in

Teguh Setiawan, Owner Mormo Word Wide

Berani, Yakin dan Kerja Keras

Sukses dengan usaha kecil-kecilan berjualan kaos dan tas, Teguh Setiawan memberanikan diri membuka usaha baru, gelang karet yang diberi nama Mormo Word Wide. 

“Kebetulan saya juga suka menggunakan gelang karet, sewaktu sudah mulai kuliah. Waktu itu ada konsumen pertama dari Teknik Mesin Unand, mereka order gelang sebanyak 196 buah. Dari sanalah mulainya, promosi mulut ke mulut akhirnya semakin banyak yang order,” kata Teguh membuka pembicaraan dengan Padang Ekspres, kemarin.

Mahasiswa Unand ini mengatakan, ia mendirikan Mormo pada November 2015. Selain menjual gelang secara custom (pesanan), ia juga membuat edisi gelang yang menyangkut dengan hobi dan identitas seseorang. Contohnya ada one pice dan star wars. Berawal hanya dua edisi saja, saat ini Mormo memiliki berbagai macam ragam edisi dan produk baru lainnya.

Teguh mengaku untuk modal usahanya ini dari uang jajan yang diberikan orang tuanya. Untuk mengembangkan usaha gelang karet, ia sering mengikuti bazar atau iven-iven di kampus. “Modal bisa dibilang gak ada, dari hasil yang kecil-kecil itu diputar sampai sekarang. Bagi saya modal sebenarnya itu keberanian, keyakinan dan kerja keras. Dulu saya juga pernah tidak mendapat untung bahkan rugi, tetapi dalam menjalani usaha pasti ada untung dan rugi,” ucapnya.

Teguh menyebutkan dalam menjalani usahanya ini, tidak terlalu didukung penuh oleh orang tuanya. Orang tuanya lebih menginginkan, ia nantinya dapat bekerja di kantoran. “Orang tua saya sebenarnya tidak mendukung, mereka lebih menginginkan anaknya bekerja sebagai pegawai atau kantoran. Tetapi saya mikirnya setiap orang berbeda-beda, ada yang ingin menjadi pekerja dan wirausaha,” ungkap anak pasangan dari Armen dan Mardiati ini.

Saat ini, Mormo telah memiliki toko sendiri. Toko yang beralamat di Kawasan Kalawi ini telah lima bulan beroperasi. Sebelumnya, ia hanya menjual melalui media sosial seperti Instagram. Untuk produksi gelang, ia masih bekerja sama di salah satu tempat di Bandung. 

Untuk harga, satu gelang karet, dijual Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu. Perbedaannya gelang gelang biasa harga Rp 15 ribu, gelang glow in the dark Rp18 ribu. Kalau  bahannya lebih bagus, produksi langsung dari Tiongkok dijual Rp 25 ribu. Sedangkan untuk gelang custom, harganya tergantung jumlah pemesanan semakin banyak order semakin murah, karena dibikin cetakan sendiri. 

Untuk pasar penjualannya, targetnya anak sekolah dan kuliahan dari umur 17 sampai 25 tahun. “Karena kalau dikuliahan kan ada pelantikan, biasanya gelang ini sebagai identitas,” ujarnya. 

Dalam satu hari penjualannya mencapai Rp 300 sampai Rp 700 ribu. Sedangkan, kalau mengikuti iven atau bazar penghasilannya bisa mencapai Rp 1 juta per hari. Lelaki kelahiran tahun 1995 ini juga menceritakan, nama Mormo diambil dari cerita Yunani. Sewaktu SMA, ia sangat suka membaca cerita Yunani, di dalam cerita tersebut ada salah satu monster yang namanya Mormo, karena unik dan mudah diingat ia mengambil nama tersebut sebagai brand-nya.

Teguh merencanakan ke depannya, dengan brand Mormo ini ia ingin mensupport setiap iven lokal Kota Padang. Dengan menjalin kerja sama, lalu support dalam kerja sama dengan membuat merchandise mereka. Mormo juga telah melakukan kolaborasi dengan public figure dan penggiat kreatif di Padang. Seperti 7 Maret lalu, mereka telah melaunching gelang Minang Lipp di Sumbar. Selain itu, ia juga berencana akan melakukan produksi sendiri.

“Rencana setelah wisuda saya akan ke Bandung dan membuat tempat produksi sendiri di sana, karena bahan baku di Padang tidak ada. Cetakannya juga tidak ada di Padang. Kalau masalah teknis saya sudah belajar di Bandung. Sekali setahun saya ke Bandung untuk kontrol produksi dan melihat bagiamana kualitas  dan model yang baru,” terang Teguh yang saat ini masih berstatus sebagai mashasiswa semester 7 Hubungan Internasional (HI) di Unand. 

Dalam menjalani usaha saat ini, Teguh tidak sendiri, dia dibantu beberapa temannya. Dengan bidang masing-masing, ada sebagai store manage, finance mengatur keuangan dan membuat desain. “Membangun usaha tidak mungkin bisa sendiri harus perlu orang lain yang seide dan berjuang bersama-sama. Waktu dulu saya mengerjakan sendiri meskipun dapat uang tetapi kewalahan. Tapi kalau sudah ada tim bisa dibagi-bagi  dan itu bakal lebih cepat,” ucapnya.

Teguh juga mengatakan dalam membangun usaha, ia tidak pernah memikirkan modal dalam bentuk uang. “Kalau ingin membuka usaha yang paling penting keyakinan dan kerja keras, dengan uang Rp 100 ribu bisa menjadi berkali kali lipat, percuma punya uang Rp 100 juta tapi kalau tidak punya keyakinan dan kerja keras tidak ada gunanya,” ungkap Teguh yang memiliki mimpi untuk menduniakan usahanya tersebut, karena itu juga nama brand-nya ditambahkan dengan Mormo Word Wide. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Mega Jahat dan Sesat

Prudential Luncurkan Pruprime Healthcare