja atau siapa saja boleh mengerjakan pekerjaan rumah mereka dengan aman dan nyaman di taman. Sekadar duduk-duduk sampai menunggu waktu shalat masuk juga boleh.

Bila Ramadhan tiba, taman MRSB berubah menjadi pusat berbagi ondeh-ondeh, lapek bugih, lapek nago sari, kue bobongko, es cendol dan menu pembuka puasa lainnya.

Saya membayangkan, sebulan penuh, taman MRSB tersulap menjadi titik kumpul buka puasa bersama warga kota maupun pendatang.

Di taman warga bisa membuka-buka media sosial mereka dengan akses internet yang cepat. Di taman pula warga dapat menambah daya listrik komputer jinjing mereka tanpa membayar.

Taman MRSB juga mesti bertoleransi tinggi. Tidak hanya pemeluk Islam saja yang bisa menikmatinya. Siapa saja boleh, apapun agamanya. Ibu-ibu atau remaja perempuan yang sedang datang bulan pun boleh bermain-bermain bebas di taman itu. Anak-anak apalagi.

Taman itu mesti dirancang partisipatif. Saat berada di taman, semua pengunjung taman dikondisikan dan/atau dilatih untuk berpartisipasi aktif menjaga taman tetap bersih, aman dan nyaman.

Partisipasi membersihkan taman dari aneka sampah, itu sudah pasti. Di taman disediakan tongkat pemungut sampah (rubbish stick). Dengan begitu, pengunjung dapat berpartisipasi memungut sampah dan membuangnya pada tempat yang sudah disediakan tanpa khawatir tangan mereka kotor. Sapu lidi dan sapu ijuk juga wajib disediakan.

Pengunjung yang hendak berpartisipasi menyiram bunga-bunga atau tanaman di taman juga bisa. Sebab itu, pada waktu yang telah ditentukan, kran air penyiram tanaman dihidupkan.

Di taman, sebuah sudut khusus juga layak disediakan. Khusus untuk pengunjung yang ingin menanam bunga atau tanaman hias yang mereka sukai. Tentu saja harus sesuai dengan standar yang ditentukan pengelola taman.

Tanaman yang ditanam itu boleh diberi nama khusus oleh penanamnya. Nama penanam sendiri juga boleh digunakan. Setelah ditanam, wajib merawatnya secara berkala.

Taman partisipatif dapat bermanfaat lain selain memenuhi hak warga atas taman kota yang bersih, aman dan nyaman. Yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi publik.

Sekarang, partisipasi publik kita sedang rendah-rendahnya. Buktinya, di pasar, di tempat wisata, di surau, di jalan dan di atas trotoar sampah berserakan. Jangankan berpartisipasi menegur orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya, sampahnya sendiri juga dibuangnya sembarangan.

Membangun partisipasi publik mesti dengan praktik. Bukan dengan teori-teori atau ceramah belaka. Agar partisipasi publik dapat dipraktikkan, mediumnya harus disediakan. Taman partisipatif salah satu mediumnya.

Di taman partisipatif pengunjung melatih diri mereka membersihkan ruang publik. Juga melatih menyiram bunga atau tanaman hias. Di taman partisipatif pula warga berkesempatan berlatih menegur warga lainnya yang tidak tertib atau misalnya membuang sampah sembarangan.

Saya yakin benar medium praktik partisipatif ini amat mujarab dalam mengubah perilaku warga. Di beberapa kota besar, beberapa restoran cepat saji telah mempraktikkannya. Setiap pengunjung restoran yang selesai makan, “diperintahkan” menumpuk piring atau gelas bekas mereka di tempat yang sudah disediakan.

Awalnya pengunjung pasti kagok. Tapi, lama-lama jadi terbiasa dan menjadi kebiasaan. Pengunjung yang tidak mengikuti aturan di restoran itu pasti dan dikondisikan merasa bersalah. Mereka seolah merasa dilihat oleh pengunjung lain serupa makhluk aneh yang baru datang dari dunia entah berantah.

Saya termasuk orang yang yakin benar bahwa sebuah kota/provinsi/negara akan jadi baik bila warganya berpartisipasi aktif di ruang publik.

Sebaliknya, berapapun banyaknya petugas kebersihan dipekerjakan, kota tidak akan pernah bersih bila warganya tidak ikut berpartisipasi menjaganya. Rasanya, Taman Partisipatif cocok jadi pilihan mewujudkan kota/provinsi/negara yang bersih, tertib, aman dan nyaman berkelanjutan. Mudah-mudahan Taman Partisipatif di MRSB segera terwujud.(*)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Google Search Mulai Ditinggalkan, Orang Beralih kepada Penggantinya Ini

JPO Depan Plaza Andalas Sudah Lapuk, Banyak Sampah dan Membahayakan Warga